Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Login ke KBRTTulis Artikel

Pemilik Kafe di Trenggalek Nilai Aturan Royalti Musik Masih Abu-abu

  • 15 Aug 2025 10:00 WIB
  • Google News

    KBRT – Polemik aturan royalti musik untuk penggunaan komersial di tempat makan atau kafe mendapat sorotan dari pelaku usaha di Kabupaten Trenggalek. 

    Bangkit Prasetyo, pemilik Panama Kafe Trenggalek, menilai pengelolaan royalti musik masih abu-abu atau tergolong buruk karena peraturan yang berlaku belum jelas.

    “Sebenarnya kami butuh aturan yang jelas. Seperti masalah yang terjadi di Mie Gacoan itu disebabkan karena belum ada aturan yang jelas,” ujar Bangkit saat ditemui Kabar Trenggalek.

    Bangkit mengatakan, jika sejak awal aturan sudah tegas, ia siap mematuhinya. Namun, sampai sekarang pelaku usaha masih kebingungan cara membayar royalti.

    Ia menilai Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) seharusnya terlebih dahulu menertibkan pembajakan musik sebelum menegaskan kewajiban pembayaran royalti.

    “Seperti di YouTube ada yang unggah ulang musik tanpa izin pemilik asli, itu kan pembajakan. Yang upload ulang seharusnya ditertibkan,” kata Bangkit.

    Untuk menjaga hak cipta pemilik musik, Bangkit memilih memutar musik dari platform resmi atau album resmi. Ia juga mempertimbangkan penggunaan musik bebas hak cipta (non-copyright) sebagai solusi, meskipun menurutnya tidak selalu cocok untuk suasana kafe.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    “Sebenarnya bisa, tapi kebanyakan tempat memutar musik populer, everlasting, atau nostalgia. Kalau yang diputar lagu non-copyright dan tidak dikenal, rasanya pasti aneh,” terangnya.

    Kafe milik Bangkit buka mulai pukul 10.00 hingga 22.00 WIB, dengan musik yang terus diputar selama jam operasional. Mengenai besaran royalti yang beredar bisa mencapai Rp120.000 per kursi, Bangkit menilai perlu ada klasifikasi.

    “Seperti pajak penghasilan, ada tingkatan atau rangenya sendiri-sendiri. Kalau semua warung berkursi ditarik sama rata tentu tidak sesuai,” jelasnya.

    Bangkit menilai LMKN harus lebih transparan dan kompeten, mengingat isu yang mencuat di media sosial. Ia mencontohkan keluhan salah satu artis senior Indonesia yang mengunggah surat pembayaran royalti dari LMKN hanya senilai Rp700.000, padahal seharusnya menerima puluhan juta rupiah per tahun.

    “Sekelas artis besar saja dapatnya masih tidak transparan. Si artis membagikan fotonya karena ternyata LMKN masih salah transfer uang,” ungkap Bangkit.

    Kendati LMKN sudah menyediakan layanan pembayaran royalti secara daring, Bangkit menilai para pelaku usaha masih kebingungan lantaran minimnya penjelasan dan pemberitahuan khusus.

    “Kalau seperti kami ya tercekik banget. Jadi harus ada klasifikasi, seperti UMR-nya Trenggalek yang beda dengan Jakarta. Maka harus dipikir juga,” tegasnya.

    Kabar Trenggalek - Mata Rakyat

    Editor:Zamz