KBRT – Aroma malam mendidih di pinggiran Desa Ngentrong, Kecamatan Karangan, Trenggalek, seolah tak pernah absen menyertai rutinitas para perajin batik. Di tengah suasana yang tenang dan minim lalu lintas, suara canting menyentuh kain menjadi irama yang akrab. Namun, di balik itu, kekhawatiran muncul dari para pembatik senior soal kelangsungan regenerasi.
Partini (52), atau yang akrab disapa Bu Gotin, merupakan salah satu perajin batik tulis yang hingga kini masih aktif berkarya di sentra batik Desa Ngentrong. Meski usianya tak muda lagi, ia tetap telaten membatik setiap hari. Namun, ia menyimpan kegelisahan lantaran belum memiliki penerus dari keluarganya sendiri.
“Saya punya satu putra, tapi sampai sekarang tidak punya minat dalam membatik,” ujar Partini.
Ia mengaku telah berulang kali membujuk anaknya untuk belajar membatik. Namun, upayanya belum membuahkan hasil. Menurut Partini, selain karena tak berminat, sang anak juga tak memiliki bakat seni.
Dari anaknya itu, Partini kini memiliki satu cucu laki-laki. Namun, cucunya justru lebih tertarik pada dunia otomotif dan saat ini tengah menempuh pendidikan di salah satu SMK di Kota Trenggalek.
“Membatik itu harus punya bakat seni yang bagus, karena buat batik tulis itu butuh inspirasi dan mengenal motif-motif batik,” terang Partini.
Kendati begitu, Partini tetap berusaha memperkenalkan dunia membatik kepada cucunya. Setiap hari, ia mengajaknya memegang canting dan berlatih membatik, meski sejauh ini belum membuahkan ketertarikan mendalam.
Untuk menopang produktivitasnya, Partini mempekerjakan empat orang karyawan. Namun, semua karyawan tersebut merupakan teman sebaya, tidak ada generasi muda yang tertarik bergabung.
“Empat orang karyawan saya, semuanya seusia saya. Anak muda sekarang tidak mau bekerja, maunya main handphone terus seperti cucu saya,” katanya.
Setiap dua tahun sekali, Partini juga rutin menjadi pelatih membatik bagi siswa sekolah menengah dalam program pemerintah. Namun, ia mengaku tetap cemas karena anak cucunya sendiri belum menunjukkan minat meneruskan usaha batik ini.
Partini mengisahkan bahwa kemampuannya membatik diwarisi dari ibunya, yang dahulu sempat berdagang batik di Pasar Pon Trenggalek. Kala usaha batik ibunya gulung tikar karena sepi pembeli, mereka memilih bekerja di salah satu produsen batik besar di Sumbergedong, Trenggalek.
“Saat bekerja di sana saya bersama 10 karyawan lain beruntung mendapatkan kesempatan untuk belajar langsung ke Solo dan akhirnya bisa buka usaha sendiri sekarang,” ungkapnya.
Dari pelatihan itu, Partini dan beberapa warga Ngentrong akhirnya mendirikan usaha batik sendiri di rumah masing-masing. Beberapa nama seperti Batik Tie Poek dan Narysa lahir dari angkatan pelatihan tersebut dan masih bertahan hingga kini.
Dengan pengetahuan dan pengalaman panjang yang dimilikinya, Partini berharap batik tulis buatannya bisa terus diwariskan dan dinikmati generasi selanjutnya.
“Saya lupa kenapa kok jadi marak yang manggil Gotin, tapi berkat nama tersebut usaha saya dikenal dan bawa rejeki saya sampai sekarang,” tandasnya.
Kabar Trenggalek - Sosial
Editor:Zamz