Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account
ADVERTISEMENT
JImat

Menik, Sang Penjaga Rasa Gula Merah di Trenggalek Selama 35 Tahun Tanpa Lelah

  • 04 May 2025 12:00 WIB
  • Google News

    KBRT — Di sudut kios sederhana dekat Terminal MPU Pasar Basah Trenggalek, senyum ramah Menik (60) selalu menjadi penanda ketulusan. Selama 35 tahun, wanita asal Desa Jatiprahu, Kecamatan Karangan, ini telah menambatkan hidupnya pada ladang manis bernama gula merah. 

    Bagi Menik, berdagang bukan sekadar soal untung dan rugi. Ia memanggul amanah besar: menjaga rasa, merawat warisan, dan mengedukasi pelanggan tentang kualitas.

    Jejaknya dimulai dari Pasar Pon Trenggalek. Di bawah naungan los pasar yang kemudian luluh lantak oleh api, Menik muda memulai dagangan, masih gadis dan sering jadi bahan perbincangan karena keberaniannya berdagang sendiri.

    “Awalnya memang disuruh orang tua untuk mulai buka dagangan sendiri, masih canggung waktu itu. Tapi saya jalani saja. Lama-lama terbiasa,” kenangnya, matanya berbinar.

    Jalur dagangnya bukan sekadar warisan bisnis, melainkan napas panjang keluarga yang sudah terjaga sejak zaman kakek-nenek. Menik kecil dulu sudah terbiasa membantu ibunya berjualan. Pada usia 25 tahun, ia resmi membangun lapak sendiri. Sejak itu, tak ada yang mampu menggoyahkan tekadnya.

    “Saya sudah hafal betul macam-macam kualitas gula. Kalau orang tanya, saya bisa jelaskan dengan yakin,” tegasnya.

    Kini, di lapaknya yang hangat dan sederhana, Menik menawarkan dua jenis gula merah—gula murni seharga Rp 25.500 per kilogram, dan gula campuran tebu seharga Rp 20.000. Semua ia jelaskan dengan jujur, tanpa menutup-nutupi.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    “Saya kalau jualan apa adanya. Pelanggan harus tahu kualitas yang mereka beli,” ujarnya mantap.

    Pasokan gula ia datangkan rutin dari produsen di Pacitan, sekitar 200 kilogram setiap lima hari sekali. Jika musim pernikahan atau Ramadhan tiba, pesanan melonjak, dan Menik dengan cekatan memenuhi kebutuhan pelanggan setianya—kebanyakan dari mereka sudah mengenalnya sejak era Pasar Pon dulu.

    Selain gula merah, ia juga menjual gula aren meski dalam jumlah terbatas. Keuntungan per kilogram gula merah sekitar Rp 3.000, sedangkan gula aren bisa mencapai Rp 10.000.

    “Pembeli di sini itu kebanyakan pelanggan lama. Mereka sudah tahu kalau saya jaga kualitas dari dulu,” imbuhnya.

    Bagi Menik, setiap butir gula merah yang ia jual bukan sekadar dagangan. Itu adalah cerita tentang ketekunan, kejujuran, dan cinta terhadap warisan kuliner lokal. 

    Dalam ketatnya arus zaman, Menik berdiri sebagai penjaga rasa dan teladan pedagang yang totalitas melayani pelanggan.

    “Selama ini saya jalani dengan ikhlas. Asal pelanggan puas, saya sudah senang,” pungkasnya, sembari kembali merapikan tumpukan gula merah di kiosnya—seperti biasa, dengan senyum yang tak pernah pudar.

    Kabar Trenggalek - Feature

    Editor:Zamz