APBD; Bukan (Lagi) Anggaran Rakyat
Tertutupnya proses pembahasan Rancangan APBD Trenggalek dari tahun ke tahun patut disayangkan, sehingga lebih tepat kalau APBD diberi kepanjangan Anggaran Pejabat Bersama Dewan. Sesuatu yang sangat getir untuk dirasakan. Betapa tidak, di tengah-tengah keterpurukan ekonomi rakyat akibat hantaman pandemi Covid-19, rakyat masih harus terbebani satu hal lagi. Yakni, anggaran belanjanya (yang tercermin dalam APBD) tidak menyasar pada kebutuhan mereka.Sebaliknya, – dan ini yang menyebalkan – anggaran itu justru jatuh pada belanja operasional pejabat legislatif dan eksekutif. Paling tidak, bila kita lihat pada realisasi APBD tahun 2021 lalu. Sayangnya, sampai pada saat tulisan ini diturunkan, APBD Kabupaten Trenggalek yang telah disahkan dalam sidang paripurna DPRD pada 26 November 2021 tahun lalu, penulis belum dapat mengakses dokumen anggaran daerah tersebut.Barang kali, karena penulis memang belum cukup sakti untuk menjamah wilayah-wilayah wingit dan angker (keramat), semacam APBD itu. Memang perlu dibuat sebuah pengumuman besar di spanduk, baliho di tempat-tempat strategis atau ditayangkan melalui media-media publik seperti media masa, media elektronik dan media sosial: Bahwa rakyat jangan coba-coba memasuki kawasan wingit dan angker tentang kebijakan APBD.Padahal kalau bicara APBD, berarti kita bicara belanja rakyat. Dan duit untuk pos-pos APBD itu adalah duit rakyat yang dikumpulkan oleh pemerintah melalui berbagai sumber seperti pajak, retribusi dan lainnya. So, penggunaannya pun harus sebesar-besar untuk kepentingan rakyat. Bukan pejabat atau anggota DPRD, apalagi segelintir pengusaha perorangan, yang tidak ada keterkaitannya sama sekali dengan nafas kerakyatan.Posisi APBD dalam konstalasi pembangunan daerah jelas sangat strategis. Segala kebijakan pemerintah, baik itu program pembangunan maupun penyelenggaraan pemerintahan, akan berjalan efektif ditentukan oleh sejauh mana besarnya plafon anggaran yang ditetapkan. Sehingga, untuk menilai komitmen pemerintah dan DPRD di suatu daerah terhadap suatu bidang, maka tolok ukurnya jelas: Berapa besar alokasi anggaran untuk bidang tersebut? Misalnya, untuk melihat seberapa besar komitmen terhadap bidang pertanian, kita tinggal melihat anggaran sektor pertanian. Lantas bandingkan dengan sektor-sektor lain.Oleh karena itu, sudah seharusnya kalau proses penyusunan APBD melibatkan seluruh elemen masyarakat. Sehingga APBD disusun benar-benar didasarkan atas kehendak riil masyarakat sesuai dengan prioritas pembangunan berpijak pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).Komitmen yang dibangun elit-elit Trenggalek dalam menempatkan aspirasi masyarakat sebagai basis utama pembangunan, nampaknya hanya sebagai slogan pemanis kebijakan saja. Bahkan, hal itu dipakai sebagai alat untuk meninabobokan dinamika masyarakat yang mulai memahami hak-haknya. Padahal sudah kita pahami bahwa di era otoda ini indikator keberhasilan pembangunan dilihat dari tingkat partisipasi aktif masyarakat.Sejarah proses pembangunan negara-negara berkembang kebanyakan tidak menampakkan hasil, karena keputusan-keputusan penting yang menyangkut proses pembangunan dibuat oleh pemerintah dan aparatnya saja. Masyarakat sama sekali tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan terhadap hal-hal yang sebenarnya akan menentukan nasib dan masa depan mereka. Akibatnya, pembangunan mengalami stagnasi (kemacetan).Melihat kondisi tersebut, seharusnya proses penyusunan APBD diawali dengan diseminasi pemahaman terhadap tiga pondasi pembangunan daerah yaitu RPJPD, RPJMD, dan RKPD. Di mana ketiga fundamen inilah yang akan menjadi konsep dasar pembangunan sekaligus menjadi arah bagi pembangunan di Kabupaten Trenggalek. Setelah itu di-breakdown (dijabarkan) menjadi APBD. Sehingga, APBD itu sesungguhnya merupakan bentuk penjabaran aktivitas proyek-proyek yang dilakukan berdasarkan klasifikasi sektor dan bidang.Alur Penyusunan APBD Saat Ini
Proses Penyusunan APBD dibuat melalui dua jalur, yaitu jalur eksekutif dan jalur legislatif. Jalur eksekutif dimulai dari proses penentuan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musyrenbang) tingkat desa, kecamatan dan kabupaten. Setelah itu masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD) juga mengusulkan programnya. Hasil Musyrenbang dan usulan OPD dibawa ke Tim anggaran (Timgar) yang dibentuk oleh Bupati. Sedangkan jalur legislatif dimulai dari usulan masyarakat, kemudian usulan fraksi dan komisi, kemudian dibawa ke dalam panitia Anggaran (Panggar).Dalam proses penyusunan APBD ini, sering terjadi barter kepentingan antara legislatif dan eksekutif yang dapat digambarkan sebagai berikut:- Proses Pertama: yaitu Musyrenbang (eksekutif) dan usulan masyarakat (legislatif) biasa disebut sebagai proses kompilasi (pengumpulan usulan).
- Proses kedua: yaitu usulan dari OPD (eksekutif) dan usulan dari fraksi dan komisi (legislatif) biasa disebut sebagai proses negoisasi (perundingan antara legislatif dan eksekutif).
- Proses ketiga: yaitu pertemuan antara Timgar dan Panggar. Di sinilah terjadi – sebut saja – proses transaksi, antara legislatif dan eksekutif (lihat bagan).
Penutup
Pertanyaannya adalah di manakah partisipasi rakyat yang memiliki kedaulatan anggaran dalam penetapan APBD? Inilah persoalan yang selama ini menjadi tuntutan kelompok CSO yang menghendaki adanya keterlibatan publik dalam setiap proses pengambilan keputusan APBD. Dalam situasi dan kondisi lembaga eksekutif dan legislatif di Kabupaten Trenggalek yang masih tertutup, kita hanya bisa berharap kepada masyarakat yang sudah mengerti akan hak-hak politiknya untuk turut mengkritisi keadaan ini agar cepat berubah.Kita harus memahami bahwa pilar-pilar demokrasi partisipatoris akan semakin kokoh, apabila masyarakat dan pejabat publiknya mampu duduk bersama dalam setiap pengambilan keputusan dengan penuh kearifan, keterbukaan dan kejujuran.Suripto adalah Direktur Lembaga Pengkajian dan pemberdayaan masyarakat (PAMA) Trenggalek, Ketua STAI Muhammadiyah Tulungagung, dan Sekretaris PDM Trenggalek.*) Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi kabartrenggalek.com.Kabar Trenggalek - Politik