Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account
ADVERTISEMENT
Fighter 2024

Ada Berbagai Pengetahuan dari Kepingan Kliping Koran Ala Cak Pendek

Membaca koran barangkali sudah menjadi hal yang jarang di masa media digital semakin berkembang, tetapi bukan berarti membaca koran sudah ketinggalan zaman. Dari berita-berita koran itu kelak dapat menjadi arsip sejarah berbagai peristiwa yang telah terjadi.

Membaca koran, memilah berita, menggunting lalu menempelkannya di sebuah kertas dan dikelompokkan sesuai tema masing-masing. Keterampilan itu disebut mengkliping koran. Begitulah kebiasaan Hari, seorang pegiat literasi asal Kota Malang. Lelaki yang akrab dipanggil Cak Pendek itu mendapat berbagai pengetahuan dari kepingan kliping koran yang ia kumpulkan.

“Ngliping ini gak sengaja awalnya,” kata Cak Pendek membuka cerita.

Rabu malam, 14 Februari 2024, di tengah hiruk pikuk penghitungan hasil pemilu, Cak Pendek nampak bersantai di ruang tamu rumahnya. Ruang tamu yang sekaligus kedai dan toko buku bernama Kedai Bintang Kecil di Kelurahan Sumbersari, Kota Malang. Di ruang itu, terdapat jejeran buku yang tertata rapi di rak buku yang mengelilingi dinding ruang tamu.

Di salah satu sudut rak, ada beberapa map tebal berisikan kepingan kliping koran yang telah dikelompokkan sesuai tema tertentu. Mulai dari tema sejarah, hukum, lingkungan, sosial, seni budaya, sampai kliping koran berita Malang Raya ada di rak itu.

Map tebal itulah hasil ketekunan Cak Pendek dalam mengkliping koran. Ia sudah memiliki ketekunan kliping koran sejak tahun 2000-an. Mulanya, lelaki yang menggemari olahraga balap Formula 1 (F1) itu hanya mengumpulkan foto-foto kecelakaan mobil F1 dari koran-koran Jawa Pos.

Dari kegemaran itu, ia mengkliping foto-foto kecelakaan mobil F1 hingga terkumpul dua album kliping foto mobil F1.

“Kan ada [mobil F1] yang jungkir balik, kebakar, itu aku kliping gambarnya. Aku suka F1 awalnya,” kata Cak Pendek menceritakan kliping koran pertamanya.

Saat itu, Cak Pendek belum terpikirkan untuk membuat kliping koran yang serius. Bahkan sempat ia berhenti mengkliping foto karena album kliping miliknya hilang.

Cak Pendek sengaja menaruh dua album kliping foto di bawah meja ruang tamu agar jika ada orang bertamu bisa menikmati hasil klipingnya. Sayangnya, kehilangan kliping foto yang baginya berarti membuatnya sempat mandek mengkliping.

“Gimana, ya, kliping gitu aja bisa hilang. Udah aku maki-maki aja. Sempet down nggak mood ngliping foto lagi,” ceritanya saat kehilangan album kliping foto koleksinya.

Sampai suatu ketika ia mendapati berita tentang musisi rap asal Amerika Serikat, Eminem, yang kala itu menolak penghargaan Grammy Awards. Berita itu menarik hatinya. Ia pun menggunting foto musisi itu dan perlahan kembali mengkliping koran.

Sekitar tahun 2009, Cak Pendek mulai mengumpulkan kliping berita. Ia sangat tertarik dengan bacaan sejarah. Minatnya itu kemudian mempertemukannya dengan sebuah berita dari koran Harian Kompas yang membahas keterlibatan CIA dalam peristiwa bom Cikini. Berita itu menjadi kliping koran pertamanya yang berisi tulisan.

Cak Pendek mengumpulkan seluruh kliping koran ke dalam plastik sesuai tema masing-masing. Sampai kini, sudah tak terhitung berapa lembar kliping yang dihasilkan dari ketekunan menggunting dan menempel potongan koran itu. Ia memperkirakan ada ratusan bahkan mungkin ribuan lembar kliping koran yang sudah terklasifikasi dalam berbagai tema.

Beberapa Pengetahuan Didapat dari Koran

pengetahuan-dari-kepingan-kliping-koran-ala-cak-pendek-3
Kumpulan kliping koran koleksi Cak Pendek/Foto: Delta Nishfu

“Ya pokoknya beberapa pengetahuanku itu aku dapat dari kliping,” kata Cak Pendek sambil menunjuk lemari berisi map kliping koran di belakangnya.

Bagi Cak Pendek, koran adalah sumber pengetahuan yang paling mudah diperoleh. Ia juga mengaku senang jika hasil kliping koran miliknya dibaca orang. Menurutnya, Menurut Cak Pendek, informasi yang tersedia di dalam koran lebih mudah dipahami, terutama bagi pembaca awam.

