Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account
ADVERTISEMENT
Fighter 2024

Diskusi Masalah Kesejahteraan, Rocky Gerung Uji Akal Sehat Masyarakat Trenggalek

Tokoh intelektual publik, Rocky Gerung menjadi keynote speaker pada diskusi ‘Manunggaling Kawula Akal Sehat’ dalam rangka ulang tahun Kabar Trenggalek yang ke 3, Senin (15/07/2024) di Gedung Utama Sport Center. Dalam diskusi tentang masalah kesejahteraan itu, Rocky Gerung uji akal sehat masyarakat Trenggalek.

Forum diskusi ini tidak berjalan satu arah. Rocky Gerung membuka diskusi melalui kontroversi dengan mengungkapkan masalah kesejahteraan masyarakat Trenggalek. Ia mengatakan, angka harapan hidup di Trenggalek tinggi, tapi masyarakat sering keluar masuk ke rumah sakit.

Selain Rocky Gerung, diskusi juga dipantik oleh Dikki Akhmar, seorang pengusaha sawit dan mentor green energy. Dikki mempertanyakan tingkat pendapatan per kapita masyarakat Trenggalek yang paling rendah nomor 2 di Jawa Timur.

Kabupaten Trenggalek memang punya segudang potensi ekonomi dari alam, akan tetapi potensi itu belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga tingkat kesejahteraan masyarakat Trenggalek begitu rendah.

Apalagi, Trenggalek menghadapi tantangan dari industri ekstraktif yang menjanjikan peningkatan kesejahteraan sekaligus berpotensi merusak alam.

Oleh karena itu, Rocky Gerung menguji akal sehat masyarakat Trenggalek dengan mempertanyakan apa argumentasi kritis analitis yang kuat untuk menolak industri ekstraktif? Serta, apa langkah yang akan dilakukan untuk mengelola potensi alam yang bisa meningkatkan kesejahteraan di Trenggalek?

“Kalau kita jadikan Trenggalek ini sebagai contoh bagaimana data itu kelihatan tidak konsisten, ada kebahagiaan [angka harapan hidup tinggi], tapi lebih banyak orang masuk rumah sakit. Kita mau periksa apa yang sebenarnya terjadi di situ sebetulnya? Kalau sumber daya yang ada di Trenggalek ini kita manfaatkan dengan baik, maksimalkan pohon durian, maksimalkan manggis, maksimalkan jalur pantai yang panjang itu, maka tidak mungkin kita pergi kepada industri ekstraktif,” ujar Rocky Gerung.

Menurut Rocky Gerung, industri ekstraktif, termasuk tambang emas, merupakan langkah terakhir yang akan diambil, kalau masyarakat Trenggalek sumber daya alam yang tidak merusak lingkungan. Ia mengatakan, secara hitung-hitungan ekonomi, tambang emas lebih cepat meningkatkan kesejahteraan, akan tetapi, tambang emas dapat dipastikan merusak lingkungan.

“Tambang emas pasti merusak lingkungan. Kadang kala kita bikin kalkulasi bahwa tambang emas itu lebih cepat menghasilkan kemakmuran daripada pohon durian. Pohon durian kena ulat, mati. Tapi juga, dengan cara yang sama kita mesti hitung apa ongkos ekologis dari tambang emas itu?,” ucap Rocky Gerung.

“Semua upaya pertambangan di seluruh dunia mesti mulai dari AMDAL [Analisis Mengenai Dampak Lingkungan]. Anda boleh persoalkan investasi di situ, tetapi mulai dengan data AMDAL,” imbuhnya.

Rocky Gerung mendorong Trenggalek menjadi proponen (pemuka) di dalam upaya untuk mempersoalkan kebijakan ekonomi nasional. Ia mencontohkan, suatu waktu nanti nasib Trenggalek sama dengan nasib Rempang. Karena diperlukan investasi, Presiden Jokowi ingin ada kegiatan industri di Rempang. Tanah yang diperlukan 7000 hektare, tapi yang digusur 17.000 hektare.

