Opini oleh: Shofy Khamdanul Huda*
Lewat sudah bulan Agustus yang penuh dengan hiruk pikuk perayaan peringatan kemerdekaan Republik Indonesia. Untuk Kabupaten Trenggalek terasa lebih istimewa lagi karena bersamaan dengan perayaan Hari Jadi yang juga berlangsung di bulan Agustus. Puncak perayaannya pada tanggal 31 Agustus, seolah menjadi gong penutup semua kemeriahan perayaan yang terselenggara.
Salah satu event perayaan yang mampu menyedot perhatian masyarakat adalah karnaval. Selama ini memang karnaval adalah event yang mampu menghadirkan massa dalam jumlah banyak.
Oleh karena itu, kegiatan karnaval seharusnya memiliki berbagai manfaat positif yang di antaranya adalah sebagai sarana edukasi. Yaitu sebagai sarana edukasi kepada generasi muda untuk mengetahui sejarah perjuangan kemerdekaan dan mengenali aneka budaya yang ada di Indonesia. Misalnya, seperti pakaian adat, rumah adat, profesi, serta aneka ragam pernak perniknya.
Karnaval seharusnya bisa menjadi sebuah kegiatan yang bertujuan untuk menumbuhkan kecintaan kepada bangsa dan negara. Sekaligus untuk menciptakan generasi penerus agar tumbuh menjadi generasi yang hebat, generasi yang mendatangkan kejayaan bagi bangsa dan negara di masa mendatang.
Tetapi akhir-akhir ini seperti terjadi sebuah pergeseran makna dari pelaksanaan karnaval. Karnaval sekarang terselenggara seperti tanpa ada tujuan sebagai sarana edukasi serta tanpa konsep dan tema yang jelas yang hanya menampilkan sebuah kegiatan hura-hura serta kemeriahan saja. Di berbagai daerah, karnaval kebanyakan hanya menampilkan joget-joget seksi serta ajang persaingan sound system.
Sebagai negara yang berideologikan Pancasila, pelaksanaan karnaval seharusnya berdasarkan pada ajaran dan nilai yang terkandung pada kelima sila dasar negara kita tersebut.
Karnaval harus berdasarkan sila pertama yaitu ketuhanan yang maha esa. Pelaksanaan karnaval harus memperhatikan nilai dan ajaran agama yang diakui secara resmi di negeri ini. Misalnya apabila karnaval diselenggarakan pada hari Minggu, jangan sampai mengganggu pelaksanaan ibadah saudara-saudara kita yang beragama Katolik dan Kristen, pelaksanaan karnaval jangan sampai mengganggu waktu sholat umat Islam, peserta karnaval harus berpakaian menutup aurat, peserta karnaval tidak diperbolehkan mengkonsumsi minuman keras.
Berdasar sila kedua, pelaksanaan karnaval harus menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Salah satu perwujudannya adalah peserta karnaval berperilaku dan berpenampilan yang sopan serta tidak mengganggu ketertiban umum.
Berdasar sila ke tiga kegiatan karnaval juga harus menjiwai semangat persatuan Indonesia. Dalam pelaksanaanya, menampilkan keanekaragaman adat istiadat dan budaya yang ada di negeri ini yang bisa hidup berdampingan secara serasi.
Karnaval harus berlandaskan pada sila ke empat yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Contoh pelaksanaannya seperti ketika perencanaan karnaval terlebih dulu diadakan musyawarah oleh perwakilan dari semua kontingen peserta atau semacam technical meeting untuk menyepakati berbagai macam aturan yang harus ditaati peserta karnaval.
Dan yang terakhir, karnaval harus berdasar pada sila ke lima, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pelaksanaan karnaval harus mampu mewujudkan keadilan bagi peserta maupun penonton. Semua peserta harus mempunyai kesempatan yang sama dalam menampilkan atraksinya dalam karnaval serta semua masyarakat harus mendapat kesempatan yang sama untuk menyaksikan karnaval.
Semoga saja untuk kesempatan yang akan datang pelaksanaan karnaval tidak hanya menjadi tontonan, tapi juga bisa menjadi tuntunan bagi masyarakat dan generasi penerus bangsa ini.
*Shofy Khamdanul Huda adalah pemerhati lingkungan. Warga Dusun Tawing, RT 32 RW 09, Desa Ngadisuko, Kecamatan Durenan, Trenggalek.
Catatan Redaksi:Opini kolumnis ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi kabartrenggalek.com.