KBRT – Dukungan pemerintah dalam membuka kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas dinilai belum berjalan maksimal. Pendiri Yayasan Inklusif Trenggalek, Taryaningsih, menilai regulasi yang sudah ada masih sebatas aturan di atas kertas tanpa penguatan nyata di lapangan.
Menurut Taryaningsih, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sebenarnya telah mengatur kewajiban bagi instansi dan perusahaan untuk mempekerjakan tenaga kerja disabilitas.
Dalam Pasal 53 ayat (1) dan (2) disebutkan, BUMN dan BUMD harus menyediakan minimal 2 persen dari total pegawai, sedangkan perusahaan swasta wajib mempekerjakan sedikitnya 1 persen penyandang disabilitas.
“Secara aturan sudah jelas, tapi praktiknya belum terasa. Pemerintah perlu lebih aktif menggerakkan BUMN, BUMD, maupun perusahaan swasta agar benar-benar membuka peluang kerja bagi teman-teman disabilitas,” ujar Taryaningsih.
Ia menyoroti, dalam rekrutmen CPNS, formasi khusus disabilitas sering diisi pelamar dari luar daerah karena minimnya penyandang disabilitas di Trenggalek yang memenuhi kualifikasi pendidikan.
“Sebagian besar formasi mensyaratkan lulusan S1, padahal penyandang disabilitas yang kuliah di Trenggalek masih sedikit. Harusnya kualifikasi bisa disesuaikan, misalnya untuk lulusan SMA atau sederajat,” ucapnya.
Untuk menutup kesenjangan tersebut, Taryaningsih mendorong pemerintah daerah agar memberikan beasiswa pendidikan tinggi bagi penyandang disabilitas.
“Kalau memang dibutuhkan lulusan sarjana, pemerintah bisa kasih beasiswa. Misalnya satu desa satu sarjana disabilitas, itu bisa jadi solusi saat ada formasi kerja,” tambahnya.
Selain soal pendidikan, diskriminasi terhadap pekerja disabilitas juga masih kerap terjadi. Ia menyebut, penyandang disabilitas fisik dan tunarungu cenderung lebih mudah diterima, sedangkan disabilitas mental dan intelektual masih jarang dilibatkan di dunia kerja.
“Padahal di luar negeri, disabilitas intelektual bisa bekerja di posisi sederhana seperti menempel stiker atau mengemas produk,” jelasnya.
Taryaningsih menilai pemerintah perlu mendorong sektor swasta lebih inklusif, misalnya dengan memberi insentif pajak atau subsidi gaji bagi perusahaan yang merekrut penyandang disabilitas.
“Pemerintah bisa memberikan keringanan pajak supaya perusahaan tertarik mempekerjakan disabilitas,” ujarnya.
Namun, ia mengakui bahwa jumlah perusahaan di Trenggalek yang memiliki kebijakan ramah disabilitas masih terbatas.
“Dulu di pabrik wowin ada enam karyawan disabilitas, di pabrik rokok juga ada. Tapi banyak yang keluar karena gaji kecil dan kondisi kerja kurang mendukung. Jadi mental dan daya tahan kerja teman-teman disabilitas juga perlu diperkuat."
Kabar Trenggalek - Sosial
Editor:Zamz








