Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Cerita Edi Yuwantoro, Perias Seni Jaranan Trenggalek yang Tak Kejar Materi

Kabar Trenggalek - Suara kendang dan terompet menjadi identik kesenian jaranan yang ada di Trenggalek. Namun, pasca pandemi Coronavirus Disease (Covid-19), suara itu nyaris tak didengar banyak telinga, Sabtu (14/05/2022).Edi Yuwantoro, perias seni jaranan Trenggalek, memiliki darah kesenian sejak ia lahir. Hal itu bermula dari orang tuanya dulu yang menjadi pegiat kesenian jaranan. Darah itu merasuk hingga ke jiwanya. Sehingga Edi menjadi orang yang begitu mencintai kesenian jaranan pada khususnya.Setelah dua tahun berjalan, akhirnya kebijakan pemerintah memberi angin segar bagi pegiat seni, karena pembatasan kegiatan kesenian diberi kelonggaran.Edi kini terhitung sudah 32 tahun berkecimpung di dunia kesenian jaranan. Lama waktu itu, seni yang menyajikan tarian khas itu sampai kini tidak membuatnya berkantong tebal.Namun Edi tak merasa keberatan, karena tujuannya semata-mata untuk nguri-uri budaya, agar kesenian tarian jaranan tetap eksis dari generasi ke generasi."Kesenian jaranan ini hanya untuk kepuasan pribadi [hobi]. Berkegiatan seni jaranan itu tidak menguntungkan, karena pemasukan tidak cukup untuk membayar para pemain, jadi pemasukan akan dimasukkan ke kas," ungkapnya.[caption id="attachment_13192" align=aligncenter width=1296]Edi Yuwantoro, sedang merias pegiat jaranan Trenggalek Edi Yuwantoro, sedang merias pegiat jaranan Trenggalek/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Ayah dua anak itu hanya memimpikan jika kesenian tarian jaranan tetap ada, agar budaya asli tanah air itu bisa terus eksis walaupun di era milenial. Oleh karena itu, dia tak merasa keberatan jika kegiatan seninya tidak menghasilkan pundi-pundi rupiah."Pekerjaan bertani kadang juga kuli," kata pria brewok itu.Edi sudah tidak muda lagi, tapi usia bukan batasan untuk berkesenian. Dengan telaten Edi dan kuas riasnya melukis wajah setiap peserta jaranan. Tiap kegiatan, setidaknya ada 40 wajah yang dirias."Capek pasti, tapi saya menikmatinya," ucap pria kelahiran 1974 tersebut.Peran utama Edi memang perias jaranan. Peran itu tidak sepele, karena membutuhkan kejelian dan ketelatenan. Suatu hal yang bisa menyulitkan perias, yang tak lain adalah memunculkan karakter dan menyelaraskan-nya."Tiap wajah itu punya karakter masing-masing, jadi bagaimana perias bisa memperkuat karakter tiap pemain," ujar warga Desa Dawuhan, Kecamatan Trenggalek itu.Edi adalah perias unik. Dia memakai kosmetik racikan sendiri. Kosmetik itu aman di kulit, karena berbahan alami, bukan kimia. Namun, Edi tidak bisa membeberkan rahasia kosmetik buatannya, oleh sebab bahan-bahan kosmetik itu dari warisan keluarga."Ada tiga warna, yakni hitam, merah, dan putih. Tapi kalau bedak masih pakai bedak pada umumnya," ucapnya.Menyinggung kegiatan seni yang mulai diperbolehkan, Edi berharap, agar pandemi Covid-19 tetap melandai, sehingga kegiatan kesenian terus bertahan."Bisa kompak lagi dengan rekan-rekan pegiat budaya," tandasnya.