Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account

Sejarah Singkat Berdirinya Muhammadiyah di Trenggalek

Muhammadiyah adalah sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia. Muhammadiyah lahir pada 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 M.Lalu, bagaimana sejarah singkat berdirinya Muhammadiyah di Trenggalek? Catatan sejarah singkat itu tercatat dalam buku "Menembus Benteng Tradisi: Sejarah Muhammadiyah Jawa Timur 1921 - 2004". Sehingga, dapat diketahui sejarah berkembangnya gerakan yang didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan itu di Trenggalek.Kyai Haji Ahmad Dahlan lahir pada 1 Agustus 1868 dan meninggal pada 23 Februari 1923. Ia adalah seorang Ulama Besar bergelar Pahlawan Nasional Indonesia. Muhammadiyah di Trenggalek sudah tercatat sebagai Ranting dalam Berita Tahoenan Moehammadijah Hindia Timoer (BTMHT) tahun 1927 dengan nomor urut 176.Berdirinya Muhammadiyah di Trenggalek berawal ketika Kyai Moh Toyyib, tinggal di Desa Ngantru, didatangi seorang pedagang sekaligus mubaligh dari Yogyakarta. Tamu yang sampai sekarang belum diketahui siapa namanya itu bercerita tentang ide-ide dan paham keagamaan yang dibawa oleh Muhammadiyah.Ketertarikan Moh Toyyib menumbuhkan kemauannya untuk menyebarkan paham yang dinilainya baru itu. Sebagai awal penyebarannya, dia mendirikan jamaah di sebuah mushalla kecil di pojok Desa Kauman (sebelah Barat Masjid Agung Trenggalek sekarang).Selang beberapa lamanya, dia dibantu H Ansari dari Desa Surodakan, untuk membina para jamaah. Lambat laun jumlah jamaah semakin bertambah, dan materi yang disampaikan keduanya juga semakin luas dan mendalam. Selain keduanya, tokoh perintis Muhammadiyah di Trenggalek antara lain Mudasir, Sumardi, Dahroni, Moh Tamsir, Sukarsi, dan Ahmad Kusairi.Pada tahun 1960, Muhammadiyah Trenggalek yang dipimpin oleh Ahmad Kusairi masih berstatus Cabang di bawah naungan PDM Kediri. Pada 1967 statusnya berubah menjadi Daerah. Dalam Musyda tahun itu, Yunus Isa terpilih sebagai Ketua.Namun, karena Yunus Isa belum menetap di Trenggalek, Ketua dipegang oleh Ahmad Kusairi sampai satu periode. Ketua periode 1970-1975 Abi Chabsin (tidak sampai satu periode karena dipindahtugaskan ke Makassar), dan diteruskan Yunus Isa.Periode 1975-1980 dipimpin H Abdus Syakur, diteruskan Moeyoto (1980-1985, tetapi dipindahtugaskan ke Probolinggo), sehingga diteruskan Abdus Syakur. Periode 1985-1990 dipimpin Amanan, diteruskan H Yunus Isa (1990-1995), dan H Moeyoto pada periode 2000-2005.Melansir dari laman muhammadiyah.or.id, kata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut Nabi Muhammad”. Penggunaan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad.Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma mengandung pengertian sebagai berikut:”Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam. Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.”