Kabar Trenggalek - Asosiasi Pengelola Perhutanan Sosial Indonesia (AP2SI) Jawa Timur gelar dialog tentang Perhutanan Sosial yang berkelanjutan pada Rabu (09/08/2022).AP2SI merupakan wadah bersama yang dibentuk oleh 51 Kelompok Tani Hutan (KTH) di 17 Provinsi. Di Jawa Timur, terdiri dari 5 anggota KTH/LMDH.Bersama 6 simpul KTH/LMDH lainnya, AP2SI Jawa Timur menggelar Dialog Kebijakan bertajuk "Tantangan dan Kesempatan Pemanfaatan Areal Persetujuan Perhutanan Sosial," di Desa Padusan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto.Slamet, Ketua BPP AP2SI Jawa Timur, mengatakan pada dasarnya dialog uty merujuk program Perhutanan Sosial yang merupakan prioritas Pemerintah melalui Program Strategis Nasional yang tertuang dalam Perpres Nomor 56 Tahun 2018. Dialog itu sebagai jawaban atas permasalah konflik hutan yang hampir terjadi di seluruh wilayah, khususnya Jawa Timur."Program Perhutanan Sosial juga diharapkan sebagai salah satu upaya untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat agar dapat mengelola kawasan secara mandiri, mampu menjadi jawaban untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Maka program ini adalah salah satu niat baik yang harus dikawal dan juga didorong prosesnya," ujar Slamet.
Tantangan Kebijakan Pengelolaan Hutan
[caption id="attachment_17638" align=aligncenter width=1600]
Sesi dialog Perhutanan Sosial yang Berkelanjutan/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Luas Kawasan hutan di Jawa Timur jika merujuk pada SK Menhut No.395/MenhutII/2011 tanggal 21 Juli 2011 tercatat seluas 1.361.146 Ha. Dari luas tersebut hutan yang dikelola oleh Perhutani untuk kawasan Hutan Produksi sekitar 782.772 Ha, sementara Hutan Lindung seluas 344.742 Ha.Lalu untuk kawasan yang dikelola oleh Kementerian LHK yakni Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam (KSA/KPA) dan Provinsi Jawa Timur yakni Tahura R. Soerjo seluas 233.632 Ha. dari luas alokasi Perhutanan sosial 176.224 hektar tersebut telah terealisasi sekitar 347 izin perhutanan sosial yang ada di Jawa Timur dengan luasan total luas 176.149,68 hektare dan dimanfaatkan 129.990 KK petani.Achmad Rozani, Sekjend AP2SI, mengungkapkan bahwa realisasi tersebut ternyata masih jauh dari harapan. Sebab, masih terdapat beberapa kendala yang menyebabkan tantangan pengelolaan kawan hutan belum dapat terlaksana sesuai dengan harapan."Salah satunya adalah tidak sinkronnya kebijakan nasional dengan kebijakan yang ada di daerah, serta dengan pemangku kawasan hutan seperti Perhutani. Sehingga program Perhutanan Sosial menjadi agak tersumbat, salah satunya masih terdapatnya konflik hutan sampai persoalan tumpang tindih kawasan," tambah Achmad.Merespons hal ini, Wahyu Eka Styawan, Direktur Eksekutif WALHI Jawa Timur, menjelaskan persoalan Perhutanan Sosial ini bertambah dengan munculnya kebijakan Kawasan Hutan Dalam Pengelolaan Khusus (KHDPK). Di mana kebijakan itu juga menjadi satu dengan program Perhutanan Sosial. Salah satunya kebingungan petani di tapak, pendamping bahkan stakeholder."KHDPK niatnya sudah baik, tetapi yang menjadi catatan adalah bagaimana implementasinya, terus payung hukum jelasnya dan keberpihakannya. Ini juga harus diperjelas agar tidak ada persoalan lanjutan dari sebuah kebijakan, sehingga pengeloaan yang berkeadilan dan berperspektif berkelanjutan dapat dijalankan," jelas Wahyu.
Dialog Kebijakan Inisiatif Kolaborasi
[caption id="attachment_17639" align=aligncenter width=1600]
Peserta dialog Perhutanan Sosial yang Berkelanjutan/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Persoalan lanjutan dari KHDPK kemudian menjadi tantangan pengelolaan kawasan hutan pada program Perhutanan Sosial. Salah satunya, yaitu dengan mencoba mengurai benang persoalan, seperti upaya membangun komunikasi lintas stakeholder.Slamet menjelaskan, pengelolaan hutan yang sesuai dengan tujuan Perhutanan Sosial yakni mengurangi ketimpangan dan kemiskinan. Lalu, mendorong target pemerintah dalam melestarikan kawasan hutan serta mengurangi emisi, perlu komunikasi dan komitmen serius lintas pihak."Komunikasi dan komitmen lintas stakeholder itu perlu dalam menjawab tantangan ini, salah satunya AP2SI Jawa Timur membuat inisiatif dialog kebijakan ini, untuk memulai sebuah kolaborasi baik dalam mengelola dan menjaga kawasan hutan," jelas Slamet.Sementara perwakilan dari GAKKUM KLHK Jabal Nusra, Budi Kurnayadi, berharap para pengelola Perhutanan Sosial benar-benar memahami aturan yang berlaku, terutama dalam penegakkan hukum. Harapannya, pemegang izin Perhutanan Sosial dapat melaksanakan pengelolaan dengan baik sesuai norma dan hukum yang berlaku."Maka dari itu setiap pengelola harus memahami betul akan hak dan kewajiban dari pengelola IPHPS tersebut, sehingga kedepan dapat lebih maju dan berkembang serta mendapatkan manfaat yang lebih besar dari pengelolaan hutan pada program Perhutanan Sosial sesuai norma," terangnya.Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur yang diwakili oleh Deden Suhendi, berharap program Perhutanan Sosial dapat dimanfaatkan dengan baik, di samping meningkatkan ekonomi berbasis kawasan seperti agroforestri dan wisata berbasis alam, juga harus melestarikannya.Sehingga, lanjut Deden, masyarakat bisa sejahtera dan hutan terjaga. Apalagi, Indonesia bersama pemerintah dunia lainnya sedang berupaya mengurangi emisi karbon, sebagai bentuk komitmen melawan perubahan iklim. Sesuai dengan mandat dan arahan Presiden Joko Widodo.Kegiatan itu diharapkan dapat menjadi awal baik bagi AP2SI untuk mewujudkan pengelolaan kawasan hutan melalui program Perhutanan Sosial. Tentunya dengan sinergi multi-pihak untuk mendorong sebuah perubahan yang lebih baik bagi masyarakat, masa depan kawasan hutan, serta generasi yang akan datang.