Anggota Dewan Pengawas (Dewas)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Albertina H, mengungkapkan 93 pegawai KPK jadi pelaku pungli atau pungutan liar. Dalam kurun waktu 3 bulan (Desember 2021-Maret 2022), hasil pungli di Rumah Tahanan (Rutan) KPK itu mencapai Rp6,148 miliar.Albertina menjelaskan, nominal yang diduga diterima para pihak terkait
korupsi pungli di Rutan KPK tersebut bervariasi. Penerima terbesar mencapai Rp504 juta dan terkecil satu juta rupiah.Wakil Ketua Komisi III
DPR RI, Ahmad Sahroni mendesak KPK dan penegak hukum lainnya mengusut tuntas kasus pungli di Rutan KPK. Sahroni meminta semua pihak yang terlibat harus ditindak."Saya minta KPK dan penegak hukum lainnya, agar memproses seluruh oknum pelaku yang terlibat, baik yang masih bekerja di KPK, maupun yang sudah tidak. Jangan sampai karena pegawai sendiri, jadi ada tebang pilih dalam kasus ini. Semuanya harus bertanggung jawab di hadapan hukum yang berlaku,” ungkap Sahroni, dilansir dari laman DPR RI.Legislator Dapil DKI Jakarta III itu menilai ketegasan KPK dalam menyelesaikan kasus tersebut sangat penting. Hal itu karena memperlihatkan komitmen lembaga antikorupsi itu dalam memberantas segala bentuk penyelewengan termasuk di internal KPK.Menurut Sahroni, KPK harus bisa tunjukkan kepada masyarakat bahwa komitmen KPK dalam memberantas korupsi dan suap itu memang tajam ke segala arah."Seperti situasi yang sedang dihadapkan pada saat ini, sebanyak 93 pegawai internal, atau bahkan bisa lebih, terlibat pungli. Nilainya fantastis, miliaran rupiah. Bertahun-tahun tidak ketahuan," ungkap dia.Politisi Fraksi Partai NasDem itu mendesak agar kasus tersebut segera diselesaikan. Ia meminta penyelesaian kasus jangan sampai menimbulkan polemik."Masyarakat sedang memantau, tindakan tegas apa yang akan KPK lakukan? Apakah KPK bisa selesaikan ini tanpa drama?” ucapnya, Kamis (18/01/2024).Sahroni berharap, KPK tegas dalam menghadapi situasi tersebut dan tidak boleh terpengaruh faktor apa pun. KPK harus jawab seluruh keraguan-keraguan itu. Tidak ada kompromi, meski melibatkan pegawai sendiri.
Kronologi Pungli di Rutan KPK
Kurnia Ramadhana, Divisi Korupsi Politik, Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam kajiannya menjelaskan kronologi terbongkarnya pungli di Rutan KPK. Bermula dari pengusutan dugaan pelanggaran kode etik terkait perbuatan asusila petugas KPK dengan istri seorang tahanan.Dari kasus itu, Dewas KPK kemudian menemukan indikasi adanya pungli yang marak terjadi di rutan KPK. Modusnya pun terbilang profesional, karena aliran dana tidak secara langsung mengalir ke rekening pelaku, melainkan berlapis atau menggunakan pihak lain."Penelusuran ini kemudian menemui titik terang setelah KPK mendapatkan laporan dari Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan" terang Kurnia.Kurnia menjelaskan, problematika integritas pegawai maupun Pimpinan KPK memang menjadi permasalahan yang tak kunjung usai pasca Firli Bahuri memimpin lembaga antirasuah itu. Masyarakat terus menerus disuguhkan rentetan pelaporan dugaan pelanggaran kode etik ke Dewas terkait dengan tindakan memalukan oknum-oknum KPK."Padahal, lembaga antirasuah [KPK] itu selama ini dikenal sebagai contoh dan patron integritas oleh masyarakat. Berkenaan dengan hal itu, Indonesia Corruption Watch mencoba merangkum sejumlah peristiwa yang menggambarkan kerapuhan integritas di KPK," tegas Kurnia.Dari peristiwa pungli yang dilakukan oleh puluhan pegawai rutan KPK, ICW memiliki sejumlah catatan kritis.Pertama, pengusutan praktik pungli yang terjadi di rutan KPK terbilang sangat lambat. Bagaimana tidak, Dewas KPK diketahui sudah melaporkan kepada Pimpinan KPK sejak Mei tahun 2023 lalu. Namun, hingga saat ini, prosesnya mandek pada tingkat penyelidikan. Sedangkan dugaan pelanggaran kode etik pun seperti itu, lebih dari enam bulan Dewas baru menggelar proses persidangan.Kedua, KPK gagal dalam mengawasi sektor-sektor kerja yang terbilang rawan terjadi tindak pidana korupsi. Sebagai penegak hukum, mestinya KPK memahami bahwa rutan merupakan salah satu tempat yang rawan terjadi korupsi karena di sana para tahanan dapat berinteraksi secara langsung dengan pegawai KPK."Selain itu, tindakan jual-beli fasilitas yang disinyalir terjadi di rutan KPK saat ini juga bukan modus baru dan kerap terjadi pada rutan maupun lembaga pemasyarakatan lain. Dari sana mestinya sistem pengawasan sudah dibangun untuk memitigasi praktik-praktik korup," ungkap Kurnia.Ketiga, sulit dipungkiri, peristiwa pungli yang dilakukan oleh puluhan pegawai juga disebabkan faktor ketiadaan keteladanan di KPK. Dari lima orang Pimpinan KPK periode 2019-2024 saja, dua di antaranya sudah terbukti melanggar kode etik berat.Bahkan Firli saat ini sedang menjalani proses hukum karena diduga melakukan perbuatan korupsi. Keempat, selain melakukan reformasi total pengawasan di internal lembaga, KPK juga harus memastikan rekrutmen pegawai mengedepankan nilai integritas."Jangan sampai justru orang-orang yang masuk dan bekerja justru memanfaatkan kewenangan untuk meraup keuntungan secara melawan hukum seperti yang saat ini tampak jelas dalam peristiwa pungli di rutan KPK," tandas Kurnia.