Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Catatan 21 Mei 1998: Krisis Ekonomi, Presiden Soeharto Mengundurkan Diri

Pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundurkan diri setelah gelombang protes besar dari masyarakat akibat krisis ekonomi. Hari itu menjadi penanda lengsernya kekuasaan Soeharto di orde baru selama 32 tahun menjabat sebagai presiden.Presiden Soeharto menyatakan, ”Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai Presiden Republik Indonesia terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini Kamis 21 Mei 1998".Berdasarkan riset "Berakhirnya Pemerintahan Presiden Soeharto Tahun 1998" oleh Lilik Eka dkk, Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP, Universitas Jember, ada beberapa faktor penyebab jatuhnya pemerintah Soeharto. Seperti krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia merupakan malapetaka bagi kekuasaan Soeharto. Krisis ekonomi membuat Soeharto kehilangan sumber potensial untuk memperkuat legitimasi bagi kekuasaannya.Krisis moneter yang melanda Thailand pada awal Juli 1997 merupakan permulaan peristiwa yang mengguncang nilai tukar mata uang negara-negara di Asia seperti Malaysia, Filipina, dan juga Indonesia. Rupiah yang berada pada posisi nilai tukar Rp2.500/US $ terus mengalami kemerosotan hingga 9 persen.Krisis yang sangat hebat ini telah mengakibatkan naiknya harga bahan-bahan kebutuhan pokok, harga premium naik dua kali lipat, ribuan usaha bangkrut, meluasnya pengangguran, terjadinya PHK secara besar-besaran dan membengkaknya jumlah orang miskin baru. Pemerintahan Soeharto selama berkuasa hanya mengandalkan legitimasi kinerja ekonomi bukan legitimasi moral dan prosedural.Krisis ekonomi merupakan pemicu utama menurunnya legitimasi Soeharto. Paradigma trickle down effect atau efek menetas ke bawah untuk pemerataan ekonomi merupakan formula andalan Orde Baru dalam pembangunan ekonomi nasional ternyata amat rentan dan tidak kokoh.Soeharto kehilangan kepercayaan dari rakyat sehingga terjadi protes sosial yang meluas. Rakyat menuntut agar Soeharto segera turun dari jabatannya. Gerakan sektor massa yang massif dan berskala besar ini menimbulkan kepanikan di tingkat elite yang dekat dengan Soeharto sehingga mereka lari meninggalkan Soeharto sendiri menghadapi massa yang semakin besar.Protes sosial yang meluas merupakan ungkapan kekecewaan massa terhadap berbagai kebijakan dan tindakan politik yang dibangun Soeharto selama berkuasa yang selalu menghalau dan menyingkirkan massa.Presiden Soeharto menstabilkan keadaan politik Indonesia bekerjasama dengan tiga pilar utamanya yaitu ABRI, Birokrasi, dan Golkar. Proses politik pada masa Soeharto tidak transparan pola kaderisasi masih bersifat nepotisme, hingga tidak menjamin jenjang karir yang jelas bagi aktivis politik.Transparansi proses pengambilan keputusan sangat tidak jelas, segala hal dapat berlangsung secara mendadak sesuai keinginan pemerintah. Penyimpangan masa Orde Baru terlihat juga pada tindakan Soeharto dalam memerintah bangsa Indonesia. Demokratisasi di Indonesia pada masa Orde Baru masih belum terlaksana secara utuh.Dilihat dalam tatanan pemerintah pelaksanaan demokrasi pancasila belum berjalan dengan murni. Pemusatan kekuasaan itu meliputi bidang politik, ekonomi, hukum, sosial dan budaya. Pada bidang politik pemerintah memegang kendali kekuasaan atas lembaga legislatif (MPR/DPR), ABRI, dan partai politik utamanya Golkar.Di bidang ekonomi kekuasaan pemerintah terlihat pada monopoli usaha keluarga dan kroni Presiden Soeharto. Selain itu, di bidang hukum pemerintah juga mengendalikan kekuasaan kehakiman termasuk kekuasaan yudikatif, kemudian di bidang sosial, kekuasaan yang terpusat ditunjukan oleh adanya pola patron-klien dalam organisasi kemasyarakatan. Sedangkan di bidang budaya terlihat dari kebiasaan untuk memperoleh arahan dari atas dan feodalisme.Pemerintahan Soeharto mempunyai salah satu ciri politik yang khas yaitu meluasnya KKN. Soeharto dengan leluasa memanfaatkan hasil-hasil pertumbuhan dan pembangunan. Soeharto dengan menggunakan konsep “kekeluargaan yang harmonis” memanfaatkan Pancasila untuk berbagai kepentingan pribadinya memperlancar bisnis milik keluarga dan kroninya.Maraknya praktek KKN dalam tubuh birokrasi, lembaga-lembaga negara dan perusahaan negara yang dilakukan oleh kroni dan keluarga Soeharto menambah tingkat kesenjangan sosial semakin meningkat dalam masyarakat.Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia tahun 1997 menyebabkan terjadinya pergolakan dalam tatanan politik dan keamanan bangsa Indonesia, akibatnya timbul tekanan dari rakyat agar dilakukan pergantian kepemimpinan nasional untuk menangani krisis ekonomi dan memperbaiki perpolitikan bangsa Indonesia.Keresahan dalam mempertahankan hidup menjadi kerusuhan massal di berbagai tempat. Rakyat mengamuk di Ibukota mengambil barang-barang apa saja yang bisa mereka bawa untuk mempertahankan hidup. Para pelaku kriminalitas melakukan pembakaran semau mereka. Sasaran utama para pelaku kriminalitas adalah etnis Cina yang selama ini lebih menguasai perekonomian Indonesia.Militer tidak dapat berbuat banyak saat massa menjarah toko-toko milik orang Cina. Pasukan keamanan yang diminta untuk mengamankan pusat distribusi Indofood Jakarta malah membantu massa menjarah barang-barang.Keamanan Indonesia seringkali mendapat sorotan dari dunia internasional yang berkaitan dengan hak-hak asasi manusia. Contoh kasus yang ramai diperbincangkan hingga sampai ke luar negeri adalah kasus Marsinah yang terjadi pada bulan 8 Mei 1993 Marsinah seorang aktivis buruh wanita yang diculik kemudian diperkosa secara brutal dan disiksa hingga tewas.Persoalan ekonomi yang terjadi di Indonesia dalam waktu yang relatif singkat menjalar ke krisis sosial budaya. Krisis yang terjadi di Indonesia menghancurkan seluruh sektor korporasi, seperti perbankan dan perusahaan-perusahaan berskala besar dan menghilangkan penghasilan dari sebagian besar warga negara terkena dampak pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan secara besar-besaran.Pemicu utamanya adalah naiknya harga-harga barang kebutuhan pokok dan laju inflasi. Keadaan sosial budaya di Indonesia pada saat menjelang runtuhnya pemerintahan Soeharto sangat kacau hal ini didorong oleh krisis politik dan krisis ekonomi. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah serta krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia mendorong munculnya perilaku yang negatif dalam masyarakat dan masyarakat mudah dihasut untuk melakukan tindakan anarkistis.Pertikaian yang terjadi sepanjang tahun 1996 telah memicu munculnya kerusuhan antar agama dan etnis. Intensitas konflik yang terjadi di masyarakat mengalami peningkatan, ini disebabkan oleh kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah Orde Baru yang banyak melakukan penyimpangan politik.Bulan Oktober 1996, lima orang tewas ketika umat Islam di Situbondo, Jawa Timur membakar 9 gereja Kristen. Kejadian serupa terjadi di Tasikmalaya, Jawa Barat pada bulan Desember, yang mengakibatkan empat orang meninggal dunia dan harta benda milik orang Cina dihancurkan.Akhir tahun 1996 dan awal tahun 1997 muncul laporan-laporan dari Kalimantan Barat bahwa suku Dayak dan Melayu setempat sedang membunuh kaum pendatang Madura. Beberapa sumber melaporkan lebih dari seribu orang tewas atas kejadian itu, dan suku Dayak terus melakukan praktik memenggal kepala korban mereka.Dari segala kekacauan tersebut, berakhirnya pemerintahan presiden Soeharto dilatarbelakangi krisis ekonomi, krisis politik, krisis sosial budaya dan keamanan Indonesia yang semakin tidak menentu. Melihat keadaan Indonesia yang semakin lama semakin tidak menentu akhirnya presiden Soeharto mengundurkan diri pada tanggal 21 Mei 1998 yang langsung digantikan oleh B.J Habibie.