Anggota Komisi II DPR RI, Aus Hidayat Nur, mengaku prihatin atas berulangnya pelanggaran etik yang terjadi pada pemilu 2024. Terakhir, DKPP memvonis Ketua KPU RI terbukti melanggar etik terkait pencalonan cawapres 02, Gibran Rakabuming Raka.
Oleh karena itu, menurut Aus, kata ‘etis’ perlu ditambahkan dalam asas pemilu yang sudah ada, yaitu Luber Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil).
“Apakah bangsa ini ingin dibuat menjadi permisif? Hal yang terang-terangan melanggar etis, tetap dipaksakan berlaga di Pemilu. Lalu bila terpilih, berarti rakyat sudah tak peduli lagi dengan persoalan etika?” ujar Aus, dilansir dari laman DPR RI.
Politisi Fraksi PKS itu mengatakan, bila etis menjadi asas dan dipatuhi, bangsa Indonesia akan terjaga kehormatannya. Tak ada lagi yang berani menabrak etika dan mempertontonkannya kepada masyarakat. Kualitas pemilu juga terjaga.
“Pelanggaran etis ini berpotensi menimbulkan delegitimasi hasil pemilu. Dan kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi di Indonesia terancam ambruk,” terang Aus.
Menurut Aus, pelanggaran etis bukan cuma terjadi pada hal yang telah divonis secara formal. Masyarakat juga merasa Presiden Jokowi tidak indahkan etika ketika cawe-cawe dan melakukan pembagian bansos yang ditenggarai sebagai dukungan kepada salah satu Paslon. Hal itu disampaikan dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (10/2/2024).
“Perbuatan tersebut dianggap memalukan bangsa Indonesia di hadapan dunia. Sejumlah kalangan cerdik pandai sivitas akademia pun beramai-ramai menyatakan sikap dan mengkritik Presiden terang-terangan. Dan yang paling keras bahkan ada yang menyerukan pemakzulan atau pengunduran diri Presiden,” tandas Aus.