Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Enam Kades Banyuwangi Bersolidaritas untuk Pembebasan 3 Petani Pakel

Solidaritas terus mengalir deras untuk pembebasan 3 petani Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, yang ditangkap paksa oleh Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) sejak 3 Februari 2023 lalu.

Tiga petani Pakel itu adalah Mulyadi (Kades Pakel) Suwarno (Kasun Durenan), dan Untung (Kasun Taman Glugoh). Kali ini, solidaritas datang dari enam Kades Banyuwangi. Kades itu berasal dari Desa Tamansari, Licin, Banjar, Kluncing, Jelun dan Segobang, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi.

Informasi itu disampaikan oleh Tim Advokasi Gerakan Rakyat untuk Kedaulatan Agraria (TeKAD Garuda) melalui rilis resminya. Pada Kamis, (16/02/2023), TeKAD Garuda kembali menyerahkan surat jaminan penangguhan penahanan untuk petani Pakel.

Selain itu, TeKAD Garuda juga menyerahkan surat jaminan penangguhan dari Konsorsium Pembaruan Agraria, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional, IMPARSIAL dan Kontras Jakarta. Jaminan permohonan penangguhan penahanan ini sebagai bentuk solidaritas, sekaligus membuktikan luasnya dukungan publik untuk kriminalisasi trio Pakel.

Sebelumnya terdapat 1.000 lebih warga Pakel yang menjaminkan diri, lalu ditambah dari Paguyuban Petani Jawa Timur yang memiliki basis anggota hampir lebih dari 7000 petani, lalu juga jaringan nasional lainnya turut menjaminkan diri.

Dukungan publik tidak berhenti di situ. Sekitar 23.000 lebih masyarakat menandatangani petisi di change.org, mereka meminta pembebasan tiga warga Pakel yang ditahan, serta menghentikan segala kriminalisasi dan meminta Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan konflik agraria di Desa Pakel.

Jauhar Kurniawan, salah satu anggota tim hukum dari Tekad Garuda, menyampaikan bahwa bertambahnya dukungan khususnya dari enam kepala desa dari Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi. Warga dengan sadar mendukung penghentian segala kriminalisasi serta meminta membebaskan tiga petani yang ditahan di Polda Jatim.

Selain sejak awal cacat prosedur, kata Jauhar, kasus ini sendiri merupakan bagian dari upaya membungkam suara rakyat yang berusaha mencari keadilan. Ia mengatakan, warga Pakel tengah berjuang untuk mendapatkan hak atas tanah, di mana mereka adalah korban ketimpangan penguasaan lahan.

"Banyaknya dukungan dari masyarakat untuk penangguhan penahanan trio pakel ini menunjukkan bahwa mereka tidak layak untuk dipenjara. Mereka sedang berjuang untuk untuk keadilan agraria. Polisi seharusnya peka dengan ini dan segera mengeluarkan mereka dari penahanan," kata lelaki yang juga pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya itu.

Sebelumnya, pada Jumat (03/02/2023) malam, 3 petani Desa Pakel-Banyuwangi, yakni: Mulyadi, Suwarno, dan Untung ditangkap oleh pihak kepolisian saat menuju Desa Aliyan untuk menghadiri rapat Asosiasi Kepala Desa Banyuwangi.

Tiga petani Pakel itu dikenakan tuduhan Pasal 14 dan atau 15 Undang-undang nomor 1 Tahun 1946. Untuk melawan kriminalisasi tersebut, dan sebagai upaya mencari keadilan serta perlindungan terhadap pejuang HAM, pada Senin, 30 Januari 2023, Mulyadi dkk bersama tim hukum menempuh Pra Peradilan di PN Banyuwangi dengan nomor 2/Pid.Pra/2023/PN Byw.

TeKAD Garuda melakukan sidang perdana pra-peradilan atas kasus ini pada 17 Februari 2023. Menurut Jauhar, penangkapan hingga penahanan tidak sesuai prosedur. Seperti dalam surat pemanggilan tidak jelas apa yang dimaksud dengan penyiaran berita bohong, lalu surat dikirimkan melalui kurir dan sampai satu hari sebelum pemeriksaan dan surat penahanan juga sampai setelah petani Pakel ditangkap.

"Jelas ini bentuk pelanggaran prosedur. Kami akan sangat menyayangkan jika dukungan dan permintaan publik ini tidak dilihat dan dipertimbangkan. Tentu, disini kami meminta pihak terkait untuk membuka mata hatinya. Selain itu, kriminalisasi ini akan terus berjalan, selama konflik agraria tidak kunjung diselesaikan,” tegas Jauhar.

Wahyu Eka Setyawan, perwakilan WALHI Jawa Timur, menyampaikan, sebelum kasus penangkapan ini terjadi, warga Pakel kerap mengalami kriminalisasi serupa. Ribuan masyarakat Pakel yang tergabung dalam Rukun Tani Sumberejo Pakel kerap dikriminalisasi karena terus berjuang mempertahankan tanah mereka yang dikuasai oleh PT Bumi Sari.

Padahal, lanjut Wahyu, banyak warga desa tidak mempunyai lahan, tetapi pemerintah melalui BPN Banyuwangi dengan tanpa pertimbangan dan melihat situasi ketimpangan lahan, menerbitkan sertifikat HGU, sehingga semakin menambah catatan buruk konflik agraria.

Wahyu menegaskan, TeKAD Garuda meminta Presiden Jokowi, Kementerian ATR/BPN, POLRI, KOMNAS HAM dan stakeholder terkait untuk memberikan perhatian yang lebih. Sebab, ada lebih dari 1500 warga di Desa Pakel tidak bertanah. Ketimpangan ini yang menjadi dasar perjuangan warga Pakel.

"Desa Pakel tidak berdaulat atas tanah airnya. Sehingga, sudah seharusnya aneka izin yang tumpang tindih dengan wilayah desa Pakel ini dicabut dan diredistribusikan ke warga yang tak bertanah, sebagaimana amanat UUPA 60 sebagai turunan UUD NRI 1945," tandas Wahyu.