“Kan gak masuk akal, buat apa? Demikian juga kalau ada tambang di sini, dari awal kita tahu berapa yang dibutuhkan dan berapa hasil yang bermanfaat bagi rakyat? Bukan berapa hasil yang bisa menumbuhkan pertumbuhan ekonomi, karena itu palsu datanya. Karena semua hal yang diekstraksi dari bumi itu metodenya adalah harus menyebabkan CSR-nya [Corporate Social Responsibility] tinggal di Trenggalek, bukan pindah ke Solo CSR-nya,” terang Rocky Gerung.

Rocky Gerung menegaskan, ukuran bermutu atau tidaknya investasi di Trenggalek itu menjadi pilihan masyarakat. Kalau investasi asing, masyarakat perlu cek apakah di negara asalnya memungkinkan perusahaan itu beroperasi sambil merusak lingkungan. Persoalan ini harus ada datanya, supaya masyarakat Trenggalek mampu untuk mengargumenkan masalahnya.

“Tentu saya tahu bahwa ada situasi kemarahan karena menganggap bahwa suatu waktu nanti bumi ini, gunung-gunung karang itu, yang menjadi sumber pemukiman air itu akan menjadi kering. Tetapi mesti ada argumen yang kuat, karena kita ingin supaya setiap kali kebijakan itu diajukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, ada argumen tandingan,” tegas Rocky Gerung.

Paparan Rocky Gerung mendapatkan beragam respons dari masyarakat Trenggalek yang mengikuti diskusi tersebut. Seperti Zuhrun Nushka, pemuda Kecamatan Dongko, yang sudah memulai membuka jalur pendakian di Gunung Semungklung sebagai bentuk upaya pelestarian alam dari ancaman tambang emas.

Kemudian, Mukti Satiti, warga Kecamatan Panggul yang mengatakan Trenggalek punya potensi kelautan dan pertanian yang tidak dimaksimalkan oleh pemerintah, padahal potensi itu bisa menjadi ekonomi tanding terhadap tambang emas.

Lalu, Adi Treswantoro, warga Kecamatan Pogalan, yang meyakini sekalipun tambang emas dikelola dengan baik, belum tentu bisa menyejahterakan masyarakat karena pejabat pemerintah yang berpendidikan, faktanya melakukan korupsi.

Menanggapi berbagai respons tersebut, Rocky Gerung menyimpulkan bahwa alasan penolakan tambang emas di Trenggalek karena masyarakat Trenggalek tidak percaya kepada pemerintah yang kebijakannya hanya menguntungkan segelintir orang. Ia menyambungkan kegelisahan masyarakat Trenggalek dengan kebijakan hilirisasi tambang oleh pemerintah. Hilirisasi seakan-akan bersih, tapi masalahnya ada di hulu yang pemerintah dan pengusahanya kotor.

“Saya beri contoh satu aja ya, yang disebut hilirisasi itu adalah upaya untuk membujuk investor masuk ke Indonesia. Sekaligus untuk memperlihatkan bahwa pemerintah peduli pada lingkungan, karena itu yang dilihat adalah ujungnya hilirnya. Pemerintah dalilkan mereka comply [patuh] dengan seluruh regulasi Eropa...tapi masalahnya bukan di hilir, masalahnya di hulu. Kalau di hulu pemain emas itu cuma 4 orang, pemain nikel cuma 5 orang, pemain batu bara cuma 7 orang, itu artinya tidak ada kompetisi yang fair,” jelas Rocky Gerung.

“Jadi bersih di hilir, tapi kotor secara politik di hulu. Itu masalahnya. Karena anda tidak percaya kalau di hulu itu akan ada kompetisi yang bener, AMDAL misalnya bukan favoritisme, jadi udah, tolak aja dengan [argumen] kami gak percaya,” tandasnya.

Tonton Full Diskusi "Manunggaling Kawula Akal Sehat" di YouTube Kabar Trenggalek: