KABARTRENGGALEK.com Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Trenggalek terkesan cuek dengan gugatan class action terhadap pembangunan Jalan Ngampon-Bendo yang dilakukan sekelompok elemen masyarakat. Pasalnya, hingga kemarin Dinas PUPR belum mengetahui hal tersebut (14/06).
Tidak hanya itu, Dinas PUPR mengklaim semua proses mulai dari perencanaan, studi analisis, hingga hasil laboratorium bahan pada proses pengerjaan jalan Ngampon-Bendo telah sesuai aturan secara teknis. Hasil dari semuanya sudah sesuai dengan syarat teknis pelaksanaan.
“Mulai di awal sebelum dilakukannya pengerjaan, tahap demi tahap pembangunan telah kami laksanakan. Bahkan sebelum menginjak ke tahap berikutnya, semua telah melalui kajian. Dari situ kami yakin semua dipastikan telah masuk secara teknis," ungkap Kabid Bina Marga Dinas PUPR Trenggalek, Joko Widodo.
Dia melanjutkan, apalagi dalam laporan terhadap catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), semua proses dibilang masih wajar dan tidak ada temuan yang serius, hanya klaim yang dilakukan lebih besar. Kontrak perjanjian usia jalan Ngampon-Bendo ini tertuang lima tahun.
Masa pemeliharaan jalan dalam perjanjiannya selama satu tahun yang akan berakhir pada bulan Desember. Sehingga, hampir bisa dipastikan kerusakan yang terjadi karena kondisi yang tidak bisa diprediksi, dalam artian karena kondisi alam.
"Kendati demikian, kami tidak ingin rekanan lepas dari tanggung jawabnya dan tetap memintanya untuk memperbaikinya," katanya.
Kini, dinas PUPR terus berkoordinasi dengan rekanan untuk melakukan peninjauan. Tujuannya, mengetahui kondisi jalan mana yang rusak untuk dilakukan perbaikan. Sehingga perbaikan terus dilakukan bahkan setiap hari. Namun, karena terjadi kerusakan di beberapa titik, perbaikan dilakukan.
"Jadi, dengan kami terus melakukan pantauan itu, kekhawatiran perbaikan di akhir masa pemeliharaan tidak terjadi," jelas Kabid Bina Marga Dinas PUPR Trenggalek Joko Widodo.
Seperti diberitakan sebelumnya, pembangunan jalan Ngampon-Bendo yang selesai pada akhir tahun lalu tampaknya masih menyisakan masalah. Pasalnya, sekelompok elemen masyarakat ada yang mengajukan gugatan class action terkait pembangunan jalan yang menelan biaya sekitar Rp 12,7 miliar dari Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) tersebut.
Alasannya, pekerjaan perbaikan jalan tersebut dinilai telah terjadi gagal bangunan. Buktinya, setelah selesai pekerjaan, hingga kini di masa pemeliharaan masih terus mengalami kerusakan. Sehingga prediksi gagal bangunan tersebut bisa dilihat dengan jelas akan kondisi jalan saat ini melalui kasatmata.