Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Teks Khutbah Sholat Jum’at Tema HUT RI: Teladan dari Nabi Memperjuangkan Kemerdekaan

Bulan Agustus adalah bulan kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia. Semangat kemerdekaan sudah terasa di awal bulan dengan mengibarkan bendera merah-putih di berbagai tempat. Bisa dikatakan ruang-ruang publik dipenuhi dengan simbol-simbol dan logo Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI).

Merayakan kemerdekaan tak terbatas pada simbol material, tetapi bisa dilakukan lewat sarana spiritual. Salah satunya dengan membacakan teks khutbah sholat jum'at tema HUT RI.

Perlu diketahui, kemerdekaan juga turut diperjuangkan oleh para nabi terdahulu. Sehingga, kita sebagai umat Islam yang taat perlu meneladaninya. Terutama dalam pada bulan agustus bertepatan dengan momentum HUT RI.

Salah satu dari banyaknya kisah perjuangan para nabi dalam melawan penindasan, serta memperjuangkan kemerdekaan adalah kisah Nabi Muhammad SAW di Mekkah. 

Pada zaman itu, terkenal dengan zaman jahiliyah atau kebodohan. Dimana zaman itu telah lazim perbudakan manusia. Secara berangsur-angsur, ajaran Islam yang dibawakan Nabi Muhammad SAW mulai meniadakan perbudakan manusia.

Dengan mengutip laman NU Online, berikut contoh teks khutbah sholat jum'at tema HUT RI.

Teks Khutbah Sholat Jum'at Tema HUT RI

Khutbah I

الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ أَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَى قُلُوْبِ اْلمُسْلِمِيْنَ المُؤْمِنِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ اْلحَقُّ اْلمُبِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْوَعْدِ الأَمِيْنِ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلمِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ المَبْعُوْثِ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ. أَمَّا بَعْدُ

أَيُّهاَ اْلحَاضِرُوْنَ اْلمُسْلِمُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ. قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Jamaah sholat Jumat hafidhakumullâh,

Hakikat diciptakannya manusia adalah untuk menghamba kepada Allah SWT. Untuk tujuan ini pula Allah mengutus para rasul untuk menyeru kepada umat manusia supaya menunaikan kewajiban itu. Tak hanya seruan untuk menyembah Allah, para rasul juga bertanggung jawab menjauhkan mereka dari ketundukan kepada selain Allah, termasuk kepada kesemena-menaan, penjajahan, penindasan, atau semacamnya.

Misi para rasul tersebut tampak dalam Surat an-Nahl ayat 36 sebagai berikut:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

“Sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul (yang mengajak) sembahlah Allah dan tinggalkanlah thaghut.”(QS. An-Nahl: 36)

Secara bahasa thaghut berakar kata dari thaghâ yang bermakna melampaui batas. Dalam Tafsir al-Quran al-Azim, Ibnu Katsir menafsirkan thaghut sebagai menyembah sesuatu selain Allah. Menurut pakar tafsir Al-Qur'an Prof Quraish Shihab, thaghut mengacu pada segala macam kebatilan, baik dalam bentuk berhala, ide-ide yang sesat, manusia durhaka, atau siapa pun yang mengajak pada kesesatan. Ketika membahas Surat an-Nahl ayat 36 itu, ia mengartikan thaghut sebagai "tiran yang merusak".

Hampir semua ulama tafsir sepakat bahwa thaghut identik dengan tindakan di luar batas sebagai bentuk kedurhakaan kepada Allah. Thaghut adalah berhala-berhala yang tak hanya bisa berbentuk patung tapi juga kondisi-kondisi yang menjauhkan manusia dari ketundukkan hanya kepada Allah. Dalam sejarah, para rasul diutus juga untuk membebaskan umatnya dari belenggu itu semua, dan mewujudkan umat yang merdeka dalam ketaatan kepada Allah SWT.

Jamaah sholat Jumat hafidhakumullâh,

Nabi Ibrahim saat diutus oleh Allah mendapati masyarakatnya berkubang dalam keimanan yang rusak. Patung-patung berhala dipertuhankan, termasuk oleh ayahandanya sendiri. Dengan strategi yang matang, Nabi Ibrahim pun berjuang menyadarkan mereka bahwa berhala tak memiliki kekuatan apa-apa. Memuliakannya atau bahkan menganggapnya sebagai Tuhan merupakan kesesatan yang nyata.

Tugas Nabi Ibrahim makin berat ketika kesesatan tersebut ditopang kekuasaan zalim Raja Namrud. Ia mesti mengatasi dua persoalan sekaligus, yakni membebaskan umat dari berhala sekaligus memerdekakan mereka dari tiran yang merusak: Namrud. Allah menolong Nabi Ibrahim, termasuk ketika beliau dibakar oleh rezim sewenang-wenang tersebut.

Perjuangan yang mirip juga dialami oleh Nabi Musa. Bahkan, Nabi Musa tak hanya menghadapi orang yang menyembah selain Allah, melainkan raja yang mengaku sebagai Allah itu sendiri. Fir'aun dengan segenap kesombonganya mengaku diri sebagai Tuhan dan berupaya melenyapkan semua orang yang menentangnya. Umat Nabi Musa pun berada dalam penindasan yang parah, baik secara jasmani maupun rohani. Nabi Musa hadir untuk menaklukkan penindasan ini dan mengajak umat untuk kembali ke jalan Allah secara merdeka.

