KBRT - Kabar simpang siur mengenai efisiensi anggaran dan isu pencoretan dari daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), pembangunan Bendungan Bagong Trenggalek kembali mencuat.
Proyek senilai Rp1,67 triliun ini disebut-sebut tak lagi menjadi prioritas nasional. Namun, klaim tersebut langsung ditepis oleh pihak Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan lahan.
PPK Pengadaan Tanah Bendungan Bagong, Denny Bayu Prawesto, memastikan bahwa pendanaan untuk ganti rugi lahan tidak terdampak efisiensi anggaran pemerintah. Ia menegaskan, status proyek ini masih tetap melekat sebagai bagian dari PSN.
"Alhamdulillah, untuk Bendungan Bagong, dana ganti rugi lahan aman. Tidak terkena efisiensi anggaran," ujar Denny saat dikonfirmasi BiozTV.
Denny juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan konfirmasi langsung ke Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) terkait status PSN proyek ini. Menurutnya, LMAN memastikan bahwa Bendungan Bagong masih tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Kementerian Keuangan.
"Jika sudah tidak masuk PSN, LMAN tidak mau melayani pembayaran ganti untung pembebasan lahan," imbuh Denny.
Pernyataan tersebut sekaligus mematahkan rumor yang menyebutkan bahwa Bendungan Bagong telah dicoret dari daftar PSN pasca berakhirnya masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Meski demikian, nasib proyek ini masih berada di ujung tanduk.
Target penyelesaian pada Desember 2024 telah molor, dan kini ditargetkan ulang rampung pada tahun 2026. Salah satu penyebabnya adalah proses pembebasan lahan yang belum mencapai 100%.
Dikutip dari situs pu.go.id, pembangunan Bendungan Bagong dirancang untuk menampung 17,5 juta meter kubik air, mengairi 857 hektare lahan pertanian, serta meredam ancaman banjir yang kerap melanda wilayah Trenggalek dan sekitarnya.
Lebih jauh, keberadaan bendungan ini juga digadang-gadang sebagai salah satu penopang pertumbuhan ekonomi di kawasan selatan Jawa Timur.
Namun ironisnya, ambisi besar ini justru terancam oleh persoalan klasik: lambannya birokrasi pembebasan lahan.
Denny mengakui bahwa hambatan bukan berasal dari penolakan warga, melainkan dari kelengkapan dokumen administratif seperti surat waris yang belum terpenuhi.
"Tidak ada lagi persoalan sosial. Warga sudah kooperatif. Tapi memang administrasinya yang masih harus kita kejar agar target semester satu 2025 untuk pembebasan tanah bisa tercapai," pungkasnya.
Kabar Trenggalek - Peristiwa
Editor:Lek Zuhri