Surrogate mother sebenarnya bukan istilah yang benar-benar baru, istilah ini biasa disebut juga dengan 'ibu pengganti'. Istilah ini merujuk pada sosok wanita yang meminjamkan rahim agar bisa membantu pasangan lain dalam mendapatkan keturunan. Film bertema surrogate mother Indonesia pun semakin dinantikan dengan ramainya isu tersebut.Metode ini memang menunjukkan kemajuan bidang kedokteran, tapi susah diterima dari segi budaya.
Melihat Isu Surrogate mother Lebih Jauh Dari Beberapa Sisi
Ibu pengganti mengandung lewat inseminasi buatan memakai bantuan sperma dari si ayah. ia juga mengandung anak dengan sel telur maupun sperma yang ditaruh ke rahimnya. Dalam ilmu kedokteran, proses seperti ini disebut dengan IVF atau “fertilisasi in vitro”. Lalu setelah mengandung, maka ibu pengganti terus membawa bayi tersebut pada rahimnya sampai benar-benar lahir. Tidak terdapat ikatan antara bayi dan ibu pengganti secara genetik, alasannya yaitu sel telur bukanlah miliknya. Kalau kita telisik secara eksplisit, bentuk aturan mengenai surrogate mother masih belum utuh. Aturan hukum pun dinilai masih belum bisa mengawal praktik surrogate mother.Kalau sudah seperti itu, penilaian dari sisi etika atau budaya pun diperlukan agar bisa tahu ini putusan yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan atau tidak. Surrogate mother mampu memunculkan pelanggaran terhadap sosok wanita yang menjadi ibu pengganti atau yang disewa maupun terhadap anak yang lahir.Melalui kekuasaan, orang tua menyewa wanita lain baik itu untuk mengandung maupun melahirkan anaknya. Meski perjanjian yang ada sama-sama menguntungkan, kalau dilihat dari aspek kemanusiaan, tentunya terdapat ketimpangan. Ada pihak yang merendahkan pihak lainnya melalui sewa rahim. Alasannya karena rahim bukan suatu barang yang dapat dipakai dalam mencari nafkah. Ada pun unsur zina dan beberapa aturan larangan terhadap prosedur bayi tabung. Akan sangat menarik jika ada cerita film bertema surrogate mother Indonesia agar kita bisa tahu lebih jauh detailnya seperti apa.
Beberapa Poin Permasalahan Surrogate mother Dari Segi Budaya & Etika
Dari aspek etika maupun budaya, surrogate mother rasanya sangat susah untuk diterima. Lalu apa saja sisi yang membuat metode ini tidak baik dari segi budaya maupun etika? Beberapa poin berikut bisa menjawab pertanyaan tersebut:
Bagaimana yang dimaksud dengan keibuan dalam kasus surrogate mother?
Tingkat kepedulian masyarakat mengenai baik itu eksploitasi, pemaksaan, komoditisasi atau istilah sejenisnya saat perempuan dibayar agar bisa mengandung lalu melahirkan anak. Khususnya jika melihat dari perbedaan kekuatan hak dan properti yang besar antara pasangan terkait dan sosok ibu pengganti.
Bagaimana menentukan hubungan antara ibu-ibu terkait baik itu yang disebut ibu sosial, ibu genetik, atau ibu hamil?
Seberapa besar masyarakat bisa mengizinkan perempuan untuk membuat kontrak dalam penggunaan tubuh mereka sendiri.
Sebesar apa hak kontraktual perempuan seputar penggunaan tubuhnya?
Anak yang sudah lahir lewat metode surrogacy apakah berhak tahu identitas setiap yang terlibat pada kelahirannya?
Kontrak untuk surrogacy apakah sama dengan jenis kontrak lainnya seperti kontrak kerja, atau bahkan kontrak budak dan kontrak prostitusi?
Masih banyak tentunya hal yang membuat metode satu ini susah bersatu dengan apa yang sudah menjadi budaya mayoritas orang-orang. Apakah rahim ini bisa disebut sebagai benda? Jika memang dikatakan benda, lalu apakah boleh benda tersebut disewakan? Kemajuan teknologi khususnya kedokteran yang semakin berkembang pesat merupakan salah satu faktor munculnya surrogate mother ini. Tapi tidak mesti langsung diterima oleh mayoritas masyarakat, selain tidak sesuai dari segi etika maupun budaya, tidak sesuai dengan ajaran agama juga. Isu satu ini sangat membuat penasaran banyak orang, film tema surrogate mother Indonesia pun menjadi salah satu yang ditunggu-tunggu.