KBRT – Di tengah sunyinya malam Trenggalek, ada satu titik yang tak pernah sepi—sebuah lapak sederhana di kompleks Pasar Sore yang setia menyuguhkan aroma petis menyengat, tanda kehadiran tahu tek racikan Suparmi (58). Dari tangan perintis inilah, kuliner khas Surabaya itu menyatu dalam denyut malam kota kecil.
Suparmi bukan sekadar pedagang. Ia adalah penjaga warisan rasa, istri dari almarhum perintis “Tahu Tek Cak Boy” yang pertama kali memperkenalkan hidangan ini ke Trenggalek. Bersama sang suami, ia memulai dari nol—menyusuri lorong-lorong kota, membujuk lidah yang belum kenal petis, hingga akhirnya menjadikan tahu tek sebagai hidangan malam yang ditunggu.
“Dahulu sebelum pedagang tahu tek banyak tersebar di Trenggalek, saya bersama suami yang mengenalkan makanan ini di Trenggalek,” kisahnya sembari menyiapkan sepiring tahu tek, lengkap dengan lontong, telur, dan guyuran sambal kacang petis yang kental.

Mulai berjualan sejak pukul setengah delapan malam, Suparmi setia menunggu pembeli hingga larut, terkadang hingga tengah malam. Rasa lelah tak menghentikannya, karena setiap piring yang terjual adalah kenangan dan harapan.
Dalam satu malam, ia mampu menghabiskan hingga 5 kilogram lontong dengan omzet kotor sekitar Rp600.000. Meski hasil tak selalu pasti, semangatnya tetap menyala. Kini, sang anak turut mendampingi, meneruskan jejak ayahnya yang dulu sempat berkeliling mengenalkan tahu tek kepada warga.
“Biasanya kalau sudah lewat jam 10 malam atau mendekati tengah malam, anak muda itu ramai-ramainya datang ke sini untuk makan tahu tek,” ujarnya sambil tersenyum.

Satu porsi tahu tek dibanderol Rp13.000, lengkap dengan telur dan kerupuk. Sajian ini bukan hanya mengenyangkan, tapi juga membawa nostalgia, terutama bagi perantau asal Surabaya.
Banyak yang mengira tahu tek dan tahu lontong serupa, padahal berbeda. Suparmi menjelaskan, tahu tek menggunakan kacang yang diulek halus dan dicampur petis, memberi sensasi rasa manis-gurih yang khas, tak tergantikan.
Bertahun-tahun menjaga bara kompor dan bara semangat, Suparmi telah menjadi bagian dari malam Trenggalek. Bukan sekadar berjualan, tapi merawat rasa, kenangan, dan cinta dari kota asalnya yang kini mekar di tanah baru.
Kabar Trenggalek - Feature
Editor:Zamz