Kabar Trenggalek - Informasi Berita Trenggalek Terbaru Hari iniKabar Trenggalek - Informasi Berita Trenggalek Terbaru Hari ini

Press ESC / Click X icon to close

Kabar Trenggalek - Informasi Berita Trenggalek Terbaru Hari iniKabar Trenggalek - Informasi Berita Trenggalek Terbaru Hari ini
LoginKirim Artikel

Kenaikan Harga Bumbu Dapur Bikin Untung Pedagang Kuliner Trenggalek Kian Menipis

Harga cabai dan bawang merah naik sejak awal Desember 2025, membuat pedagang kuliner di Trenggalek menurunkan margin dan kesulitan menjaga stabilitas pendapatan.

Poin Penting

  • Pedagang kuliner tertekan kenaikan harga cabai hingga Rp 80 ribu.
  • Upaya mengurangi bumbu justru dikeluhkan pelanggan.
  • Penurunan omzet makin terasa sejak pandemi.

KBRT – Kenaikan harga bumbu dapur sejak awal Desember 2025 membuat keuntungan pedagang kuliner di Kabupaten Trenggalek terus tergerus. Sejumlah pelaku usaha kecil mengaku harus menekan pendapatan demi mempertahankan cita rasa dagangan mereka.

ADVERTISEMENT

Sarjiono, pedagang mie ayam dan mie jebew di RT 20 RW 06 Kelurahan Surodakan, menyebut cabai menjadi komoditas yang paling membebani biaya produksi.

“Sebulan biasanya habis kisaran 5 kilogram cabai. Kemarin harga cabai yang naik 3 kali lipat jadi 80 ribu bakal kerasa kalau terus lanjut,” ujarnya.

Sarjiono menambahkan, cabai merupakan bahan utama bumbu mie jebew dan sambal mie ayam sehingga tidak bisa dikurangi. Kondisi itu memaksanya memperkecil margin demi menjaga rasa.

Kenaikan harga diakuinya berdampak pada ekonomi keluarganya.

“Satu bulan bersihnya itu saya tidak pernah sampai megang uang Rp 500.000 di akhir bulan. Kalau harian biasanya cuma habis 1,5 kilo sampai 2 kilo mie. Ya 18 porsi saja,” kata dia.

Hal serupa dialami Rita (43), pedagang rica-rica bekicot dari RT 11 RW 08 Desa Dawuhan yang berjualan di depan kantor UPT PLN selatan Terminal Surodakan. Ia menyebut kenaikan harga cabai dan bawang merah langsung menekan pendapatannya.

Pengurangan takaran bumbu pernah ia lakukan, tetapi hasilnya justru memicu komplain pelanggan.

ADVERTISEMENT

“Saya ubah takaran bumbunya, pelanggan saya pada langsung mengeluh minta dibuat seperti biasa,” katanya.

Dalam sehari, Rita bisa menjual 2 sampai 3 kilogram rica-rica bekicot dengan keuntungan bersih sekitar Rp 70.000 setelah dipotong biaya bumbu, transport, dan kebutuhan lain. Namun, kenaikan harga bawang merah dari Rp 35.000 menjadi Rp 46.000 membuat pendapatan hariannya ikut turun.

“Kalau harganya naik seperti ini satu hari yang seharusnya bisa dapat Rp 70.000 bisa kurang Rp 20.000 lebih,” ujarnya.

Sukir (56), pedagang nasi lalapan dari RT 01 RW 01 Kelurahan Ngantru, juga merasakan tekanan yang sama. Penjualannya sudah turun sejak pandemi Covid-19 dan kini semakin tertekan oleh lonjakan harga bahan baku.

“Dulu satu hari itu bisa dapat 1 juta omzetnya. Tapi sekarang tak sampai Rp 500.000, padahal untuk belanja itu satu hari bisa habis setengah juta,” kata dia.

Sementara itu, kondisi berbeda dialami Muji Tulis Liana (47), pedagang pangsit serta belasan menu lain seperti ayam geprek dan ayam bakar di RT 10 RW 03 Kelurahan Ngantru. 

Ia biasa membeli satu kilogram cabai untuk kebutuhan sepuluh hari, namun kini memilih mengurangi setengahnya dan membeli lagi saat dibutuhkan.

“Di sini itu jualannya sama online, omzetnya kisaran di 2 sampai 3 juta rupiah. Saat harga-harga bumbu naik seperti ini ya tidak bisa mengurangi takaran. Daripada pelanggan kapok,” tuturnya.

Kawan Pembaca, Terimakasih telah membaca berita kami. Dukung Kabar Trenggalek agar tetap independen.
Dukung Kami

Kabar Trenggalek - Ekonomi

Editor: Zamz