Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Kembangkan Promosi Wisata, Ekspedisi Bengawan Solo 2022 Manfaatkan Teknologi Virtual Reality

Kabar Trenggalek - Ekspedisi Bengawan Solo 2022 manfaatkan teknologi virtual reality untuk mengembangkan promosi wisata. Hal itu disampaikan oleh Ermiko Effendi, Koordinator Misi Penjelajahan Ekspedisi Bengawan Solo 2022, Jumat (06/05/2022).Menurut Ermiko, Indonesia memiliki potensi besar dalam pemanfaatan teknologi Realitas Maya untuk meningkatkan perekonomian. Khususnya di akar rumput, utamanya pada sektorbisnis dan marketing kepariwisataan.Ermiko mejelaskan, sensasi dan perspektif yang didapat di dunia nyata, tersaji dan dinikmati secara maya berbasis 3 (tiga) dimensi. Ada seperangkat “ruang” maya yang mencakup piranti headset Virtual Reality (VR), Kacamata Augmented Reality (AR), serta aplikasi khusus yang terpasang pada telepon pintar atau perangkat komputer."Dalam konteks pengembangan pariwisata pedesaan, tim riset dan pengembangan Misi Ekspedisi Bengawan Solo 2022 saat ini sedang mempersiapkan Sebuah Tourism Marketplace Platform yang akan menyuguhkan layanan visualisasi Realitas Maya dari sejumlah destinasi wisata di Bantaran Bengawan Solo," jelas pemuda asal Trenggalek itu.Ermiko mengatakan, nantinya video akan diproduksi saat ekspedisi berlangsung-sebagai sarana promosi digital. Video Realitas Maya itu akan berfungsi sebagai jendela maya bagi calon pengunjung untuk dapat melihat secara singkat pemandangan.Calon pengunjung juga bisa menyaksikan ragam atraksi wisata yang disediakan oleh penyedia jasa pariwisata, sebelum mereka memutuskan untuk hadir/berkunjung secara nyata.[caption id="attachment_12481" align=aligncenter width=1058]Aliran Sungai Bengawan Solo Aliran Sungai Bengawan Solo/Foto: Watchdoc Image (YouTube)[/caption]Ermiko menyampaikan, perkembangan teknologi Virtual Reality (Realitas Maya) mulai dikembangkan pada tahun 80-an. Hingga saat ini, teknologi realitas maya terbukti mampu meningkatkan perekonomian global. Pada tahun 2010-an teknologi Realitas Maya mulai masuk ke Indonesia, melalui layanan konten hiburan, satu diantaranya adalah gim.Google, perusahaan raksasa di dunia maya, telah lebih dulu mengembangkan teknologi tersebut pada layanan google map, yakni 3D 360ºgoogle street view-sejak tahun 2007. Hingga kini, penggunaan teknologi Realitas Maya di Indonesia masih belum bisa menjangkau multisektor terutama untuk memunculkan nilai tambah terhadap peningkatan perekonomian secara luas."Teknologi Realitas Maya sejauh ini masih berkembang secara eksklusif dalam beberapa bidang saja. Selain gim (baik online maupun offline), konten Realitas Maya masih diaplikasikan secara terbatas dalam bentuk video pelatihan kerja (VR Training) pada perusahaan tertentu dan layanan dibeberapa digital platform seperti halnya yang dikenal luas masyarakat yakni google street view dan YouTube," ujar Ermiko.Menurut Ermiko, isu mengenai era metaverse santer berkembang di sejumlah negara maju. Gaungnya bahkan hingga pada kita yang berada di Indonesia. Perkembangan teknologi sebagaimana yang telah terjadi di era sebelumnya, cepat atau lambat akan masuk di Indonesia sebagai sebuah trend baru."Sehingga sudah seharusnya kita mulai fokus pada upaya memanfaatkan teknologi VR secara tepat untuk mengambil keuntungan dalam upaya meningkatkan bertumbuhnya perekonomian di masa mendatang," kata Ermiko.[caption id="attachment_12910" align=aligncenter width=905]Ilustrasi pemanfaatan teknologi Virtual Reality dalam ekspedisi Bengawan Solo 2022 Ilustrasi pemanfaatan teknologi Virtual Reality dalam ekspedisi Bengawan Solo 2022/Foto: Dokumen Ekspedisi Bengawan Solo 2022[/caption]Ermiko menyebutkan, selain untuk mengembangkan promosi wisata, teknologi Realitas Maya bisa dimanfaatkan sebagai sarana kampanye lingkungan hidup."Dalam upaya menumbuhkan kesadaran publik untuk menjaga lingkungan hidup di tengah ancaman dampak buruk perubahan iklim dan pemanasan global, pelbagai pihak gencar membuat materi kampanye dan menyebarkannya ke beragamaan linimassa daring," ujarnya.Ermiko memandang, konten kampanye sejauh ini dibuat dengan narasi dan informasi visual-ilustrasi, infografis, foto dan video, belum mampu membawa emosi pembaca/pemirsa masuk dalam situasi yang sebenarnya terjadi di lapangan."Mungkin hal itulah yang menjadi salah satu penyebab tumbuhnya kesadaran publik untuk peduli terhadap isu lingkungan hidup belum sebanding dengan upaya kampanye yang telah dilaksanakan," ucap Ermiko."Dengan memadukan antara reportase langsung di lapangan dan pemanfaatan teknologi Realitas Maya, akan menjadi sebuah fenomena yang memungkinkan bagi kita membawa sebuah peristiwa di tempat yang jauh menjadi 'dekat' dengan khalayak," tandasnya.