KBRT – Belum juga matahari tegak di langit, halaman Balai Desa Kedungsigit, Kecamatan Karangan, Trenggalek, sudah dipenuhi tikar dan secarik kertas bertuliskan nama warga. Hari itu, Rabu (02/07/2025), bukan hari pasar, bukan pula bagi-bagi bantuan. Namun warga datang sejak pagi buta demi satu hal: mendapat tempat duduk terbaik untuk mengikuti pengajian bersama Gus Iqdam dari Blitar.
Dari ujung selatan ke utara balai desa, tikar-tikar plastik berwarna-warni terhampar rapih, ditindih batu atau sandal agar tak terbawa angin. Beberapa diberi tanda dengan tulisan tangan: “RT 6 RW 1”, “Sudah Dipesan”, “Jangan Dipindah”. Warga datang tak hanya dari Kedungsigit, tapi juga dari desa-desa sekitar. Bahkan ada yang tiba selepas shalat subuh.
“Saya sudah datang selepas jamaah subuh,” kata Umiati (70), warga RT 6 RW 1 Desa Kedungsigit. “Tikar saya pasang jam sepuluh, tapi ramai-ramai kami balik lagi ke sini jam sebelas, takut digeser sama yang baru datang.”
Umiati tak sendiri. Ia dan beberapa tetangganya menandai empat lembar tikar sekaligus—yang menurutnya cukup untuk menampung 50-an orang dari lingkungannya. Tak ada keributan, hanya semangat dan strategi ‘mengamankan lokasi’ demi bisa mendengar tausiyah secara langsung dari dalam balai desa.

Di sisi lain halaman, Siti Aisyah (41) menempelkan secarik kertas dengan isolasi di tikar plastik miliknya. Tempatnya memang jauh dari panggung—sekitar 30 meter—namun itu sudah cukup baginya. Ia tak keberatan duduk di bawah terik matahari, yang penting bisa mengikuti acara besar ini.
“Kalau enggak dipasangi kertas dan direkatkan, takutnya ditempati orang lain,” ujar Aisyah sambil tersenyum.
Pengajian ini digelar untuk menyambut bulan Muharam, dan sepenuhnya diinisiasi oleh warga RT 8 RW 2 Desa Kedungsigit. Zainal Ghozali, panitia pengajian sekaligus warga RT 8, menjelaskan bahwa acara ini sudah direncanakan sejak dua tahun lalu. Kini, doa dan upaya itu berbuah manis: lebih dari 1.000 orang diperkirakan hadir.
“Setiap KK di RT 8 sepakat iuran lima puluh ribu rupiah,” jelas Zainal, yang juga bertugas di bagian konsumsi. “Kami juga siapkan tujuh layar tancap di luar balai desa, buat jamaah yang tidak kebagian tempat.”
Panitia menetapkan zona khusus di sekitar panggung—sekitar 10 meter lingkaran—khusus untuk warga RT 8 sebagai penyelenggara. Di luar pagar itu, prioritas diberikan kepada warga Kedungsigit, baru kemudian warga luar desa seperti dari Buluagung yang sudah ikut menandai tempat sejak pagi.
“Kegiatan ini sudah lama diinginkan warga. Sekitar 60 keluarga di RT 8 sudah sepakat dan antusias. Alhamdulillah, respons masyarakat luar biasa,” tandas Zainal.
Hari pun beranjak siang, tikar-tikar semakin rapat, dan semangat warga tak surut. Tak hanya mencari berkah Muharam, tapi juga menjadi bagian dari kebersamaan yang langka—di mana selembar tikar dan secarik kertas jadi simbol semangat warga menjaga ruang spiritual bersama dan Makin Tahu Indonesia.
Kabar Trenggalek - Peristiwa
Editor:Zamz