KBRT - Untuk memahami mengapa sering menemukan diri terjebak dalam jaringan prokrastinasi, perlu melihat lebih dalam ke dalam dunia psikologis dan neurologis. Prokrastinasi, pada tingkat yang lebih dalam, sering kali bukanlah sekadar masalah keengganan atau kurangnya disiplin diri, ini sering kali merupakan hasil dari berbagai faktor psikologis dan neurologis yang kompleks.
Dilansir dari buku Kiat Mengatasi Prokrastinasi karya Harry Lambert Consina, secara psikologis, prokrastinasi sering kali terkait erat dengan emosi, terutama kecemasan dan ketakutan. Kecemasan yang berlebihan tentang hasil akhir atau kualitas pekerjaan dapat membuat seseorang terjebak dalam siklus menunda-nunda, karena mereka merasa sulit untuk memulai tugas jika mereka merasa tidak mampu mencapai standar yang diinginkan.
Ketakutan akan kegagalan juga dapat menjadi pendorong prokrastinasi, karena seseorang mungkin merasa lebih aman dengan tidak melakukan tugas daripada menghadapi kemungkinan kegagalan.
Selain itu, motivasi juga memainkan peran penting dalam mengatur perilaku prokrastinasi. Kurangnya motivasi intrinsik atau keinginan yang kuat untuk menyelesaikan tugas tertentu dapat membuat seseorang cenderung menunda-nunda atau menghindari tugas tersebut.
Ketika seseorang tidak merasa terhubung secara emosional atau secara personal dengan tujuan atau nilai dari suatu tugas, mereka cenderung menemukan diri mereka sulit untuk memotivasi diri sendiri untuk melakukannya.
Di sisi neurologis, prokrastinasi juga bisa dilihat sebagai hasil dari pola pikir dan kebiasaan yang terbentuk dalam otak. Belum lama ini, penelitian neurologis telah mengungkapkan bahwa prokrastinasi bisa terkait dengan disfungsi dalam bagian otak yang terlibat dalam pengambilan keputusan, motivasi, dan kontrol impuls.
Ketika menunda tugas, otak kita mungkin mengalami aktivasi yang berbeda-beda dibandingkan ketika kita fokus pada tugas tersebut, dan pola aktivasi ini dapat memperkuat kecenderungan prokrastinasi dalam jangka panjang.
Dalam hal ini, untuk mengatasi prokrastinasi secara efektif, penting untuk tidak hanya fokus pada perbaikan kebiasaan atau disiplin diri semata, tetapi juga untuk memahami dan mengatasi faktor-faktor psikologis dan neurologis yang mendasarinya.
Dengan demikian, dapat mengembangkan strategi yang lebih holistik dan berkelanjutan untuk mengatasi prokrastinasi dan meningkatkan produktivitas kita secara keseluruhan.
Kabar Trenggalek - Edukasi
Editor:Zamz