BPS mencatat angka kemiskinan di Trenggalek turun dari 10,50 persen menjadi 10,29 persen pada Maret 2025, dengan 72,35 ribu warga masih tergolong miskin.
Harga cabai merah keriting di Trenggalek melonjak hingga Rp 55.000 per kilogram, disusul kenaikan cabai rawit, bawang merah, dan bawang putih.
Stok Bio Solar di SPBU milik BUMD PT Jet Trenggalek habis. Pemkab ajukan tambahan kuota ke BPH Migas agar distribusi energi tetap aman.
Harga kedelai tak kunjung turun membuat produsen tahu di Trenggalek terpaksa mengurangi produksi. Biaya minyak goreng ikut jadi beban tambahan.
Produksi tempe kripik Trenggalek turun akibat sepinya pembeli dan harga bahan baku naik. Produsen hanya bisa produksi dua kali seminggu.
Produksi susu sapi Trenggalek 2024 capai 18,6 juta kg, naik 3,6 persen, namun belum ada industri pengolahan mandiri, pemasaran masih keluar daerah.
Produksi telur Trenggalek semester awal 2024 capai 1.981 ton, peternak mulai bangkit pasca pandemi Covid-19, harga stabil Rp 26.000/kg.
Sektor pertanian Trenggalek tetap jadi penyumbang terbesar PDRB 2024 dengan 24,86 persen, meski pertumbuhannya melemah jadi 0,31 persen.
Pasar Gebang Pogalan tetap ramai sejak dulu hingga kini, jadi pusat belanja warga dengan suasana akrab penuh kepercayaan.
Petani Trenggalek bisa tanam padi hingga 4 kali setahun, serapan pupuk subsidi naik 61 persen, namun distribusi urea dan NPK belum merata.
Petani alpukat di Trenggalek terdampak kemarau basah. Pohon gagal berbunga, padahal tahun lalu panen sempat melimpah.
Produksi perikanan budidaya Trenggalek naik dalam tiga tahun terakhir. Udang jadi penyumbang terbesar dengan target tembus 5,5 juta ton di 2025.