KBRT – Kenaikan harga bumbu dapur sejak awal Desember 2025 membuat keuntungan pedagang kuliner di Kabupaten Trenggalek terus tergerus. Sejumlah pelaku usaha kecil mengaku harus menekan pendapatan demi mempertahankan cita rasa dagangan mereka.
Sarjiono, pedagang mie ayam dan mie jebew di RT 20 RW 06 Kelurahan Surodakan, menyebut cabai menjadi komoditas yang paling membebani biaya produksi.
“Sebulan biasanya habis kisaran 5 kilogram cabai. Kemarin harga cabai yang naik 3 kali lipat jadi 80 ribu bakal kerasa kalau terus lanjut,” ujarnya.
Sarjiono menambahkan, cabai merupakan bahan utama bumbu mie jebew dan sambal mie ayam sehingga tidak bisa dikurangi. Kondisi itu memaksanya memperkecil margin demi menjaga rasa.
Kenaikan harga diakuinya berdampak pada ekonomi keluarganya.
“Satu bulan bersihnya itu saya tidak pernah sampai megang uang Rp 500.000 di akhir bulan. Kalau harian biasanya cuma habis 1,5 kilo sampai 2 kilo mie. Ya 18 porsi saja,” kata dia.
Hal serupa dialami Rita (43), pedagang rica-rica bekicot dari RT 11 RW 08 Desa Dawuhan yang berjualan di depan kantor UPT PLN selatan Terminal Surodakan. Ia menyebut kenaikan harga cabai dan bawang merah langsung menekan pendapatannya.
Pengurangan takaran bumbu pernah ia lakukan, tetapi hasilnya justru memicu komplain pelanggan.
“Saya ubah takaran bumbunya, pelanggan saya pada langsung mengeluh minta dibuat seperti biasa,” katanya.
Dalam sehari, Rita bisa menjual 2 sampai 3 kilogram rica-rica bekicot dengan keuntungan bersih sekitar Rp 70.000 setelah dipotong biaya bumbu, transport, dan kebutuhan lain. Namun, kenaikan harga bawang merah dari Rp 35.000 menjadi Rp 46.000 membuat pendapatan hariannya ikut turun.
“Kalau harganya naik seperti ini satu hari yang seharusnya bisa dapat Rp 70.000 bisa kurang Rp 20.000 lebih,” ujarnya.
Sukir (56), pedagang nasi lalapan dari RT 01 RW 01 Kelurahan Ngantru, juga merasakan tekanan yang sama. Penjualannya sudah turun sejak pandemi Covid-19 dan kini semakin tertekan oleh lonjakan harga bahan baku.
“Dulu satu hari itu bisa dapat 1 juta omzetnya. Tapi sekarang tak sampai Rp 500.000, padahal untuk belanja itu satu hari bisa habis setengah juta,” kata dia.
Sementara itu, kondisi berbeda dialami Muji Tulis Liana (47), pedagang pangsit serta belasan menu lain seperti ayam geprek dan ayam bakar di RT 10 RW 03 Kelurahan Ngantru.
Ia biasa membeli satu kilogram cabai untuk kebutuhan sepuluh hari, namun kini memilih mengurangi setengahnya dan membeli lagi saat dibutuhkan.
“Di sini itu jualannya sama online, omzetnya kisaran di 2 sampai 3 juta rupiah. Saat harga-harga bumbu naik seperti ini ya tidak bisa mengurangi takaran. Daripada pelanggan kapok,” tuturnya.
Kabar Trenggalek - Ekonomi
Editor: Zamz















