Majelis Ulama Indonesia (MUI) dengan tegas menyatakan bahwa golput
pemilu 2024 haram.Pernyataan ini datang dari Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis, yang mengungkapkannya melalui akun pribadinya
@cholilnafis pada Sabtu (16/12/2023).Dalam postingannya, Cholil menekankan bahwa fatwa MUI memandang pemilihan pemimpin sebagai kewajiban.Pemilu 2024, yang mencakup Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres), dijadwalkan berlangsung pada Rabu (14/2/2024)."Meskipun hidup ini tak selalu sesuai harapan, kita harus paling tidak berusaha agar tidak membahayakan," tulis Cholil.
Penegasan dari MUI
Cholil menjelaskan bahwa golput di Pemilu 2024 dianggap haram berdasarkan Keputusan Ijtimak Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III tentang Masa'il Asasiyah Wathaniyah pada tahun 2009.Meski keputusan ini dikeluarkan 14 tahun yang lalu, relevansinya masih berlaku hingga sekarang. Menurut Cholil, golput diharamkan karena umat Islam memiliki kewajiban untuk memilih pemimpin.Jika tidak ada pemimpin yang dipilih, lanjut Cholil, potensi kerusakan dalam masyarakat akan semakin besar."Kedua, kita dianjurkan memilih pemimpin yang diyakini mampu memimpin," ucap Cholil.Ia kemudian menyoroti sifat-sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin, yaitu shiddiq (jujur), tabligh (menyampaikan), amanah (dapat dipercaya), dan fathonah (cerdas). Sifat-sifat ini sejalan dengan empat kebaikan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW.
Arti Golput dan Tanggung Jawab Umat Islam
Cholil menegaskan bahwa ketidakpartisipasian umat Islam dalam memilih berarti mereka tidak ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan masa depan bangsa.Setiap individu memiliki tanggung jawab untuk memakmurkan Bumi, membangun dunia, dan ikut serta dalam pembentukan masa depan."Tentunya, jika tidak bisa menjadi pemimpin yang mengemban amanah, kita dapat memilih pemimpin yang memiliki kualitas baik untuk memimpin," tambah Cholil.
Isi Keputusan Ijtimak Ulama
Keputusan Ijtimak Ulama yang diacu oleh Cholil mencakup beberapa aspek hak pilih dalam Pemilu.
Pertama, pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa.
Kedua, memilih pemimpin (nashbu al imam) dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama.
Ketiga, imamah dan imarah dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat.
Keempat, memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah wajib.
Kelima, memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam butir 4 (empat) atau sengaja tidak memilih padahal ada calon yang memenuhi syarat hukumnya adalah haram.Dari hal tersebut, keputusan ijtimak ulama merekomendasikan supaya umat Islam untuk memilih pemimpin dan wakil-wakilnya yang mampu mengemban tugas amar ma’ruf nahi munkar.Selain itu, pemerintah dan penyelenggara
pemilu perlu meningkatkan sosialisasi penyelenggaraan pemilu agar partisipasi masyarakat dalam menunaikan hak pilih mereka dapat meningkat.