KBRT - Idulfitri menjadi momen menyenangkan, ketika setiap rumah membuka lebar pintunya untuk menyambut tetangga maupun kerabat guna mempererat silaturahmi dan menikmati jajanan musiman yang jarang ditemui di hari-hari biasa.
Bagi Suratin (72), warga RT/RW 07/03, Desa Sukorame, Gandusari, Lebaran tak lengkap tanpa kehadiran kue satu buatan anaknya. Sejak ditinggal oleh ketiga anaknya dan hidup seorang diri, ia selalu menanti momen Lebaran agar dapat menikmati kue satu bersama anak-anaknya yang pulang kampung.
"Setiap Hari Raya, anak saya selalu membuatkan kue dari beras ketan yang disangrai ini untuk meramaikan meja. Meski tidak selalu habis, satu tetap ditanyakan sebagian tamu yang datang ke sini," ujarnya.
Suratin menjelaskan, kue satu buatan anaknya hanya menggunakan dua bahan dasar, yakni beras ketan dan gula merah. Meski tak pernah membuat sendiri, ia hafal betul proses pembuatannya yang sederhana.
"Kue satu tidak begitu dikenal di sini, peminatnya kebanyakan adalah orang-orang jauh yang awalnya penasaran dengan rasanya," ungkapnya.
Kue satu memiliki rasa manis dan tekstur yang mudah hancur saat masuk ke mulut. Rasanya mirip seperti kue brem, tetapi tanpa sensasi dingin. Namun, kue ini rawan membuat penderita sakit gigi meringis kesakitan dan mudah menyebabkan tersedak karena rasa manis serta teksturnya yang menyerbuk.
"Di lingkungan ini sudah sangat jarang yang membuat kue satu. Hanya salah satu saudara saya di ujung desa lain yang dulu sempat membuat kue ini untuk hidangan di Hari Raya," tandasnya.
Suratin memaparkan, proses pembuatan kue satu cukup sederhana. Awalnya, beras ketan disangrai hingga berwarna sedikit kecokelatan. Setelah itu, beras ketan yang telah disangrai dihaluskan hingga menjadi tepung, lalu dicampur dengan gula merah yang telah diparut menggunakan perbandingan 1:1.
"Saat dicampur, gula merah parut dan tepung beras ketan dilumatkan menggunakan tangan sampai menyatu dan kalis, agar mempermudah saat proses pencetakan," paparnya.
Adonan kue satu kemudian dimasukkan ke dalam cetakan jelly kecil sekali telan, lalu ditekan-tekan menggunakan tangan hingga padat agar tidak hancur saat dilepaskan dari cetakan.
"Proses membuat adonan dan mencetak kue satu membutuhkan kesabaran karena bisa memakan waktu satu jam lebih untuk satu kilogramnya," imbuhnya.
Setelah dipadatkan, cetakan kue satu dijatuhkan agak keras di atas nampan agar kue dapat terlepas dari cetakannya. Usai dicetak, kue satu bisa langsung disusun di dalam toples tanpa perlu dimasak lagi karena seluruh bahannya telah matang sebelum dicetak.
"Saya biasa dibuatkan dua toples kue satu oleh anak saya dari Tulungagung. Jika tidak habis, sisanya kerap dibawa anak saya yang sekarang tinggal di Malang untuk oleh-oleh," pungkasnya.
Kabar Trenggalek - Sosial
Editor:Zamz