KBRT – Pelataran hingga atap rumah warga di Dusun Ngrayung, Desa Ngadirenggo, Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek, dipenuhi deretan karung bekas yang dijemur. Jumlahnya tidak main-main, bisa mencapai 500 hingga 1.000 buah dalam sehari.
Karung-karung itu dijemur oleh warga sebagai bagian dari pekerjaan mencuci dan melipat karung untuk pemilik usaha. Karung yang telah dicuci di sungai, dijemur agar kering sempurna sebelum dikembalikan kepada pemilik.
“Karung yang dijemur sebelumnya sudah saya cuci di sungai. Setelah kering, karung akan dilipat rapi dan diambil oleh pemiliknya,” ujar Sugeng Rianto (43), warga setempat.
Sugeng mengaku telah menjalani pekerjaan tersebut lebih dari 10 tahun. Ia dan istrinya mencuci karung hampir setiap hari, bersama beberapa keluarga lainnya yang masih menekuni jasa ini.
“Sekali cuci saya bersama istri biasanya habis 300 sampai 500 buah karung. Semisal dari jam 6 pagi, selesainya ya sekitar jam 8,” terangnya.
Proses mencuci dilakukan di sungai, lalu karung-karung itu dibawa pulang menggunakan gerobak. Di rumah, Sugeng menata karung agar mendapatkan paparan sinar matahari optimal. Setelah kering, karung dibalik dan dijemur lagi agar kedua sisi kering sempurna, lalu dilipat setiap 10 karung. Proses ini bisa memakan waktu hingga malam hari.
Namun pekerjaan ini sangat bergantung pada cuaca. Jika hujan turun atau cuaca mendung, Sugeng terpaksa berhenti bekerja karena karung tidak bisa dijemur.
“Yang jadi kendala ya cuma hujan. Karena kalau cuaca sudah mendung, karung tidak bisa dijemur,” tandasnya.
Dari pekerjaan mencuci dan melipat 1.000 karung, Sugeng menerima upah sebesar Rp50.000. Jumlah yang diakuinya kecil, namun cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
“Itu pun tidak mesti setiap hari. Kalau belum terkumpul 1.000 karung, terkadang pemilik belum mau ambil ke sini. Tapi kalau cuaca sedang panas terik, bisa sehari dapat 1.000 karung, tapi tidak bisa istirahat,” imbuhnya.
Sugeng mengungkapkan bahwa pekerjaan ini menjadi penghasilan utamanya setelah ia berhenti merantau sebagai tukang bangunan dan pembuat plafon di kota lain. Menurutnya, permintaan tenaga kerja di sektor bangunan kian menurun, sehingga ia memilih pulang kampung dan menjalani usaha rumahan ini.
“Saya tetap bersyukur, walaupun dapat uang cuma bisa dipakai sehari buat masak istri,” pungkasnya.
Kabar Trenggalek - Sosial
Editor:Zamz