Sejarah terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), ternyata memiliki banyak hal yang harus diketahui. Karena pada tahun 2024 Pemilihan DPR RI ke-10 secara berlangsung bakal dihelat oleh masyarakat Indonesia.
Sejarah terbentuknya DPR RI dimulai pada masa penjajahan Belanda, terdapat lembaga semacam parlemen bentukan Penjajah Belanda yang dinamakan Volksraad. Pada tanggal 8 Maret 1942 Belanda mengakhiri masa penjajahan selama 350 tahun di Indonesia.
Pergantian penjajahan dari Belanda kepada Jepang mengakibatkan keberadaan Volksraad secara otomatis tidak diakui lagi, dan bangsa Indonesia memasuki masa perjuangan Kemerdekaan.
Sejarah DPR RI dimulai sejak dibentuknya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) oleh Presiden pada tanggal 29 Agustus 1945 (12 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia) di Gedung Kesenian, Pasar Baru Jakarta.
Tanggal peresmian KNIP (29 Agustus 1945) dijadikan sebagai TANGGAL dan HARI LAHIR DPR RI. Dalam Sidang KNIP yang pertama telah menyusun pimpinan sebagai berikut:
- Ketua : Mr. Kasman Singodimedjo
- Wakil Ketua I : Mr. Sutardjo Kartohadikusumo
- Wakil Ketua II : Mr. J. Latuharhary
- Wakil Ketua III : Adam Malik
Berikut ulasan sejarah terbentuknya DPR RI yang dilansir dari situs resmi dpr.go.id:
Daftar Isi [Show]
Pada Masa Tahun 1916
Periode Volksraad (Zaman Penjajahan Belanda) Pasal 53 sampai dengan Pasal 80 Bagian Kedua Indische Staatsregeling, wet op de Staatsinrichting van Nederlandsch-Indie (Indische Staatsregeling) ditetapkan pada tanggal 16 Desember 1916.
Kemudian, diumumkan dalam Staatsblad Hindia No. 114 Tahun 1916 dan berlaku pada tanggal 1 Agustus 1917 memuat hal-hal yang berkenaan dengan kekuasaan legislatif, yaitu Volksraad (Dewan Rakyat).
Berdasarkan konstitusi Indische Staatsregeling buatan Belanda itulah, pada tanggal 18 Mei 1918 Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum atas nama pemerintah penjajah Belanda membentuk dan melantik Volksraad (Dewan Rakyat).
Pada Masa Tahun 1918
Berdasarkan konstitusi Indische Staatsregeling buatan Belanda itulah, pada tanggal 18 Mei 1918 Gubernur Jenderal Graaf van Limburg Stirum atas nama pemerintah penjajah Belanda membentuk dan melantik Volksraad (Dewan Rakyat).
Kemudian, pada Keanggotaan Volksraad Ketua 1 orang (diangkat oleh Raja) Anggota 38 orang (20 orang dari golongan Bumi Putra).
Pada Masa Tahun 1927
Keanggotaan Volksraad Ketua 1 orang (diangkat oleh Raja) Anggota 55 orang (25 orang dari golongan Bumi Putra).
Pada Masa Tahun 1930
Keanggotaan Volksraad Ketua 1 orang (diangkat oleh Raja) Anggota 55 orang (25 orang dari golongan Bumi Putra).
Pada Masa Tahun 1935
Kaum Nasionalis moderat antara lain Mohammad Husni Thamrin, dll. menggunakan Volksraad sebagai jalan untuk mencapai cita-cita Indonesia Merdeka melalui jalan Parlemen.
Usul-usul anggota seperti Petisi Sutardjo pada Tahun 1935 yang berisi "permohonan kepada Pemerintah Belanda agar diadakan pembicaraan bersama antara Indonesia dan Belanda dalam suatu perundingan mengenai nasib Indonesia di masa yang akan datang", atau Gerakan Indonesia Berparlemen dari Gabungan Politik Indonesia yang berisi keinginan adanya parlemen yang sesungguhnya sebagai suatu tahap untuk menuju Indonesia Merdeka, ternyata ditolak pemerintah Hindia Belanda.
