Rapat Paripurna DPR RI mengesahkan Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Setelah itu, DPR RI menyampaikan laporan hasil pembahasan revisi UU ITE.Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyahari, mengatakan proses pembahasan perubahan kedua UU ITE mengutamakan unsur masyarakat. Alasannya, hal itu ditandai dengan adanya Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama para ahli terkait ITE."Secara keseluruhan, Panja perubahan RUU kedua atas UU ITE, telah menyelenggarakan Rapat Panja sebanyak 14 kali guna membahas seluruh substansi dan usulan baru atas pasal-pasal RUU ITE serta penjelasan umum," terang Kharis, dilansir dari laman DPR RI.Kharis menyampaikan, rapat pengambilan keputusan tingkat I juga disepakati sebanyak 24 perubahan substansi dalam revisi UU ITE. Perubahan itu diatur dalam sejumlah pasal yang juga mengatur ancaman sanksi dan pidana bagi pelanggar UU ITE."Terhadap seluruh substansi dimaksud dan ditambah dengan penjelasan pasal per pasal telah dilakukan penyempurnaan rumusan berdasarkan teknis penulisan perundang-undangan dan kaidah Bahasa Indonesia yang baik serta dilakukan sinkronisasi pasal," katanya.Menurut Kharis, pembahasan RUU tentang perubahan kedua UU ITE memiliki makna yang sangat strategis. Sebab, perubahan tersebut mengikuti dinamika perkembangan masyarakat. Khususnya, memenuhi kebutuhan perlindungan hukum bidang pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dengan lebih baik.“Tujuannya adalah untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan setiap orang untuk memenuhi rasa keadilan, sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat yang demokratis,” ucapnya.
Perubahan Pasal di UU ITE
- Alat bukti elektronik (Pasal 5)
- Sertifikasi elektronik (Pasal 13)
- Transaksi elektronik (Pasal 17)
- Perbuatan yang dilarang (Pasal 27, Pasal 27 (a), Pasal 27 (b), Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 36 beserta ketentuan pidana (Pasal 45, Pasal 45 (a) dan Pasal 45 (b))
- Peran pemerintah (Pasal 40)
- Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil (Pasal 43)
Penambahan Pasal di UU ITE
- Identitas digital dalam penyelenggaraan sertifikasi elektronik (Pasal 13 (a))
- Perlindungan anak dalam penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 16 (a) dan Pasal 16 (b))
- Kontrak elektronik internasional (Pasal 18 (a))
- Peran pemerintah dalam mendorong terciptanya ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif (Pasal 40 (a))
Sebelumnya, dalam rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I tentang perubahan kedua atas RUU ITE pada tanggal 22 November 2023, fraksi-fraksi di Komisi I DPR bersama pemerintah telah menyetujui beberapa substansi terkait dengan pasal perubahan dan atau pasal sisipan dalam UU ITE.Beberapa substansi pasal itu seperti ketentuan mengenai informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah; perubahan ketentuan mengenai tanda tangan elektronik dan penyelenggara sertifikasi elektronik yang wajib berbadan hukum.Berikutnya, substansi penambahan penjelasan pasal mengenai andal, aman, beroperasi sebagaimana mestinya dan bertanggungjawab; penambahan ketentuan mengenai kewajiban penyelenggara sistem elektronik untuk memberikan perlindungan bagi anak yang menggunakan atau mengakses sistem elektronik.Kemudian, perubahan ketentuan tentang larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan, menghasut, mengajak, atau mempengaruhi orang lain, sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan.Dalam Rapat Paripurna DPR RI, Budi Arie Setiadi, Menteri Kominfo klaim perubahan kedua UU ITE melindungi HAM. Budi mengatakan, UU ITE hadir supaya ruang digital di Indonesia tetap bersih dan berkeadilan."RUU perubahan kedua Undang-Undang ITE merupakan kebijakan besar Indonesia untuk menghadirkan ruang digital Indonesia agar tetap bersih, sehat, beretika, produktif, dan berkeadilan. Sama halnya di ruang fisik, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memenuhi hak asasi manusia [HAM], yang dimiliki oleh pengguna internet di ruang siber, seperti yang telah tertuang dalam konstitusi Indonesia," ujar Budi, dilansir dari YouTube Kemkominfo TV.Sebagai catatan penting, hingga tulisan ini diterbitkan, masyarakat belum bisa mengakses dokumen resmi revisi UU ITE.