Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Menikmati Wedang Ronde Malioboro Yogyakarta sambil Dengerin Cerita Pedagangnya

Malam Minggu, 10 September 2023, jam 23.59 WIB di kawasan Malioboro Yogyakarta. Udara dingin 25° celcius seakan-akan dialihkan oleh keramaian manusia yang menikmati Jalan Malioboro.

Akan tetapi, setelah terasa lelah menyusuri sepanjang Jalan Malioboro, udara dingin kembali datang menyelimuti tubuh. Seperti memberi sinyal bahwa tubuh sedang butuh yang hangat-hangat. Tepat di depan kawasan Gedung Bank Indonesia, ada salah satu gerobak wedang ronde Malioboro Yogyakarta.

Pedagang wedang ronde itu namanya Widodo. Usianya 36 tahun, asal Klaten. Dengan sat-set, Widodo meracik berbagai komposisi untuk membuat dua porsi wedang ronde. Menikmati wedang ronde bisa jadi salah satu pilihan untuk menghangatkan tubuh.

Wedang ronde tersaji di dalam mangkuk mungil yang disangga lepek (alas). Aroma rempah dalam air jahe memancing untuk segera diminum. Bisa dicicipi pakai sendok atau langsung diseruput dari mangkuknya. Setelah diminum, kesegaran dan kehangatan wedang ronde meresap ke dalam tubuh. Otomatis mulut mengeluarkan suara "ahh..."

Terlihat berbagai komposisi warna-warni dalam seporsi wedang ronde. Ada air jahe, air gula Jawa, susu, roti tawar, kolang-kaling, kacang goreng, dan dua ronde. Pedagangnya, Widodo, memberi tips menikmati wedang ronde dengan masing-masing komponen itu dalam satu sendok, terutama kacang.

[caption id="attachment_43627" align=aligncenter width=1280] Dua porsi wedang ronde Pak Widodo/Foto: Wahyu AO (Kabar Trenggalek)[/caption]

"Bilamana dimakan, rasanya mak klethes, gitu," ucap Widodo menirukan suara kunyahan kacang di wedang ronde.

Menurut Widodo, asal-usul nama wedang ronde diambil dari berbagai komposisinya. Wedang yaitu air jahe dengan rempah-rempahnya. Sedangkan ronde adalah olahan ketan berbentuk bulat.

Kesegaran dan kehangatan dari wedang ronde berkhasiat untuk menyegarkan tubuh. Wedang ronde bisa menjadi teman yang pas saat kedinginan bahkan mengatasi tubuh ketika masuk angin.

Usai melayani beberapa pelanggan, Widodo duduk nyantai. Ia berkenan untuk cerita sejarah wedang ronde dan pengalaman jualan di kawasan Malioboro Yogyakarta.

"Wedang ronde itu udah sejak dahulu kala, jaman nenek moyang di Jogja. Yang agak viral dulu itu langganannya Bapak Soeharto [presiden ke 2]. Ronde pertama kali di Jogja itu ada di Alun Alun Utara Jogja, itu yang pencetus," cerita Widodo.

Setelah Widodo mendapat inspirasi dari temannya, ia menjadi pedagang wedang ronde sejak tahun 2013 di kawasan Malioboro Yogyakarta. Pedagang wedang ronde kala itu masih sedikit. Setelah berjalannya waktu, pedagang wedang ronde semakin banyak.

"Di kawasan Malioboro ada 100an lebih [pedagang wedang ronde]. Itu dulu, tahun 2017, dari ujung Tugu Jogja sampai sini," ujar Widodo.

Hingga 2018, lokasi Widodo berdagang wedang ronde di depan lampu merah, kawasan Titik Nol kilometer Yogyakarta. Waktu itu hanya ada 6 pedagang wedang ronde.

Hasil usaha mencari rezeki dari wedang ronde digunakan Widodo untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Ternyata, usaha pedagang di kawasan Malioboro tak seindah pencitraan wisatanya. Di balik keindahan Malioboro, ada cerita para pedagang yang berkali-kali diusir paksa oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).

[caption id="attachment_43626" align=aligncenter width=1280] Widodo meracik wedang ronde/Foto: Wahyu AO (Kabar Trenggalek)[/caption]

"Wahh...luar biasa mengalami penertiban Satpol PP. Gak terhitung. Ya, namanya kami hidup di kota, penertiban pasti ada," kata Widodo.

"Satpol PP itu dah luar biasa. Ya, kadang baru beli kursi baru, ditaruh, sudah diambil. Rodongnya, toples, diambil. Semua diambil tinggal dandangnya. Gerobaknya pernah diangkut. Kayak ditilang itu. Nanti kami ngurus di Kota Madya sana. Kena denda," jelas Widodo.

Pertama kali diusir paksa, Widodo kena denda Rp 50 ribu. Seiring berjalannya waktu, denda bertambah jadi Rp. 100 ribu, Rp 150 ribu, dan lebih mahal lagi. Terakhir, Widodo mendapati pengalaman pahit itu tahun 2018, sebelum Covid-19 datang. Saat ini, sudah ada Pam Budaya Jogja yang menjaga kawasan Malioboro.

"Terakhir sebelum corona, 2018. Semua dagangan dibawa. Tapi Alhamdulillah, Gusti Allah masih mencintai untuk mencari rejeki dan dikasih tempat yang aman dan nyaman," terang Widodo.

Jam menunjukkan pukul 00.59 WIB. Sabtu berganti Minggu. Suasana malam terasa tenang. Lampu-lampu di gerobak wedang ronde masih terus menyala terang.

Pelanggan bisa menikmati Wedang Ronde Pak Widodo setelah Maghrib hingga pukul 3 atau 4 subuh. Menikmati suasana Malioboro sambil dengerin cerita para pedagangnya memang asyik dan perlu dicoba.