Pada Masa Tahun 1942
Tanggal 11 Januari 1942 Tentara Jepang pertama kali menginjak bumi Indonesia yaitu mendarat di Tarakan (kalimantan Timur). Hindia Belanda tidak mampu melawan dan menyerah kepada Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, dan Belanda mengakhiri masa penjajahan selama 350 tahun di Indonesia. Pergantian penjajahan dari Belanda kepada Jepang mengakibatkan keberadaan Volksraad secara otomatis tidak diakui lagi.
Pada Masa Tahun 1943
Masa Perjuangan Kemerdekaan Rakyat Indonesia pada awalnya gembira menyambut tentara Dai Nippon (Jepang), yang dianggap sebagai saudara tua yang membebaskan Indonesia dari belenggu penjajahan. Namun pemerintah militer Jepang tidak berbeda dengan pemerintahan Hindia Belanda. Semua kegiatan politik dilarang.
Pemimpin-pemimpin yang bersedia bekerjasama, berusaha menggunakan gerakan rakyat bentukan Jepang, seperti Tiga-A (Nippon cahaya Asia, Pelindung Asia, dan Pemimpin Asia) atau PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), untuk membangunkan rakyat dan menanamkan cita-cita kemerdekaan dibalik punggung pemerintah militer Jepang.
Dibentuknya Tjuo Sangi-in, sebuah badan perwakilan yang hanya bertugas menjawab pertanyaan Saiko Sikikan, penguasa militer tertinggi, mengenai hal-hal yang menyangkut usaha memenangkan perang Asia Timur Raya. Jelas bahwa Tjuo Sangi-in bukan Badan Perwakilan apalagi Parlemen yang mewakili bangsa Indonesia.
Pada Masa Tahun 1945
Tanggal 14 Agustus 1945 Jepang dibom atom oleh Amerika Serikat dan Uni Soviet menyatakan perang terhadap Jepang. Dengan demikian Jepang akan kalah dalam waktu singkat, sehingga Proklamasi harus segera dilaksanakan.
Tanggal 16 Agustus 1945 tokoh-tokoh pemuda bersepakat menjauhkan Sukarno-Hatta ke luar kota (Rengasdengklok Krawang) dengan tujuan menjauhkan dari pengaruh Jepang yang berkedok menjanjikan kemerdekaan, dan didesak Sukarno-Hatta agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Setelah berunding selama satu malam di rumah Laksamana Maeda,maka pada tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia membacakan Proklamasi Kemerdekaan di halaman rumahnya Pegangsaan Timur 56, Jakarta.
Periode KNIP
Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menetapkan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang kita kenal sebagai Undang-undang Dasar 1945. Maka mulai saat ini, penyelenggara negara didasarkan pada ketentuan-ketentuan menurut Undang-undang Dasar 1945.
Sesuai dengan ketentuan dalam Aturan Peralihan, tanggal 29 Agustus 1945, dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP beranggotakan 137 orang. Komite Nasional Pusat ini diakui sebagai cikal bakal badan Legislatif di Indonesia, dan tanggal pembentukan KNIP yaitu 29 Agustus 1945 diresmikan sebagai hari jadi DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA.
Tanggal 10 November 1945 terjadi pertempuran di Surabaya yang menimbulkan banyak korban di pihak bangsa Indonesia. Sehubungan dengan itu KNIP dalam Sidang Pleno ke-3 tanggal 27 November 1945 mengeluarkan resolusi yang menyatakan protes yang sekeras-kerasnya kepada Pucuk Pimpinan Tentara Inggris di Indonesia atas penyerangan Angkatan Laut, Darat dan Udara atas rakyat dan daerah-daerah Indonesia.
Dalam masa awal ini KNIP telah mengadakan sidang di Kota Solo pada tahun 1946, di Malang pada tahun 1947, dan Yogyakarta tahun 1949.
Perjuangan mempertahankan kemerdekaan dilaksanakan serentak di medan-perang dan di meja perundingan. Dinamika revolusi ini juga dicerminkan dalam sidang-sidang KNIP, antara pendukung pemerintah dan golongan keras yang menentang perundingan.
Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda telah dua kali menandatangani perjanjian, yaitu Linggarjati dan Renville. Tetapi semua persetujuan itu dilanggar oleh Belanda, dengan melancarkan agresi militer ke daerah Republik.
Terima kasih sudah membaca artikel di Kabar Trenggalek. Semoga ulasan tentang