Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Cerita Pasrah Warga Trenggalek, Terlantar Saat Kerja di Timor Leste

Kubah Migunani

Pasrah, raut wajah yang menyelimuti keluarga Budi Ismanto, RT 02 RW 01 Desa Sukorejo, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Trenggalek. Pasrah tersebut bentuk pelajaran baginya atas peristiwa bulan Juli 2024 ini.

Pada bulan ini, Budi Ismanto ditelantarkan dengan 10 temannya di Negara Timor Leste. Niatnya bertandang ke luar negeri tersebut tak lain mengadu nasib menjadi kuli bangunan untuk penghidupan keluarga.

Saat penulis menghampiri ke rumahnya, Budi Ismanto cukup tegar. Bahkan saat wawancara ia langsung berkata “Teko ngomah slamet dan kumpul keluarga alhamdulillah banget, [Sampai rumah selamat dan kumpul keluarga alhamdulillah],” ucapnya.

Budi Ismanto memendam rasa kecewa karena ditelantarkan. Meski begitu, tak ada dendam yang terbesit. Dengan tegar, ia duduk di kursi menceritakan awal mula berangkat ke Timor Leste.

Bekerja ke negeri orang bukan keinginannya seorang. Melainkan ajakan teman. Hingga pada 13 Juni 2024 ia berangkat naik pesawat lewat Bandara Udara Internasional Juanda, bersama 10 warga Tulungagung.

“Sampai sana saya sempat bekerja dua mingguan. Pertama yang saya kerjakan membuat bangunan pagar untuk proyek, kedua mencuci mobil,” katanya sambil mengingat peristiwa yang baru ia lakoni.

Sebelumnya, Budi Ismanto bekerja menandatangani kontrak kerja. Bahkan pada kontrak kerja tertuang masa aktif kerja selama 1 tahun. Namun ia tak memiliki salinannya.

“Karena mau apes jalannya ada saja, biasanya dulu pas kerja juga di Afrika, kontrak saya tanda tangan di rumah. Lha ini tanpa curiga saya iyakan tanda tangan di sana [Timor Leste],” ceritanya.

Dia ingat, perusahaan hanya memberikan uang 150 US Dollar. Uang tersebut sudah habis, karena untuk makan dan membeli peralatan dapur dan mendirikan tempat masak di dekat proyek.

Sekitar awal Juli 2024, tanpa ada tanda-tanda apapun, semua karyawan diberhentikan sepihak. Budi Ismanto diangkut menggunakan truk selama 4 jam masuk perbatasan Timor Leste-Indonesia.

Kemudian diturunkan begitu saja tanpa ada uang saku dari perusahaan. “Pas diturunkan semua bingung, akhirnya mencari jalan keluar semua iuran, akhirnya terkumpul Rp250 ribu dan bisa untuk menaiki pick up hingga dekat perkampungan,” katanya.

Pria kelahiran 1982 tersebut bersama temannya turun di Masjid. Ia sempat berpamitan mau menginap di Masjid. Namun datanglah ‘orang baik’ yang menolong rombongan Budi Ismanto.

Dengan ringan tangan, orang itu mengantarkan Budi Ismanto ke Kabupaten Belu, Kecamatan Atambua, Nusa Tenggara Timur. Di sana ia bertemu dengan warga Jawa yang merantau.

Dari situ komunikasi mulai terbuka dan ada jalan keluar. “Di sana saya ketemu keluarga Jawa, dan disambungkan kepada pemerintah setempat. Mulai dari Tulungagung hingga Trenggalek.

Saya di sana kisaran 4 hari, kalau tanggalnya saya lupa mas,” ingat Budi Ismanto. Dari Atambua, Budi Ismanto bergeser ke Kupang, serta disambut dengan hangat keluarga Kupang.

Dari Kupang, ia akan balik ke Jawa dengan menaiki Kapal. Sebab, kapal tidak setiap hari sandar harus menunggu 10 hari. “Pada waktu membeli tiket pas kapalnya berangkat, jadi harus menunggu lagi mas.

Kemudian berangkat 15 Juli 2024 dan sampai sini 18 Juli 2024,” tegasnya. Pengakuan selama merantau, Budi Ismanto tak mengeluarkan sepeser uang. Karena perusahaan akan memotong biaya tiket pesawat dengan gajinya.

Namun, belum gajian ia sudah diberhentikan kontrak. “Tiga kali saya kerja di luar negeri. Pertama di Afrika Aljazair, kemudian Afrika Gabon, tapi yang Timor Leste ini bener-bener apes mas. Tapi ndak papa, ada yang membalas sendiri,” tandasnya.

Tak lupa, ia berterima kasih kepada sanak saudara Jawa yang sudah membantu. Terlebih Pemerintah Trenggalek yang sudah mengusahakan dan memperhatikan saat ia terkena musibah.

Bapak dua anak tersebut tak bakal kapok untuk merantau. Sebab, ia kudu menjadi tulang punggung anak dan keluarga agar dapur tetap ngebul. Tapi ia tetap waspada karena pelajaran ini tak ingin dilakoninya lagi.

Sementara itu, Lilis Suprapti, istri Budi mengatakan sempat tak dikabari kalau suaminya ditelantarkan. Namun ia dikabari ketika sang suami sudah mendapat pertolongan.

Bahkan, Lilis Suprapti selalu menguatkan suaminya agar tetap semangat dan tidak putus asa. Apapun yang sudah terjadi, menurutnya tetap lapang hati dan akan diberikan balasan yang setimpal.

“Ya saya sebagai istri harus menguatkan, yang lalu biarlah berlalu dan masih ada kesempatan lagi dan lebih berhati-hati,” tandasnya.

Kopi Jimat