Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account
ADVERTISEMENT
Fighter 2024

Harga Beras Mahal dan Stok Langka di Pasaran, Diduga akibat Jor-joran Bansos

Harga beras kembali melonjak dan mencetak rekor baru, baik untuk jenis premium maupun medium. Data Panel Harga Badan Pangan per Jumat (16/2/2024), menunjukkan harga beras premium naik Rp40 ke Rp15.940 per kg. Sebelumnya, 9 Februari 2024, harganya masih di Rp15.530 per kg.

Sementara garga beras medium naik Rp20 ke Rp13.970 per kg. Sepekan lalu, harganya masih di Rp13.600 per kg. Harga tersebut adalah rata-rata harian nasional di tingkat pedagang eceran, mengutip Panel Harga Badan Pangan, pukul 14.25 WIB.

Anggota Komisi XI DPR RI, Hidayatullah, menilai kebijakan pemerintah yang melakukan jor-joran bansos beras diduga menjadi salah satu penyebab harga beras mahal dan stok langka di pasaran. Menurutnya, berdasarkan data BPS, faktor inflasi komoditas makanan adalah penyumbang inflasi terbesar.

“Peranan komoditas makanan mencapai 74,21%, sementara non makanan hanya sebesar 25,75% [Maret 2023], pemerintah harus segera mengatasi, apalagi disinyalir jor-joran bansos beras juga merupakan penyebab beras langka,” ujar Hidayatullah, dilansir dari laman DPR RI.

“Rakyat mengeluh harga makanan terus melonjak naik, masalah ini terkait tata kelola yang masih semrawut kemudian data pangan yang tidak akurat hingga insentif bagi petani berkurang, terbukti beras produksi Indonesia menjadi yang termahal di antara negara produsen beras,” tambah Politisi Fraksi PKS itu.

Hidayatullah menyebutkan, berdasarkan data BPS beberapa komoditas yang perlu diwaspadai kenaikan harganya adalah cabai merah, beras, dan daging ayam ras.

“Karena kenaikan harga harga tersebut akan berpotensi menjadi penyumbang inflasi Februari 2024, tentu pemerintah tidak boleh tinggal diam karena yang terdampak adalah rakyat,” ucapnya.

Ia juga mengungkapkan faktor harga beras yang tinggi saat ini disebabkan dominansi pasar beras di dalam negeri dikuasai oleh sekelompok konglomerat, yang semestinya dikuasai oleh negara lewat Perum Bulog.

“Selain karena masalah keterbatasan pasokan, juga tata kelola beras selama ini masih amburadul,” tandasnya.