Adanya organisasi masyarakat merupakan salah satu bentuk manifestasi Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum. Menurut UU No. 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila.Banyak masyarakat yang memilih gabung atau membuat ormas untuk mengaktualisasi diri. Kalau dilihat dari dasar hukumnya, ormas memang salah satu wadah/jalan yang tepat untuk menempa diri, berproses, serta memperjuangkan cita-cita dan kepentingan yang sama dengan banyak orang.Sehingga, tak heran apabila tiap daerah memiliki ormas yang banyak. Namun banyaknya jumlah ormas yang ada di daerah bukan suatu barometer kedewasaan masyarakatnya.Tentunya hal ini dibuktikan dengan adanya ormas-ormas melakukan aksi anarkistis. Bahkan bentrokan antar ormas pun sering terjadi hanya gara-gara masalah sepele, beda ideologi, beda dukungan tokoh politik.Perlu digaris bawahibahwa peristiwa perbuatan melanggar hukum yang dilakukan ormas bukan suatu kebetulan, itu semua ada sebab-sebab yang menimbulkan konflik. Penyebab yang paling dasar adalah dari internalnya sendiri.
1. Pola Rekrutmen yang Asal-asalan
Proses kaderisasi yang dilakukan secara massal oleh ormas tak selalu menghasilkan orang-orang yang berkompeten. Ini terjadi karena ormas melakukan kaderisasi dengan cara memberikan mimpi palsu. Ormas biasanya berdalih dengan nama 'Kaderisasi Dasar'.Padahal Kaderisasi merupakan landasan dalam organisasi karena kader yang direkrut akan diwarisi nilai-nilai organisasi yang baik, meneruskan perjuangan organisasi berdasarkan AD-ART yang telah dibuat. Hal ini tentunya meng-kader dengan cara yang rasional.
2. Kader Karbitan
Bukan rahasia umum lagi bahwa ormas-ormas besar pun sering merekrut kader hanya karena orang itu memiliki finansial yang berlebih biasanya disebut sebagai orang berduit. Sehingga, dampak kedepannya ormas akan ketergantungan atau merasa berhutang kepada orang yang telah direkrut sendiri.Orang berduit ini akan lebih leluasa memainkan perannya di dalam ormas. Istilahnya duit digunakan sebagai bahan bakar untuk memengaruhi kader-kader yang ada di dalamnya demi memuluskan kepentingan pribadi.
3. Ketua Warisan
Bagi saya dua hal yang saya sampaikan tersebut tidak menutup kemungkinan masa depan ormas semakin suram. Ormas akan diisi orang-orang oportunis. Yang masuk ke dalam ormas hanya mengusung kepentingan pribadi dan mengesampingkan kepentingan bersama.Dinamika ini akan terlihat dengan jelas saat ormas sedang melakukan pemilihan Ketuanya yang berakhir ricuh, dan juga ada yang memilih diam tak berbuat karena kecewa dengan keputusan sepihak.Kalau menganut sistem demokrasi yang sehat, tentu saja pemilihan dilakukan dengan cara 'voting' dalam lingkup kecil. Namun faktanya masih ada ormas yang ketuanya menjabat selama puluhan tahun hingga rambutnya rontok ditelan jaman.Tanpa adanya pola kaderisasi yang terstruktur dan rasional ormas perlahan semakin kesulitan melangsungkan visi dan misi organisasinya hingga nanti akan berdampak pada kegagalan pengelolaan organisasi.Dampaknya kader-kader yang awalnya telah dibangun sukses menjadi pejabat/tokoh politik, hanya menjadi sapi perahan Ketua Ormas. Awalnya pejabat yang memiliki tugas dan tanggung jawab kepada rakyat malah berbalik fokus memikirkan ormasnya.Sehingga anggapan saya masih sering bermunculan praktik-praktik KKN yang dilakukan oleh pejabat publik hanya untuk memenuhi kebutuhan ormas.
4. Ormas Besar Saling Minta Jatah
Tak bisa dipungkiri, ormas yang besar skala nasional hingga daerah bakal mendominasi lapangan perang. Bahkan kala pemerintah menyediakan pesangon hibah untuk ormas.Pesangon hibah ini justru bagi saya tidak bakal melancarkan pergerakan ormas. Justru salah satu sebab menghancurkan ormas besar dengan melibatkan dengan gesekan uang dari pemerintah.Tak hanya itu, kepentingan individu masuk ormas besar banyak latar belakang. Contohnya alumni ormas ada yang berkedudukan menjadi pejabat publik yang posisinya potensial. Maka hal demikian banyak lidah yang panjang dari kader-kader untuk ikut merapatkan barisan agar ketika ada lowongan pekerjaan mendapat rekomendasi dari alumni ormas itu.Tapi setidaknya, ormas yang besar juga menjadi wadah kontribusi pengurangan pengangguran, walaupun caranya tidak sesuai dengan pijakan negara demokrasi.*Opini ini buah pikiran dari warung kopi. Jika terasa pahit bagi pembaca mungkin ini adalah obat untuk mengurangi rasa manis dalam kehidupan pembaca.
*) Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi kabartrenggalek.com.