KBRT – Pemerintah Kabupaten Trenggalek bekerja sama dengan UIN Sunan Ampel (UINSA) Surabaya mengubah bekas tambak udang di Desa Wonocoyo, Kecamatan Panggul, menjadi Tambak Mangrove.
Program ini mendapat sambutan positif dari masyarakat dan pemilik tambak setempat, dengan enam orang ikut sebagai pioneer awal secara sukarela.
Langkah tersebut digagas oleh Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin (Mas Ipin) bersama UINSA untuk menambah luasan sabuk hijau di pesisir pantai Panggul.
Selain memperkuat ekosistem, upaya ini juga bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman abrasi dan bencana laut.
“Agenda hari ini inisiasi Tambak Mangrove, kita sebutnya. Jadi ini berada di delta sungai yang biasanya cenderung ada abrasi, kita ingin menambah luasan sabuk hijau,” jelas Mas Ipin saat penanaman mangrove di bekas tambak udang.
Ia menambahkan, penanaman mangrove di sekitar delta sungai memiliki tantangan tersendiri.
“Kalau ditanam di sini, kadang ketika debit tinggi dan masih kecil, akarnya belum kuat akhirnya hanyut. Kedua, ketika dijadikan tambak udang, maka alih fungsi lahannya sedikit berbahaya ke depan untuk ekosistem dan keselamatan,” imbuhnya.
Mas Ipin menyebut, pendekatan ekologis ini penting untuk menghadapi potensi ancaman megathrust yang menghantui wilayah pesisir. Karena itu, penguatan sabuk hijau dianggap langkah penting dalam menjaga keselamatan masyarakat.
“Alhamdulillah, hari ini teman-teman KPH dan masyarakat yang sebelumnya memanfaatkan tambak udang, kini bersama UINSA membuat tambak ini menjadi Tambak Mangrove,” ujarnya.
Menurut Bupati Trenggalek, program tersebut tidak menghilangkan mata pencaharian warga. Justru, ekonomi masyarakat bisa bergeser ke arah yang lebih ramah lingkungan.
“Tambak mangrove bagus untuk ekologi dan ekonomi. Ekosistem ini bisa menjadi tempat hidup udang, ikan, dan kepiting. Kita bisa memanen hasil alami dari sana,” katanya.
Bibit mangrove yang digunakan berasal dari Surabaya dan jenis lokal Bogem yang dikenal mudah beradaptasi. “Sudah ada enam penambak yang mendeklarasikan diri sebagai pioneer dengan total luasan sekitar 6.000 meter persegi. Dari situ kita akan mengajak yang lain ikut terlibat,” terang Mas Ipin.
Ia menegaskan, tambak mangrove juga membuka peluang baru di sektor ekonomi lingkungan dan pariwisata.
“Kalau tambak udang, apa yang mau dijual sebagai destinasi? Tapi kalau mangrove, bisa jadi ekowisata. Apalagi di sini ada delta sungai dan airnya tenang, potensinya luar biasa,” ungkapnya.
Ketua Prodi Ilmu Kelautan UINSA, Andik Dwi Muttaqin, menjelaskan bahwa program ini sudah lama direncanakan dan sempat melalui uji coba dengan 500 bibit mangrove tahun sebelumnya.
“Program ini sudah lama kita diskusikan dengan Mas Bupati, baru hari ini bisa terealisasi karena beberapa hal. Ini murni pemberdayaan masyarakat agar berdaya bersama. Cita-citanya sejalan dengan target Net Zero Carbon Mas Bupati,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua KTH Sido Rukun, Mohammad Yasin, menyambut baik langkah konversi tambak udang menjadi tambak mangrove.
“Dengan adanya program ini kami berterima kasih kepada Pak Bupati dan juga UINSA. Semoga hutan kita semakin lestari. Tambak ini tidak boleh sebenarnya, dan kami alihkan menjadi kawasan Tambak Mangrove. Kami sangat setuju dan welcome terhadap program ini,” tegasnya.
Kabar Trenggalek - Lingkungan
Editor:Zamz












