Kaum introver kini menyambut tren baru yang disebut joy of missing out atau JOMO, yang secara perlahan menggantikan fenomena fear of missing out atau FOMO, perasaan cemas tertinggal dari tren atau aktivitas sosial.
Berbeda dengan FOMO yang membuat seseorang merasa harus selalu terlibat, JOMO justru menawarkan kenyamanan dengan pilihan untuk tidak mengikuti semua yang sedang populer.
Psikolog Klinis Susan Albers dari Cleveland Clinic menjelaskan bahwa JOMO memungkinkan individu menikmati hidup dengan berfokus pada kebahagiaan pribadi tanpa merasa tertinggal.
"JOMO berarti menemukan kebahagiaan saat tidak mengikuti arus. Ini tentang memprioritaskan diri sendiri," kata Albers dalam sebuah wawancara.
Bagi sebagian orang, memilih untuk tidak menghadiri undangan pesta atau acara sosial adalah pilihan yang memberi ketenangan.
Albers menambahkan bahwa JOMO memberi ruang untuk keaslian, mendorong orang untuk menentukan prioritas berdasarkan kebutuhan mereka sendiri.
Konsep JOMO pertama kali diperkenalkan oleh Anil Dash, seorang pengusaha asal Amerika Serikat, yang menulis tentang hal ini di blog pribadinya pada 2012.
Dash menemukan manfaat dari memilih untuk tidak aktif bersosial setelah kelahiran putranya, yang memberinya perspektif baru tentang kebahagiaan.
Menurut Albers, JOMO sering kali menarik bagi individu yang lebih introver dan cenderung memilih aktivitas tenang, sementara FOMO lebih umum di kalangan ekstrover yang ingin selalu mengikuti perkembangan terbaru.
Meskipun JOMO sering dikaitkan dengan manfaat seperti peningkatan keseimbangan hidup dan produktivitas, Albers memperingatkan bahwa penerapan berlebihan dapat berdampak negatif.
"Kadang, mengamati aktivitas orang lain justru bisa menjadi sumber inspirasi yang bermanfaat," kata Albers, menambahkan bahwa keseimbangan antara JOMO dan keterbukaan terhadap pengalaman baru adalah kunci untuk meraih kehidupan yang kaya dan bermakna.