Bertentangan dengan UUD 1945, Batas Usia Capres dan Cawapres Kembali Diuji di MK
Batas usia capres dan cawapres kembali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK). Uji itu diajukan oleh Russel Butarbutar dan Utami Yustihasana Untoro, dosen dari Fakultas Hukum Universitas Bung Karno.Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang pengujian Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan umum (UU Pemilu) sebagaimana dimaknai dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 pada Senin (15/1/2024).Sidang kedua dalam Perkara Nomor 154/PUU-XXI/2023 ini dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra bersama dengan Hakim Konstituasi Enny Nurbaningsih. Serta, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur selaku hakim anggota.Pada sidang dengan agenda menyampaikan perbaikan permohonan hari ini, Russel menyebutkan beberapa hal yang telah disempurnakan pada permohonan terbarunya. Yakni, mengenai kewenangan MK, kedudukan hukum (legal standing) para pemohon.“Pada bagian alasan permohonan, telah pula kami tambahkan argumentasi tentang tidak ne bis en idem-nya permohonan ini, teori tentang erga omnes, doktrin mengenai ultra vires, dan pemaknaan final and binding yang kami nilai tidak berlaku pada Putusan 90 ini karena ada kecacatan,” ujar Russel dilansir dari laman MK.Perlu diketahui, konstitusionalitas batas usia calon presiden dan wakil presiden kembali diujikan ke MK. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan umum (UU Pemilu) sebagaimana dimaknai dalam Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 diujikan ke Mahkamah Konstitusi.Sebelumnya, dalam sidang perdana yang dilaksanakan di MK pada Senin (11/12/2023), para pemohon menyebutkan sikap hukum terkait syarat usia minimal capres-cawapres merupakan kewenangan pembuat undang-undang.Sehingga, menurut pemohon, seharusnya MK konsisten dalam mengambil sikap dan hukum dalam memutus sebagaimana beberapa putusan MK. Pertama, Putusan MK Nomor 15/PUU-V/2007 berkaitan dengan syarat usia minimal bagi calon kepala daerah.Kedua, Putusan MK Nomor 37-39/PUU-VIII/2010 berkaitan dengan batas usia minimal dan maksimal pimpinan KPK. Ketiga, Putusan MK Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 yang menyatakan Mahkamah berpendapat produk legal policy pembuat undang-undang tidak dapat dibatalkan, kecuali jelas melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan intolerable.Selain itu, para pemohon menyebutkan, sesuai Putusan MKMK Nomor 2-5/MKMK/L/11/2023 tertanggal 7 November 2023 atas pelanggaran kode etik memiliki koherensi, signifikansi, dan/atau perwujudan dari pelanggaran formil dalam persidangan pemeriksaan Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.Oleh karena itu, para pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan pembentukan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memaknai Pasal 169 huruf q UU Pemilu, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kabar Trenggalek Hadir di WhatsApp Channel Follow