Musim Hujan, Januari Februari di Trenggalek Demam Berdarah Meroket
Musim hujan di Trenggalek telah tiba. Musim tersebut disambut dengan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Tercatat pada Januari sampai dengan Februari 2024 mengalami lonjakan.Dari data Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinkesdalduk KB) Trenggalek, pada Januari ada sekitar 56 kasus DBD.Sementara pada Februari sebanyak 94 kasus. Artinya, ada kenaikan sekitar 38 kasus DBD di Trenggalek, hal itu ditegaskan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Trenggalek.“Ada peningkatan dibanding Januari 2024, pada bulan Februari ini, kami juga melakukan upaya preventif," ujarnya.Meski tak ada korban jiwa, dinkesdalduk KB tak mau kecolongan. Berbagai langkah ditempuh untuk menekan kasus DBD. Termasuk fogging di sejumlah tempat yang diidentifikasi sebagai area rawan penyebaran nyamuk Aedes aegypti, penyebab penyakit DBD.“Semua pasien DBD itu telah sembuh dan tidak ada pasien yang meninggal dunia,” imbuhnya.Lebih lanjut, Sebanyak sembilan titik di-fogging, termasuk lokasi yang menjadi fokus utama penyebaran nyamuk. Fogging menggunakan bahan kimia yang efektif membunuh nyamuk dewasa. Ini untuk mengurangi populasi nyamuk dan menghentikan penyebaran DBD.“Sejak 3 Februari lalu dilakukan fogging untuk siklus satu dan dua,” detailnya.Selain fogging, Dinkes Trenggalek melakukan kampanye pemberantasan sarang nyamuk. Upaya ini mencakup edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya membersihkan tempat seperti tempat penampungan air yang tidak tertutup rapat.Dinkes Trenggalek juga mengeluarkan surat edaran waspada DBD kepada masyarakat, memperingatkan tentang gejala dan bahaya penyakit tersebut, serta cara pencegahannya.Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan menerapkan tindakan pencegahan secara aktif.Juru pemantau jentik (jumantik) terus diaktifkan. Mereka bertugas memantau dan memberantas tempat-tempat yang menjadi sarang nyamuk.“Kami juga koordinasi dengan lintas sektor seperti tokoh masyarakat, organisasi kemasyarakatan, serta unsur kemasyarakatan lain untuk mendukung kewaspadaan DBD,” ujarnya.
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *