Perubahan Pasal di UU ITE
- Alat bukti elektronik (Pasal 5)
- Sertifikasi elektronik (Pasal 13)
- Transaksi elektronik (Pasal 17)
- Perbuatan yang dilarang (Pasal 27, Pasal 27 (a), Pasal 27 (b), Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 36 beserta ketentuan pidana (Pasal 45, Pasal 45 (a) dan Pasal 45 (b))
- Peran pemerintah (Pasal 40)
- Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil (Pasal 43)
Penambahan Pasal di UU ITE
- Identitas digital dalam penyelenggaraan sertifikasi elektronik (Pasal 13 (a))
- Perlindungan anak dalam penyelenggaraan sistem elektronik (Pasal 16 (a) dan Pasal 16 (b))
- Kontrak elektronik internasional (Pasal 18 (a))
- Peran pemerintah dalam mendorong terciptanya ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif (Pasal 40 (a))
Penjelasan Menteri Kominfo
Menurut Menteri Kominfo, Budi, perubahan RUU Kedua UU ITE memiliki arti penting sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan hukum baik nasional maupun global. Ada penerapan norma-norma pidana dalam UU ITE yang berbeda-beda di berbagai tempat.“Sehingga banyak pihak yang menganggap norma-norma UU ITE multitafsir, karet, memberangus kemerdekaan pers, hingga mengancam kebebasan berpendapat,” ujar Budi dalam rilis resmi Kemkominfo.Budi juga menyoroti penggunaan produk atau layanan digital dapat memberi manfaat besar bagi pertumbuhan dan perkembangan anak jika digunakan secara tepat. Oleh karena itu, penyelenggara sistem elektronik harus mengambil tanggung jawab dalam memenuhi hak-hak anak, sekaligus melindungi anak dari bahaya atau risiko fisik dan psikis.Budi menyebutkan, pemerintah memperhatikan pembangunan ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif. Ia menilai, Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang besar. Diperkirakan potensi itu akan menyumbang sepertiga potensi ekonomi digital di kawasan ASEAN.Selain itu, Budi memantau perkembangan layanan sertifikasi elektronik seperti tanda tangan elektronik, segel elektronik dan autentikasi situs web serta identitas digital. Menurutnya, Indonesia butuh landasan hukum yang lebih komprehensif dalam membangun kebijakan identitas digital serta layanan sertifikasi elektronik lainnya.Perubahan UU ITE, lanjut Budi, diperlukan karena berkaitan dengan aspek penegakan hukum. Perlu penguatan kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam melakukan penyidikan tindak pidana siber. Khususnya, pidana yang menggunakan rekening bank dan aset digital dalam skema kejahatan.“Dalam hal ini, PPNS di sektor Informasi dan Transaksi Elektronik [ITE] butuh kewenangan untuk memerintahkan penyelenggara sistem elektronik dalam melakukan pemutusan akses sementara terhadap rekening bank, uang elektronik, dan/atau aset digital,” tandas Budi.Sebagai catatan penting, hingga tulisan ini diterbitkan, masyarakat belum bisa mengakses dokumen resmi revisi UU ITE.Kabar Trenggalek - Nasional