KBRT - Mbah Jio (71), warga Dusun Wadi Lor, Desa Ngadirenggo, Kecamatan Pogalan, menjadi sosok yang dicari masyarakat Trenggalek dan sekitarnya. Dengan metode pengobatan tradisional sangkal putung, pria bernama asli Mujiono ini menangani berbagai keluhan mulai dari keseleo hingga patah tulang—tanpa biaya, tanpa pembedahan.
Sejak tahun 1980-an, Mbah Jio telah membuka praktik pijat dan urut khusus patah tulang. Tanpa mematok tarif tertentu, ia memilih melayani pasien dengan prinsip keikhlasan. Bahkan, pasien dari luar kota seperti Ponorogo, Madiun, Ngawi, hingga Jakarta berdatangan ke rumahnya setiap hari.
“Saya tidak mau meminta ongkos dari pasien, mulai dari yang keseleo hingga yang pupus tulangnya, semua sama seikhlasnya saja. Tapi saya selalu berpesan untuk kembali kemari bagi pasien yang penyembuhannya belum selesai,” ujar Mbah Jio saat ditemui.
Praktik sangkal putung dijalankan Mbah Jio di rumahnya, RT 21 RW 9 Desa Ngadirenggo, setiap hari pukul 15.00–17.00 WIB dan dilanjutkan lagi pukul 20.00–22.00 WIB. Dalam satu sesi, ia bisa menangani hingga 30 pasien.
“Saya buka itu tidak lama, dari jam 3 sore sampai jam 5, lalu kembali buka di jam 8 sampai 10 malam. Begitupun sudah bisa tangani 30 pasien lebih,” katanya.
Uniknya, Mbah Jio tidak pernah memungut bayaran dari pasien yang berasal dari pesantren. Hal ini berkaitan dengan latar belakangnya sebagai murid dari mendiang KH Ahmad Djazuli Utsman, pendiri Pondok Pesantren Ploso, Kediri.
Di ruang praktiknya yang sederhana, pasien datang dengan beragam keluhan. Proses pengobatan pun tergolong cepat. Beberapa hanya dipijat, sebagian lainnya cukup diarahkan cara memijat sendiri. Tak jarang, pasien keluar dari ruang praktik dengan senyum lega setelah sebelumnya datang dengan wajah tegang.
Yuli (57), warga Desa Sukosari, Kecamatan Trenggalek, adalah salah satu pasien yang merasa cocok dengan metode pengobatan Mbah Jio. Ia mengaku sempat mengalami nyeri lutut namun hasil pemeriksaan medis tidak menunjukkan gejala serius. Hingga akhirnya, ia mencari pengobatan alternatif.
“Ternyata sampai sini kata Mbah Jio tulang saya ada yang sedikit bergeser. Ya, kalau sudah tua gini ada saja keluhannya,” ucap Yuli.
Meski zaman terus berkembang, sangkal putung tetap menjadi pilihan sebagian masyarakat Trenggalek. Keberadaan Mbah Jio menjadi bukti bahwa pengobatan tradisional, bila dilakukan dengan sepenuh hati dan pengalaman, masih mendapat tempat istimewa di tengah masyarakat.
Kabar Trenggalek - Sosial
Editor:Zamz