Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Pers Mahasiswa Acta Surya Diberedel, Ketua Stikosa AWS Membantah

Lembaga Pers Mahasiswa Acta Surya dikabarkan mendapat pemberedelan dari pihak Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa AWS). Kabar itu disampaikan oleh Abdul Manan, jurnalis Tempo, melalui akun Instagram resminya @abdulmanan1974.

Manan mengunggah poster bertuliskan "Pray for AWS, Justice For Acta Surya". Dalam unggahannya, alumni Stikosa AWS itu menulis bahwa Acta Surya diberedel kampusnya sendiri.

"Gara-gara Ketua Stikosa tidak senang dengan tulisan dan tindakan kawan2 di persma ini, nilai akademik dua kru Acta langsung di-downgrade jadi E, pengelolaan situs webnya diminta dikembalikan ke kampus, kegiatan di sekretariatnya diminta distop. Menurut saya, tindakan ini lebih bisa dikategorikan sebagai pemberedelan," tulis mantan Pemred Acta Surya itu.

"Ini ironi luar biasa karena terjadi di lembaga yang dikenal [atau pernah dikenal] sebagai 'kampus wartawan'," tambah mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, itu.

Terkait pemberedelan itu, Firda Aulia, Pemimpin Umum Acta Surya, menyampaikan bahwa pihak Stikosa AWS memberikan surat memo internal yang berisi pembekuan Acta Surya, pada Kamis (23/03/2023) sekitar pukul 19.00 WIB.

"Di dalam suratnya tertulis memo internal dengan keterangan kalau Acta Surya dibekukan dengan tenggat waktu yang tidak ditentukan. Kegiatan selama di sekret [kantor Acta Surya] tidak bisa digunakan," ujar Firda saat dikonfirmasi Kabar Trenggalek.

Firda mendapatkan memo internal tersebut dari pihak Kemahasiswaan Stikosa AWS. Memo itu ditandatangani oleh Ketua dan Wakil Ketua (Waka) I Stikosa AWS.

Kronologi Pemberedelan Acta Surya 

[caption id="attachment_30209" align=alignnone width=901] Poster aksi pers mahasiswa bukan humas kampus/Foto: PPMI[/caption]

Menurut keterangan Firda, kronologi pemberedelan itu berawal dari liputan yang dilakukan dua jurnalis Acta Surya (Febi dan Kiki) pada Rabu (15/02/2023). Mereka meliput kebijakan Kartu Rencana Studi (KRS) dengan mewawancarai Ketua Stikosa AWS, Meithiana Indrasari.

"Jadi, Acta Surya itu pengen mengklarifikasi benar atau tidak kalau KRS itu membayar? Soalnya dari tahun-tahun sebelumnya itu, tidak ada persyaratan kalau KRS itu membayar," ucap Firda.

Firda mengatakan, mahasiswa harus membayar uang sebesar Rp. 750 ribu sebagai persyaratan mengurus KRS. Sayangnya, Meithiana tidak berkenan diwawancarai dan mengganggap topik tersebut sensitif.

"Menurut Bu Mei, topik itu [kebijakan KRS] merupakan hal yang sensitif dan tidak perlu disebarluaskan di civitas Stikosa AWS. Padahal, kawan-kawan mahasiswa juga pengen tahu ini sebenarnya, kenapa persyaratan KRS kok harus bayar?" terangnya.

Sebelum mewawancarai Meithiana, dua jurnalis Acta Surya sudah menyalakan rekaman suara sejak berada di luar ruang Ketua Stikosa AWS. Saat wawancara, Meithiana mengetahui hal itu dan meminta dua jurnalis Acta Surya untuk menghapus rekaman suaranya.

Setelah itu, lanjut Firda, Meithiana memanggil jajarannya untuk memberi nilai E kepada dua jurnalis, mengancam UU ITE, mengambil alih situs web serta memberedel Acta Surya.

Firda menyebutkan, alasan lain dari pemberedelan Acta Surya karena Meithiana tidak suka dengan berita-berita yang diterbitkan. Salah satunya berita kekosongan data Meithiana di Data Pendidikan Perguruan Tinggi (PDDIKTI), sebagai Ketua Stikosa AWS.

"Naskah itu sangat memperlihatkan kebobrokan Stikosa AWS, menurut Bu Mei gitu," kata Firda.

Sejauh ini, kata Firda, Meithiana tidak menggunakan Hak Koreksi maupun Hak Jawab (sesuai UU Pers no. 40 tahun 1999), ketika merespons berita-berita dari Acta Surya. Meithiana hanya menyampaikan secara lisan saja.

"Menyampaikannya dengan narasi intimidasi dan sifat arogan," tandasnya.

Ketua Stikosa AWS Bantah Pemberedelan

Menanggapi kabar pemberedelan ini, Meithiana membantahnya. Menurut keterangannya, Acta Surya hanya dinonaktifkan sementara untuk evaluasi terkait pengelolaan website.

"Sama sekali tidak benar. Masa kampus wartawan memberedel Presma. Yang ada adalah dinonaktifkan sementara untuk evaluasi terkait pengelolan website yang tidak penuh di tangan Acta Surya," ujar Meithiana saat dikonfirmasi Kabar Trenggalek.

Meithiana mengatakan, kepemilikan website Acta Surya berada di Hendro, alumni Stikosa AWS serta Acta Surya. Hal itu disampaikan Acta Surya di hadapan pimpinan, BEM dan Organisasi Mahasiswa (Ormawa) Stikosa AWS.

"Saya juga sudah konfirmasi ke Mas Hendro untuk bisa diberikan user c panel nya, dan sudah sepakat untuk diserahkan, hanya beliaunya sedang sibuk," kata Meithiana.

"Jadi kalo didramatisir pemberedelan itu jelas salah, surat dari Waka 1 adalah untuk evaluasi mahasiswa UKM Acta Surya. Setelah kembali, ya sama seperti media-media UKM yang lain, digunakan sebagaimana mestinya," imbuhnya.

Selain itu, Meithiana juga membatah adanya pembentukan pers mahasiswa (persma) baru, ancaman UU ITE, dan pemberhentian kuliah kepada jurnalis Acta Surya.

"Tidak ada dan tidak pernah terpikir persma baru, karena memang tidak ada tujuan pemberedelan. Pelaporan UU ITE sementara belum ada, memberhentikan kuliah tidak ada," ujarnya.

Berkaitan dengan pengurangan nilai dua jurnalis Acta Surya, Meithiana membenarkan bahwa itu merupakan sanksi karena mereka merekam tanpa izin saat wawancara.

"Nilai mahasiswa dalam pembinaan dan pantauan KPS [Kartu Program Studi]. Ada sanksi karena merekam tanpa izin, tapi dalam pembinaan. Kita lihat saja nanti. Yang jelas semua masih dalam taraf evaluasi dan pembinaan," terangnya.