Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Ada 816 Kematian Akibat Demam Berdarah, Waspada Lonjakan Kasus saat Peralihan Musim

Kabar Trenggalek - Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia terus meningkat. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengingatkan ada potensi lonjakan kasus saat peralihan musim, Sabtu (24/09/2022).

Saat ini, Indonesia memasuki masa peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan. Berdasarkan catatan dari Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes, sampai Minggu ke 36, jumlah kumulatif kasus konfirmasi DBD dari Januari 2022 dilaporkan sebanyak 87.501 kasus (IR 31,38/100.000 penduduk) dan 816 kematian (CFR 0,93%).

Baca: Selama 6 Bulan Kasus Demam Berdarah di Trenggalek Turun, Ini Kata Dinkes

“Secara umum terjadi peningkatan kasus Dengue. Kasus paling banyak terjadi pada golongan umur 14-44 tahun sebanyak 38,96 persen dan 5-14 tahun sebanyak 35,61 persen,” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu, Kamis (22/09/2022).

Maxi mengungkapkan, penambahan kasus berasal dari 64 kabupaten/kota di 4 provinsi diantaranya Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Timur.

Baca: Lebih dari 400 Nyawa Melayang akibat Demam Berdarah, Ini Cara Mencegahnya

Kabupaten/Kota yang mencatat kasus DBD tertinggi diantaranya Kota Bandung dengan 4196 kasus, Kabupaten Bandung sekitar 2777 kasus. Kemudian Kota Bekasi dengan 2059 kasus, Kabupaten Sumedang sekitar 1647 kasus, dan Kota Tasikmalaya dilaporkan sebanyak 1542 kasus.

Maxi mengatakan, pihaknya terus melakukan upaya pengendalian dan pencegahan yang masif dan simultan dengan melibatkan seluruh pihak baik tingkat pusat maupun daerah.

Pada 6 September lalu, Direktorat P2PM Kemenkes telah mengirimkan surat kepada seluruh Kepala Daerah di Indonesia mulai dari tingkat Provinsi hingga Kabupaten/Kota. Iso surat itu meminta agar Dinas Kesehatan meningkatkan kewaspadaan dengan aktif melakukan pengendalian DBD lebih dini.

Cara yang Mencegah penularan DBD:

  1. Melakukan upaya pencegahan dan pengendalian melalui Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J) dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus di tempat – tempat umum dan tempat – tempat institusi untuk mencapai Angka Bebas Jentik > 95 %.
  2. Memperkuat surveilans DBD yang dapat dimonitor sebagai alat untuk melakukan kewaspadaan dini terhadap peningkatan kasus.
  3. Melakukan respons cepat penanggulangan kejadian luar biasa (KLB).
  4. Melakukan pengendalian vektor secara terpadu, baik kegiatan program yang dilaksanakan maupun unit atau sektor yang terlibat (pemerintah, swasta, masyarakat).
  5. Meningkatkan deteksi dini infeksi Dengue di puskesmas dengan memeriksa pasien suspek dengue menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT) Antigen Dengue NS1 atau RDT Combo. Rapid tersebut dapat digunakan pada suspek Dengue mulai hari 1 – 5 kejadian demam.
  6. Melakukan Penyelidikan Epidemiologi (PE) terhadap setiap kasus Dengue baik suspek (presumtive) Dengue, probable, confirmed.
  7. Membentuk atau merevitalisasi kembali Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL) Dengue/DBD di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan.

Kegiatan penanggulangan Dengue/DBD dimasukkan dalam kegiatan perencanaan daerah dan memperkuat regulasi penanggulangan Dengue/DBD baik di tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan sampai kepada tingkat desa/kelurahan.

Penganggaran kegiatan program yang memadai secara berkesinambungan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dalam penanggulangan Dengue/DBD. Tetap memperhatikan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 dalam setiap kegiatan pencegahan dan pengendalian DBD.

“Upaya pengendalian sejak dini ini, kami harapkan bisa dilaksanakan secara terpadu, masif, total, berkesinambungan dan tepat sasaran agar kasus DBD bisa kita tekan,” kata Dirjen Maxi.

Maxi juga meminta agar Dinas Kesehatan aktif melakukan sosialisasi dan edukasi secara sederhana kepada masyarakat seputar tanda, gejala, upaya pencegahan dan penanganan DBD. Hal itu penting dilakukan untuk menemukan penderita sedini mungkin serta mengurangi resiko kematian akibat Dengue.

“Penyebarluasan informasi kepada masyarakat tentang tanda dan gejala Dengue sangat penting agar tidak terjadi keterlambatan di masyarakat untuk menangani penderita dan keterlambatan dalam hal rujukan penderita ke fasyankes,” tandasnya.