Body shaming atau celaan fisik menjadi isu yang seringkali menimbulkan ketidaknyamanan bagi korbannya. Celaan fisik ini dapat berdampak buruk terhadap kondisi mental seseorang. Menanggapi hal tersebut, Pasal 335 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sempat mengatur mengenai tindakan perbuatan tidak menyenangkan sebagai bentuk perlindungan hukum. Namun, aturan ini telah mengalami perubahan signifikan.
Praktisi hukum, Abraham Ethan Martupa Sahat Marune, menjelaskan bahwa frasa perbuatan tidak menyenangkan dalam Pasal 335 KUHP telah dihapus melalui Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 1 Tahun 2013. Menurutnya, perubahan ini bertujuan untuk mengurangi potensi penyalahgunaan hukum yang mungkin terjadi akibat penafsiran subjektif dari frasa tersebut.
"Memang dulu saat KUHP disahkan, ada pasal 335 yang menyebutkan bahwa barang siapa yang dengan melawan hak melakukan perbuatan tidak menyenangkan atau ancaman dengan perbuatan tidak menyenangkan bisa dihukum penjara paling lama satu tahun," jelas Abraham melalui akun TikTok Tuna Hukum.
Abraham menegaskan bahwa meski frasa perbuatan tidak menyenangkan telah dihapus, ketentuan lain dalam Pasal 335 tetap berlaku. Menurutnya, penghapusan frasa ini didasari oleh pertimbangan MK bahwa istilah tersebut terlalu subjektif dan sulit diukur secara objektif, sehingga dapat membuka peluang penyalahgunaan oleh penegak hukum.
"MK menilai frasa perbuatan tidak menyenangkan itu sangat subjektif dan tidak dapat diukur secara objektif, sehingga berpeluang disalahgunakan," tegasnya.
Abraham juga mengingatkan bahwa ketidakjelasan dalam menentukan batasan perbuatan tidak menyenangkan berpotensi menimbulkan kesewenang-wenangan, baik oleh penyidik maupun penuntut umum. Hal ini disebabkan oleh penilaian subjektif yang sering kali bergantung pada persepsi korban atau pelapor, bukan pada standar objektif yang bisa diterima oleh semua pihak.
Selain itu, ia menambahkan bahwa Pasal 335 masih memungkinkan adanya penahanan terhadap tersangka yang didakwa melanggar pasal tersebut. Dalam beberapa kasus, seseorang bisa ditahan meskipun tindakannya dianggap ringan oleh masyarakat.
"Kasus-kasus tertentu menunjukkan bahwa seseorang bisa saja ditahan hanya karena melakukan tindakan yang dianggap mengganggu, tetapi sebenarnya tidak berdampak signifikan," ujarnya.
Melalui penjelasan ini, Abraham mengingatkan pentingnya pemahaman masyarakat mengenai perubahan ini dalam KUHP. Menurutnya, penghapusan frasa tersebut merupakan bentuk perlindungan hukum agar masyarakat tidak menjadi korban penyalahgunaan kekuasaan dalam penegakan hukum.
Editor:Tri