“Kalo aku lihat mungkin anak malas baca buku berhalaman tebal. Kalo koran kan enak. Satu kotak langsung selesai. Kalo opini, wacana, kan enak,” katanya.

Koran memang tak hanya berisi berita-berita hangat, tetapi juga terdapat rubrik lain seperti opini, sastra, dan jenis konten lain. Maka, sesedikit apapun membaca koran, tentu akan mendapat pengetahuan yang cenderung ringkas dan mudah dipahami. Meski begitu, bukan berarti peran koran lebih penting daripada buku. Keduanya sama-sama penting sebagai sumber informasi.

Salah satu penulis favorit Cak Pendek adalah Asvi Warman Adam, seorang peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan sejarawan. Hal itu juga berkaitan dengan minat Cak Pendek dengan sejarah.

Tak hanya pengetahuan bertema sejarah, sejak 2020, Cak Pendek juga mulai mengumpulkan berita dengan topik-topik lain yang menurutnya menarik, salah satunya adalah politik. Dari kepingan kliping koran itulah Cak Pendek mendapat pengetahuan. Bahkan, tak jarang tulisan dari kliping koran mengubah cara pandangnya pada sebuah fenomena sosial.

Cak Pendek menceritakan, dulu ia berpikir jika kampanye politik menggunakan uang (money politic) adalah hal yang ia benarkan, asal orang yang diberi uang tetap memilih sesuai hati nurani. Perlahan, ia mulai berubah pikiran sejak ia menemukan tulisan yang membahas perihal money politic.

Menurut Cak Pendek, money politic justru melanggengkan pembodohan, baik bagi masyarakat maupun politikus. Pengetahuan seperti ini ia dapat melalui sepotong informasi koran yang ia kliping.

“Nah di situ ada nilai-nilai edukasi ya ngomong pembelajaran politik. Jadi masyarakat melek politik,” sebutnya.

Selain berita, Cak Pendek juga memiliki koleksi kliping koran cerita bersambung (cerbung) berjudul Naga Jawa karya Seno Gumira Ajidarma yang termuat di Jawa Pos. Ia mengumpulkan beberapa edisi yang kemudian ia buat dalam satu album meski tak selengkap versi aslinya.

Mengkliping sekilas terlihat pekerjaan mudah dan ringan tetapi berdampak pada pengetahuan. Alasan itulah yang membuat Cak Pendek konsisten membuat kliping koran hingga sekarang.

Harus Dibiasakan di Institusi Pendidikan

pengetahuan-dari-kepingan-kliping-koran-ala-cak-pendek-2
Cak Pendek menunjukkan kliping korannya/Foto: Delta Nishfu

Malam itu, waktu menunjukkan hampir tengah malam. Jalanan depan rumah Cak Pendek semakin lengang dari kendaraan bermotor. Biasanya, ini adalah waktu bagi Cak Pendek menggarap puluhan koran yang tertumpuk di ruang tamunya.

Meski sudah menjadi kebiasaan, tetapi Cak Pendek mengaku jarang membeli koran. Ia kerap mendapat koran-koran bekas dari teman-temannya. Bulan Oktober tahun lalu, salah seorang kawan Cak Pendek datang membawa tumpukan koran-koran bekas. Koran itu hibah dari dosen kawan Cak Pendek.

“Asik mengkliping itu. Kayak nyandu. Akhir-akhir ini biasanya malam gini aku nggunting [koran]. Kadang nggak ngerasa sampai mau subuh,” ucapnya.

Nyatanya mengumpulkan potongan informasi dari kliping koran bukan sekedar pekerjaan menggunting dan menempel. Kliping koran juga berarti mengumpulkan berbagai peristiwa, argumen, dan pandangan dari banyak penulis.

Menurut Cak Pendek, kebiasaan mengkliping koran seharusnya bisa dibiasakan di bangku sekolah formal. Keterampilan mengumpulkan informasi dan pengarsipan sangat membantu pengetahuan.

Sebenarnya di bangku sekolah formal, bahkan sejak Sekolah Dasar (SD), siswa biasanya diberi tugas untuk mengkliping artikel baik melalui internet maupun koran. Sayangnya, hal seperti ini tidak dibiasakan hanya untuk memenuhi tugas mata pelajaran.

“Ya harusnya dibiasakan. Ya makanya di sekolah kita nggak dibiasakan mengkliping,” tandas Cak Pendek.

Di akhir pembicaraan, Cak Pendek sempat mengutip kata-kata Pramoedya Ananta Toer, seorang sastrawan yang juga memiliki kebiasaan gila mengkliping.

Setelah mengingat-ingat, mulut lelaki itu nyeletuk menirukan perkataan Pram, “Andaikan anak-anak remaja di SMA itu punya kebiasaan mengkliping, pastilah gurunya takut semua. Sebab mereka nggak bisa dibohongi karena tahu masalah sampai akar-akarnya. Tahu fakta. Sayang sekali. Pendidikan Indonesia tak pernah mendidik muridnya tekun menggali fakta.”