Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Herno Nurmanto Perajin Tusuk Sate Trenggalek, dari Buka Jasa hingga Jadi Bos

Kabar Trenggalek - Herno Nurmanto sering kali beraktivitas di belakang rumah, di Desa/Kecamatan Pogalan. Berada di depan tempat perapian, perajin tusuk sate Trenggalek itu sabar menunggu dan sesekali menambah kayu bakar agar api tetap menyala besar.Tak jauh dari perapian, ada sebuah bangunan berbentuk kotak yang berukuran sekitar 4 x 2 meter. Lokasinya berada di sebelah kanan perapian. Kotak itu berbahan kalsibot dan terhubung langsung dengan perapian melalui media pipa.Herno berjalan mendekati kotak itu. Pada bagian mulut kotak, ada penutup berupa terpal. Lantas, dia pun membukanya, yang mana kotak itu berisi banyak sekali tumpukan tusuk sate. Jumlahnya mencapai puluhan ribuan tusuk.Tusuk-tusuk itu tidak dibiarkan terurai, melainkan diikat memakai tali dalam ukuran 1 kilogram (kg). Satuan berat itu merupakan cara penjualan dari tusuk sate (bukan per biji).Herno bilang, proses perapian itu merupakan proses pengeringan tusuk sate. Cara itu lebih cepat dibandingkan mengeringkannya di bawah terik matahari.[caption id="attachment_16612" align=aligncenter width=1296]Herno Nurmanto sedang menunjukkan proses membuat tusuk sate Herno Nurmanto sedang menunjukkan proses membuat tusuk sate/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]"Setidaknya suhunya rata sekitar 40 derajat celcius," ungkapnya, sambil menutup terpal.Sebagai pengusaha tusuk sate, peralatan Herno lumayan lengkap. Mulai dari, mesin pemotong bambu, pemotong lidi, irat bambu, pembulat. poles, dan peruncing. Semua mesin-mesin itu pun lahir dari pengetahuannya di perbengkelan las.Ayah satu putri itu merakit mesin poles pertama kali pada 2012. Dia terinspirasi dari alat pembuat dupa di Kecamatan Tugu.Herno melihat peluang usaha dari alat itu, karena warga Desa Pogalan banyak yang memiliki usaha lidi dan tusuk sate, namun masih menggunakan cara manual.Herno dibantu dengan saudaranya yang kerja di bengkel las untuk merealisasikan idenya. Dan, mereka pun berhasil membuat alat poles lidi.[caption id="attachment_16615" align=aligncenter width=1296]Mesin pembuat tusuk sate milik Herno Nurmanto Mesin pembuat tusuk sate milik Herno Nurmanto/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]"Merakit mesin itu kira-kira 75 juta [rupiah]," ungkapnya.Dari alat itu, Herno mengawali usaha dari jasa mesin poles. Tak butuh waktu lama, warga sekitar pun memakai jasa mesin pemolesnya. Herno menarik Rp 500 per kg. Usaha itu pun berjalan lancar, kendati hasilnya kecil.Berjalan dua tahun, usaha pria kelahiran 1985 itu berkembang pesat. Dari usaha jasa poles lidi, menjadi pengusaha tusuk sate. Tahun pertama membuka usaha tusuk sate, produksinya tak sebanyak sekarang.Dulu, dalam sehari sebatas 20 - 25 kg. Tapi kini, mesinnya bertambah menjadi 3 set, dalam sehari dia bisa produksi hingga 2 - 3 kwintal."Satu kg untuk jenis tusuk sate ayam, jumlahnya antara 1100 - 1200 biji. Kalau tusuk sate daging, antara 850 - 900 biji," ucapnya.[caption id="attachment_16614" align=aligncenter width=1296]Herno Nurmanto bersama produk usaha tusuk satenya Herno Nurmanto bersama produk usaha tusuk satenya/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Perjalananan bisnis tusuk sate milik Herno terbilang cukup lancar. Dimulai dari desa yang dikenal sebagai penghasil tusuk sate, produk tusuk sate miliknya menjadi lebih mudah terserap pasar, karena banyak tengkulak yang mengantri untuk membelinya.Namun memasuki masa-masa pandemi Covid-19, bisnis Herno sempat mengalami kemandegan selama dua bulan. Selama itu, usahanya benar-benar off karena banyak pembatasan-pembatasan di berbagai daerah. Dampaknya, barang tidak bisa keluar."Pedagang dari Jateng sempat tidak bisa masuk ke Trenggalek, begitupun saya juga tidak bisa masuk ke wilayah Kediri," ujarnya.Herno tak mau mengalah dengan keadaan. Ketika pedagang kian sepi, dia berinisiatif memasarkan tusuk satenya sendiri dengan terjun ke pasar-pasar. Di sana, memasarkan produk dengan harga miring karena pandemi."Alhamdulillah, pemasaran itu membuahkan hasil, jadi barang bisa terserap pasar kembali," ungkapnya.Dan, upaya Herno berdampak positif ke depan. Melalui terjun ke lapangan, semakin banyak dia mengenal konsumen. Jaringannya pun kian meluas.Hingga kini, permintaan pasarnya mencapai 4 - 8 ton per minggu. Permintaan sebanyak itu membuat Herno juga merangkap bisnis sebagai pedagang, selain produsen."Saya banyak mengambil barang setengah jadi dan jadi untuk dijual kembali," ucapnya.Sesuai dengan keringatnya, bisnis tusuk sate milik Herno beromzet sekitar Rp 80 juta per bulan. Sementara dia menjual tusuk sate jenis ayam Rp 15 ribu per kg, sedangkan Rp 14 ribu per kg untuk tusuk sate jenis daging kambing."Sebenarnya ada banyak jenis tusuk, misal tusuk sempol, cilok, papeda, bihun telur. Tapi yang paling ramai tusuk sate ayam dan daging," tandasnya.