Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Login ke KBRTTulis Artikel

Harga Kedelai Melonjak, Produsen Tahu Trenggalek Terpaksa Kurangi Produksi

Harga kedelai tak kunjung turun membuat produsen tahu di Trenggalek terpaksa mengurangi produksi. Biaya minyak goreng ikut jadi beban tambahan.

  • 03 Oct 2025 20:00 WIB
  • Google News

    Poin Penting

    • Harga kedelai naik Rp 10.500–11.000 per kg.
    • Produsen tahu Trenggalek kurangi produksi setengahnya.
    • Tenaga dan distribusi jadi kendala utama.

    KBRT – Harga kedelai sebagai bahan baku tahu dan tempe di Kabupaten Trenggalek belum juga kembali normal setelah lebih dari tiga bulan mengalami kenaikan. Kondisi ini membuat produsen tahu terpaksa menekan jumlah produksi agar sesuai dengan daya beli masyarakat.

    “Awalnya itu Rp 9.500, tapi sudah 2 bulan lebih naik ke Rp 10.500–11.000,” kata Imam Abroi (53), produsen tahu asal Desa Sukorame, Kecamatan Gandusari, Kamis (2/10/2025).

    Imam, yang akrab disapa Bero, mengaku harus mengurangi penggunaan kedelai sejak harga melambung. Jika sebelumnya ia mengolah lebih dari 50 kilogram kedelai per hari, kini produksi hanya sekitar 25 kilogram.

    “Mayoritas tahu saya dijual dalam keadaan matang atau sudah digoreng. Jadi biaya produksi tambah banyak karena butuh minyak goreng,” ungkapnya.

    Bero mendapatkan pasokan kedelai dari Tulungagung, biasanya dalam jumlah besar sekali beli. Namun, volume pembelian ikut menurun seiring turunnya produksi.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    “Saya biasa dapat kedelai dari Tulungagung, kalau beli ya satu bulan sekali tapi langsung 1 ton. Dulu ya bisa sampai 1,5 ton,” ujarnya.

    Pria yang sudah memproduksi tahu sejak awal tahun 1990-an ini mengenang, dahulu produknya dipasarkan ke sejumlah pasar tradisional di Trenggalek. Kini, ia hanya berjualan di Pasar Gandusari dengan pelanggan tetap yang datang langsung ke tempat produksinya.

    “Dari dulu, saya menggunakan bekas gergajian kayu untuk menggantikan kayu bakar. Selain lebih murah, panasnya juga lebih awet. Cocok untuk proses perebusan kedelai yang cukup lama,” kata Bero.

    Meski masih ada permintaan lebih banyak, ia mengaku kesulitan menambah produksi. Selain terkendala distribusi, tenaganya kini terbagi untuk menggarap sawah dan merawat tiga ekor sapi.

    “Saya sudah tidak sekuat dulu lagi. Kalaupun ada permintaan banyak, belum ada yang bisa membantu saya di waktu produksi. Kecuali ibu saya yang membantu waktu menggoreng,” ujarnya.

    Kawan Pembaca, Terimakasih telah membaca berita kami. Dukung Kabar Trenggalek agar tetap independen.

    Kabar Trenggalek - Ekonomi

    Editor:Zamz