Jamaah sholat Jumat hafidhakumullâh,

Apa yang dialami Rasulullah Muhammad SAW sesungguhnya juga tak jauh dari jejak para nabi pendahulunya. Seruan masuk Islam Nabi Muhammad bersamaan dengan kebejatan moral yang akut di tanah Arab, fanatisme suku-suku hingga sering terjadi peperangan, paganisme, penghinaan atas martabat kaum perempuan, dan lain sebagainya.

Risalah Baginda Nabi Muhammad SAW hadir untuk memerdekakan umat yang sedang dalam kegelapan tersebut menuju jalan cahaya yang diridhai Allah (minadh dhulumâti ilân nûr). Melalui ajaran tauhid, Nabi Muhammad menghapus semua klaim paling mulia dan berkuasa selain Allah SWT. Beliau membawa kepada arah masyarakat yang setara, dan mengingatkan bahwa kemuliaan diukur dengan tingkat ketakwaan (inna akramakum 'inda-Llâhi atqâkum), bukan dengan hirarki perbedaan suku, strata ekonomi, jenis kelamin, atau identitas sosial lainnya.

Dengan fakta ini, tak berlebihan jika kita menyebut perjuangan Rasulullah Muhammad SAW sebagai perjuangan kemerdekaan yang luar biasa. Sebuah ikhtiar sungguh-sungguh membebaskan masyarakat dari dan kemerosotan moral dan sistem masyarakat yang menindas saat itu. Revolusi yang dilakukan Nabi mencakup aspek spiritual dan material sehingga menciptakan peradaban yang lebih manusiawi. Rasulullah bukan cuma mengajak manusia untuk hanya tunduk dan menghamba kepada Allah, tapi juga melaksanakan konsekuensi dari ajaran tauhid ini, yakni bersikap kepada seluruh makhluk Allah, termasuk manusia, dengan penuh kasih sayang.

Sikap ini selaras dengan misi utama diutusnya Baginda Nabi Muhammad SAW.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

"Dan tiadalah Kami mengutusmu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." (Al-Anbiya’: 107)

Jamaah sholat Jumat hafidhakumullâh,

Islam secara bertahap menghapuskan perbudakan dengan berbagai cara. Islam menghormati hak-hak dan martabat para budak, dan mendorong pembebasan mereka sebagai salah satu amal kebajikan. Islam juga mempersempit sebab-sebab perbudakan, sehingga hanya orang kafir yang menjadi tawanan perang yang bisa diperbudak.

Islam juga memberikan kesempatan kepada para budak untuk memerdekakan diri mereka dengan cara mukatabah, yaitu membayar tebusan kepada tuannya. Islam juga menjadikan pembebasan budak sebagai salah satu kafarat (penebus) dosa, seperti membunuh secara tidak sengaja, bersumpah palsu, atau bercerai dengan talak tiga.

Islam adalah agama yang mengajarkan rahmat bagi seluruh alam. Islam tidak menyetujui perbudakan sebagai sistem sosial yang mengeksploitasi manusia. Islam berusaha untuk menghapuskan perbudakan secara bertahap dan bijaksana, tanpa menimbulkan kerusakan atau kekacauan. Islam juga mengajarkan bahwa semua manusia adalah sama di hadapan Allah, tanpa membedakan ras, warna kulit, atau status sosial. Hanya takwa (ketakwaan) yang menjadi pembeda di antara mereka.

Jamaah sholat Jumat yang dirahmati Allah SWT,

Demikianlah kenyataan sejarah hidup di dunia ini. Setiap penindasan, penjajahan, dan penyimpangan selalu menghendaki perjuangan total untuk melakukan perubahan. Para nabi terdahulu meneladankan itu semua bukan saja dengan pengorbanan harta, tenaga, dan pikiran tapi bahkan risiko hilangnya nyawa. Nabi Ibrahim mengalami dilempar ke dalam api yang sedang berkobar, Nabi Musa menjadi buronan Fir’aun, serta Nabi Muhammad yang berkali-kali mengalami percobaan pembunuhan dari musuh-musuh dedengkotnya.

Ini pula yang dilakukan para ulama, tokoh, dan segenap elemen bangsa lainnya dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Keringat dan darah rela mereka korbankan untuk membebaskan umat dari penindasan yang memang menjadi musuh setiap agama, termasuk Islam. Sebab, kemerdekaan adalah syarat mutlak dari terciptanya kondisi aman. Sedangkan keamanan adalah prasyarat bagi setiap insane untuk tenang dan khusyuk menunaikan ibadah kepada Allah SWT.

Setelah merdeka, apa yang mesti kita lakukan? Pertama, tidak lain adalah menjalankan fungsi pokok diciptakannya manusia, yakni menghamba secara total kepada Allah. Tidak diciptakan jin dan manusia melainkan untuk menyembah Allah. Dijalankannya fungsi kehambaan ini juga menjadi tujuan dari risalah tiap-tiap rasul, sebagaimana disebut dalam Surat An-Nahl ayat 36 di awal tadi.

Kedua, membangun peradaban manusia yang mencerminkan ketaatan kepada nilai-nilai ketuhanan. Termasuk dalam hal ini adalah mengembangkan semangat rahmatan lil ‘alamin, kasih sayang kepada manusia, binatang, dan alam/lingkungan dengan menghindari sikap semena-mena, serakah, dan zalim. Akhirnya, kita tidak hanya sibuk dengan bagaimana cara paling mudah mendapatkan kebahagiaan bagi diri sendiri meski dengan merugikan orang lain, akan tetapi bagaimana cara terbaik untuk meraih kebahagiaan bersama orang lain. Wallahu a’lam.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