 Edi Yuwantoro, sedang merias pegiat jaranan Trenggalek/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Ayah dua anak itu hanya memimpikan jika kesenian tarian jaranan tetap ada, agar budaya asli tanah air itu bisa terus eksis walaupun di era milenial. Oleh karena itu, dia tak merasa keberatan jika kegiatan seninya tidak menghasilkan pundi-pundi rupiah."Pekerjaan bertani kadang juga kuli," kata pria brewok itu.Edi sudah tidak muda lagi, tapi usia bukan batasan untuk berkesenian. Dengan telaten Edi dan kuas riasnya melukis wajah setiap peserta jaranan. Tiap kegiatan, setidaknya ada 40 wajah yang dirias."Capek pasti, tapi saya menikmatinya," ucap pria kelahiran 1974 tersebut.Peran utama Edi memang perias jaranan. Peran itu tidak sepele, karena membutuhkan kejelian dan ketelatenan. Suatu hal yang bisa menyulitkan perias, yang tak lain adalah memunculkan karakter dan menyelaraskan-nya."Tiap wajah itu punya karakter masing-masing, jadi bagaimana perias bisa memperkuat karakter tiap pemain," ujar warga Desa Dawuhan, Kecamatan Trenggalek itu.Edi adalah perias unik. Dia memakai kosmetik racikan sendiri. Kosmetik itu aman di kulit, karena berbahan alami, bukan kimia. Namun, Edi tidak bisa membeberkan rahasia kosmetik buatannya, oleh sebab bahan-bahan kosmetik itu dari warisan keluarga."Ada tiga warna, yakni hitam, merah, dan putih. Tapi kalau bedak masih pakai bedak pada umumnya," ucapnya.Menyinggung kegiatan seni yang mulai diperbolehkan, Edi berharap, agar pandemi Covid-19 tetap melandai, sehingga kegiatan kesenian terus bertahan."Bisa kompak lagi dengan rekan-rekan pegiat budaya," tandasnya.
 Edi Yuwantoro, sedang merias pegiat jaranan Trenggalek/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Ayah dua anak itu hanya memimpikan jika kesenian tarian jaranan tetap ada, agar budaya asli tanah air itu bisa terus eksis walaupun di era milenial. Oleh karena itu, dia tak merasa keberatan jika kegiatan seninya tidak menghasilkan pundi-pundi rupiah."Pekerjaan bertani kadang juga kuli," kata pria brewok itu.Edi sudah tidak muda lagi, tapi usia bukan batasan untuk berkesenian. Dengan telaten Edi dan kuas riasnya melukis wajah setiap peserta jaranan. Tiap kegiatan, setidaknya ada 40 wajah yang dirias."Capek pasti, tapi saya menikmatinya," ucap pria kelahiran 1974 tersebut.Peran utama Edi memang perias jaranan. Peran itu tidak sepele, karena membutuhkan kejelian dan ketelatenan. Suatu hal yang bisa menyulitkan perias, yang tak lain adalah memunculkan karakter dan menyelaraskan-nya."Tiap wajah itu punya karakter masing-masing, jadi bagaimana perias bisa memperkuat karakter tiap pemain," ujar warga Desa Dawuhan, Kecamatan Trenggalek itu.Edi adalah perias unik. Dia memakai kosmetik racikan sendiri. Kosmetik itu aman di kulit, karena berbahan alami, bukan kimia. Namun, Edi tidak bisa membeberkan rahasia kosmetik buatannya, oleh sebab bahan-bahan kosmetik itu dari warisan keluarga."Ada tiga warna, yakni hitam, merah, dan putih. Tapi kalau bedak masih pakai bedak pada umumnya," ucapnya.Menyinggung kegiatan seni yang mulai diperbolehkan, Edi berharap, agar pandemi Covid-19 tetap melandai, sehingga kegiatan kesenian terus bertahan."Bisa kompak lagi dengan rekan-rekan pegiat budaya," tandasnya.Kawan Pembaca, Terimakasih telah membaca berita kami. Dukung Kabar Trenggalek agar tetap independen. 
Kabar Trenggalek - Sosial















