Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Pendapatan Perempuan di Sektor Pariwisata 16 Persen Lebih Rendah daripada Laki-laki

Berdasarkan data UN Tourism, pendapatan perempuan di sektor pariwisata 16 persen lebih rendah daripada laki-laki. Hal ini menjadi tantangan terkait ketidaksetaraan gender bagi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Pendapatan rendah itu berbanding terbalik dengan peran besar perempuan dalam pengembangan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Sekretaris Kemenparekraf, Ni Wayan Giri Adnyani, mengatakan narasi perempuan di dunia pariwisata bukan sekadar kisah tentang mendobrak hambatan, tetapi juga tentang ketahanan, kreativitas, dan visi.

"Dalam skala global, terdapat perubahan paradigma di mana perempuan muncul sebagai pengambil keputusan, pemberi pengaruh, dan inovator utama," ujar Ni Wayan Giri dilansir dari laman Kemenparekraf.

Ni Wayan Giri memaparkan, perempuan Indonesia berkontribusi besar dalam sektor parekraf. Data Kemenparekraf mencatat, mayoritas tenaga kerja di bidang pariwisata adalah perempuan dengan persentase 54,22 persen dibandingkan pekerja laki-laki sebesar 45,78 persen.

"Angka ini mencerminkan rasio serupa di mana secara global perempuan juga memegang posisi dominan di sektor pariwisata dengan 54 persen angkatan kerja, sesuai dengan Laporan Global tentang Perempuan dalam Pariwisata oleh UN Tourism,” kata Ni Wayan Giri.

Menurut Ni Wayan Giri, Sektor pariwisata Indonesia saat ini bergerak menuju pariwisata yang berkelanjutan dan inklusif. Hal ini dapat dilihat dari berbagai proyek inovatif berbasis komunitas hingga inisiatif ramah lingkungan, yang mana perempuan Indonesia membentuk sektor pariwisata yang merangkul keberagaman dan mendorong pemberdayaan ekonomi.

Ni Wayan Giri memaparkan hal tersebut dalam Webinar Series Women and Tourism yang diselenggarakan atas kerjasama dengan Griffith Institute of Tourism-Australia dan Women Communication Network. Webinar dengan tema “The Role of Women in Tourism” dilaksanakan pada Senin (12/2/2024).

Sementara itu, Senior Lecturer of Tourism pada Griffith Institute for Tourism, Dr. Elaine C.L. Yang, mengungkapkan, sebanyak 70 persen solo traveller perempuan mempertimbangkan aspek keamanan pada saat solo traveling.

Aspek keselamatan tersebut di antaranya meliputi keselamatan di akomodasi, destinasi, dan transportasi. Menurutnya, Indonesia memiliki peluang yang besar untuk mendorong solo travellers terutama perempuan untuk berwisata ke Indonesia.

“Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh Indonesia adalah membina hubungan yang mendalam melalui storytelling yang autentik, misalnya walking tour yang menampilkan kisah-kisah wanita lokal, night-sky tour yang melibatkan cerita rakyat setempat, mempromosikan bisnis milik perempuan, walking tour skala kecil khusus perempuan, dan pemandu wisata perempuan, serta memposisikan Indonesia sebagai pemimpin destinasi wisata inklusif gender di Asia Tenggara,” terang Elaine.

Ketua Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASTINDO), Pauline Suharno, membagikan pengalamannya selama ini dalam bekerja di industri pariwisata Indonesia. Menurutnya, setiap kegagalan yang dihadapi harus dijadikan batu loncatan menuju kesuksesan dan bangkit dengan lebih kuat.

“Di kantor saya, 80 – 85 persen pekerjanya adalah perempuan. Mereka memulai dari nol dan bahkan beberapa di antaranya tidak memiliki latar belakang pariwisata sama sekali. Saat mereka memiliki kemampuan untuk belajar lebih, akhirnya mereka bisa naik ke posisi yang lebih tinggi. Di level management, semuanya adalah perempuan,” ujar Pauline.

Pendiri dan pionir dari Kelecung Eco Village, Ni Putu Ayu Puspawardani, menceritakan keberhasilannya dalam memimpin dan mengelola Kelecung Eco Village di Bali. Menurutnya, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah anak muda.

“Para anak muda ini memiliki semangat yang tinggi. Namun, mereka cenderung ingin melihat hasilnya dengan instan. Jadi, saya selalu melibatkan mereka, mengajak mereka menjadi local guide dan ikut pelatihan. Saya percaya bahwa sesuatu bisa berubah bila menjadi kebiasaan atau habit,” kata Ni Putu Ayu Puspawardani.

Menurut Ni Putu Ayu Puspawardani, perempuan harus lebih terlibat dalam pariwisata, tidak hanya sebagai operator, tetapi juga pada tingkat manajerial dan kepemimpinan. Selain itu, perempuan juga dapat menjadi game changer bagi keluarga dan komunitasnya melalui pariwisata.

Melalui webinar ini, diharapkan tercipta upaya bersama yang lebih besar dari seluruh pemangku kepentingan pariwisata dan ekonomi kreatif dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *