Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Menghindari Stereotip tentang 'Wartawan Bodrek'

Profesi wartawan itu mulia, sama mulianya dengan profesi sebagai Polisi atau Bupati atau Anggota DPR. Tapi, jika kemudian muncul sebutan wartawan bodrek, itu tak lebih bisa diartikan sebagai anomali. Ya, wartawan bodrek adalah anomali.Jamak diketahui, pilar demokrasi ada 4, yakni Eksekutif (presiden, gubernur, walikota, dan bupati beserta perangkatnya). Legislatif (MPR RI, DPR RI, DPD RI, dan DPRD). Yudikatif yaitu Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY) dan yang ke 4 adalah Pers yaitu media massa. Pers merupakan pilar demokrasi ke-4.Namun, munculnya anggapan dari masyarakat bahwa insan pers (wartawan) adalah "orang yang cari-cari masalah untuk mencari uang" tidak terlepas dari adanya wartawan yang menanggalkan kemewahan idealisme pers demi kemewahan penghasilan. Anggapan masyarakat semacam itu tidak sepenuhnya salah, karena faktanya memang ada.Namun anggapan demikian tidak bisa di-gebyah uyah (digeneralisir) sehingga menganggap semua wartawan sebagai biang masalah. Sebagaimana kita ketahui, di pilar demokrasi lainnya juga ada kasus serupa, misalnya beberapa polisi yang melakukan kejahatan–ingat kasus Sambo–, bupati yang korupsi –ingat kasus bupati Tulungagung, Syahri Mulyo–, atau Sekretaris Mahkamah Agung yang terjerat kasus suap – ingat Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan–. Seluruh pilar-pilar demokrasi tidak bisa terlepas dari sebuah kasus.Namun dari adanya kasus-kasus tersebut, kita harus meyakini bahwa masih banyak orang baik yang tetap menjalankan tugasnya sesuai amanah undang-undang. Berarti masih ada polisi baik, bupati baik, hakim baik dan tentu wartawan baik. Lantas bagaimana membedakan mana wartawan gadungan (lazim disebut wartawan bodrek) dan mana wartawan baik.

Ciri-Ciri Wartawan Bodrek alias Wartawan Abal-Abal

Wartawan bodrek atau abal-abal seringkali melakukan pemberitaan yang tidak dapat dipercaya dan merugikan masyarakat. Berikut adalah beberapa ciri-ciri wartawan bodrex saat melaksanakan liputan di masyarakat:
  1. Tidak berbadan hukum perusahaan pers
  2. Alamat redaksi tidak jelas
  3. Tidak mencantumkan nama penanggungjawab dalam boks redaksi
  4. Terbit temporer
  5. Berpenampilan sok jago dan tidak tahu etika
  6. Mengaku anggota organisasi wartawan tapi tidak jelas
  7. Mengenakan atribut aneh dan pertanyaan yang diajukan hanya tendensius
  8. Tidak juga bertatakrama jurnalis
  9. Meremehkan bahkan kadang mengancam dan memeras narasumber
  10. Tidak memiliki sertifikat kompetensi (kecuali magang)
Wartawan bodrek seringkali melakukan kunjungan ke lokasi yang dituju dan suka sekali mengumbar atau menonjolkan identitas. Mereka juga seringkali meminta uang kepada narasumber dengan cara pemerasan. Wartawan bodrex bukanlah wartawan dalam arti sebenarnya, mereka hanya menunggangi pers untuk kepentingan pribadi atau golongan.Memberitakan Kasus Pejabat Tidak Otomatis disebut wartawan bodrek (Gadungan)Sebagaimana pengertian di atas, wartawan bodrek suka mencari kasus untuk tujuan uang, lalu menjadikan obyek (orang) yang dianggap bermasalah tersebut sebagai “sapi perahan”, lazim kita mendengar adanya orang (wartawan gadungan) yang sering mendatangi kepala desa atau perangkatnya untuk diajak berbicara lantas ujung-ujungnya minta sangu. Jika tidak diberi, cenderung wartawan bodrek semacam itu mengumbar masalah yang ada di desa, tanpa memperhatikan cover both side dan etika jurnalis.Ketika wartawan memberitakan kasus, itu memang lazim. Berbagai kasus publik perlu untuk diberitakan kepada masyarakat, namun hal tersebut tidak secara otomatis bisa disamakan dengan polarisasi wartawan bodrek. Ada kaidah jurnalistik yang dipedomani oleh seorang wartawan dan perusahaan pers.Berikut adalah beberapa ciri-ciri wartawan profesional yang dapat dikenali saat melakukan liputan.
  1. Memiliki kartu Pers
  2. Memahami cara kerja jurnalis
  3. Membuat berita sesuai kaidah jurnalis
  4. Berbadan hukum perusahaan pers
  5. Alamat redaksi jelas
  6. Mencantumkan nama penanggungjawab dalam boks redaksi
  7. Terbit secara berkala
  8. Bertindak profesional dan etis
  9. Tidak memeras narasumber
  10. Memiliki sertifikat kompetensi
  11. Menunjukkan identitas diri kepada narasumber
  12. Menghormati hak privasi
  13. Tidak menyuap dan tidak menerima suap
  14. Melayani hak jawab dan mencabut serta meralat kekeliruan dalam pemberitaan
Ketaatan pada kode etik jurnalistik merupakan ciri wartawan profesional. Wartawan baik tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi. Wartawan profesional memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai kesepakatan.Wartawan profesional juga segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani hak jawab. Oleh karena itu, wartawan profesional sudah seharusnya bertindak profesional dan etis dalam melaksanakan tugasnya.*Trigus D. Susilo adalah Direktur Utama Kabar TrenggalekCatatan Redaksi:Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi kabartrenggalek.com.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *