Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Merajut Ingatan: Riyanto, Anggota Banser yang Gugur Memeluk Bom Saat Berjaga di Gereja

Kabar Trenggalek - Dua puluh dua tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 24 Desember 2000, ada seorang pahlawan bernama Riyanto. Ia adalah pria kelahiran 19 Oktober 1975 yang meninggal saat bertugas mengamankan Gereja Eben Heazer Mojokerto, saat malam misa.

Riyanto adalah anggota Barisan Ansor Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser NU) Mojokerto. Ia anak sulung dari tujuh bersaudara yang lahir dari pasangan Sukarmin dan Katinem.

Berdasarkan artikel di Tempo dengan judul ‘Belajar Toleransi dari Riyanto, Banser Korban Bom Natal‘, Riyanto bekerja sebagai kuli timbang di sebuah koperasi. Saat berusa 25 tahun, ia sudah menjadi pulang punggung keluarga. Menafkahi enam adiknya yang masih sekolah dan membantu orang tuanya mencari nafkah.

Memang sangat disayangkan, ia harus meninggal dalam tugas mengamankan Gereja Eben Heazer saat malam misa. Penyebab meninggalnya Riyanto adalah bom yang ia coba amankan meledak.

Riyanto tak sempat menyelamatkan diri dari ledakan bom, karena saat ia menggendong bom yang hendak dibuang ke selokan, tiba-tiba bom tersebut meledak dan membuat tubuh Riyanto terpental 30 meter.

Halaman selanjutnya

Detik-Detik Kisah Heroik Riyanto...

 

Detik-Detik Kisah Heroik Riyanto

Saat itu, pada tanggal 24 Desember 2000, sekitar jam lima sore, Riyanto berpamitan kepada ayahnya untuk bertugas menjadi ke keamanan gereja. Bertepatan dengan bulan Ramadhan, ia bilang ke orang tuanya untuk tidak berbuka di rumah, melainkan di tempatnya bertugas. Riyanto juga bilang setelah bertugas jaga gereja, ia rencananya beriktikaf di masjid.

Setelah lengkap memakai baju Banser lorengnya, Riyanto berangkat dengan mengendarai vespa menuju gereja. Orang tua Riyanto juga tak mempunyai firasat apapun. Jika ini adalah saat-saat terakhir ia melihat putra sulungnya.

Di gereja, petugas yang berjaga gabungan antara Banser dan polisi. Saat sudah memasuki adzan Maghrib, Riyanto bersama teman-temannya yang lain berbuka bersama, sembari bergantian sholat.

Singkat cerita, petugas gereja menemukan dua barang aneh di dua tempat, pertama tas mencurigakan di bawah kursi dalam gereja dan sebuah kresek di bawah telepon umum depan gereja. Karena dikhawatirkan ada bom, lantas petugas yang berjaga memeriksa dua benda mencurigakan tersebut.

Ternyata, setelah diperiksa, tas yang berada di bawah kursi dalam gereja berisikan kado. Namun, saat kresek di bawah telepon umum diperiksa salah satu anggota Banser, yakni Riyanto, di dalamnya terdapat rangkaian kabel.

Karena merasa itu adalah bom, kemudian Riyanto bergegas mengamankan benda tersebut. Ia berlari menuju lubang gorong-gorong 10 meter di depan gereja. Riyanto tak sempat membuang bom tersebut, sebelum sampai di gorong-gorong, bom itu meledak dalam pelukan Riyanto. Hingga tubuhnya terpental 30 meter dari tempat ledakan.

Ledakan yang kedua juga terjadi, setelah tas berisikan kado di bawah kursi gereja ditaruh di halaman gereja. Setelah tas berisikan kado tersebut ditaruh, tak lama ikutan meledak.

Dari ledakan kedua bom tersebut juga berdampak pada bangunan-bangunan di sekitarnya. Seperti toko yang dimiliki Ang Kin Kie, kacanya pecah dan gentengnya ikut berjatuhan. Studio foto Kartini milik Sulikin berada di depan gereja juga ikut terkena dampak ledakan. Setidaknya papan reklame dan atap studionya rusak.

Halaman selanjutnya

Duka dari Kepergian Sang Pahlawan...

Duka dari Kepergian Sang Pahlawan

Riyanto sampai meninggal dunia belum sempat menikah. Keluarga yang ditinggalkan begitu merasakan duka. Riyanto sebagai tulang punggung keluarga kini sudah kembali ke alam barzah. Duka menyelimuti keluarga Riyanto pada malam kelabu itu.

Orang tua Riyanto tak menyangka jika anaknya menjadi korban ledakan bom di gereja. Ayahnya, Sukimin, pada malam ledakan bom di gereja ia sedang mengayuh becak. Jadi, dia sedang tidak ada di rumah dan belum mengetahui secara pasti nasib Riyanto.

Orang tua Riyanto sendiri mengetahui jika ada ledakan di sebuah gereja tempat anaknya bertugas. Orang tuanya pun mulai khawatir, karena rekan-rekan anaknya sudah pulang. Sementara Riyanto belum ada kabar sama sekali.

Karena mulai cemas, orang tuanya pun segera ke sana kemari mencari kabar Riyanto. Alhasil, sesampainya di rumah sakit. Orang tua Riyanto bertemu dengan salah satu rekan anaknya. Dan diberi kabar jika anaknya telah meninggal karena ledakan bom di Gereja Eben Heazer.

Oleh temannya, orang tua Riyanto tidak diperkenankan melihat jenazah anaknya. Jadi, orang tuanya hanya bisa pasrah dan kembali pulang. Jenazah Riyanto pun diurus oleh rekan-rekannya.

Dari kisah pengorbanan Riyanto dalam menjaga ketentraman umat beragama patut diapresiasi dan dijadikan teladan. Bukan malah mengabaikan dan melupakan. Negara harus berterima kasih, karena dari kalangan sipil ada yang berani mengorbankan dirinya untuk menjaga keamanan dan ketentraman dalam beragama.

Selamat jalan Riyanto, selamat menuju keabadian.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *