KBRT – Bencana banjir bandang dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatra dalam beberapa pekan terakhir menjadi pengingat akan pentingnya kewaspadaan terhadap kerusakan lingkungan. Di Kabupaten Trenggalek, upaya mitigasi bencana telah lama dijalankan sebagai langkah antisipasi, terutama di kawasan rawan tanah gerak.
Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kediri Selatan menegaskan bahwa mitigasi bencana dilakukan secara sistematis di wilayah hutan Trenggalek. Langkah ini dinilai krusial mengingat Trenggalek tercatat sebagai daerah dengan peta rawan tanah gerak terluas di Jawa Timur.
Wakil Kepala KPH Perhutani Kediri Selatan, Hermawan, mengatakan bahwa koordinasi intensif dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Trenggalek menjadi fondasi utama dalam penanganan risiko bencana.
“Kami bekerja sama erat dengan BPBD Kabupaten Trenggalek. BPBD memimpin komando, dan kami langsung bergerak melakukan mitigasi, terutama di titik rawan longsor dan potensi pohon tumbang,” jelasnya.
Menurut Hermawan, langkah mitigasi tidak hanya dilakukan melalui patroli rutin. Perhutani juga memasang banner peringatan, menyampaikan imbauan dini kepada masyarakat, serta memberikan edukasi kesiapsiagaan bencana saat berinteraksi dengan warga di kecamatan rawan, seperti Pule dan Kampak.
“Setiap kali kami bertemu warga di lapangan, kami selalu menyampaikan edukasi mitigasi. Jika warga melaporkan tanah retak, kami langsung menindaklanjuti dan segera berkoordinasi dengan BPBD,” ujarnya.
Komunikasi antara Perhutani dan BPBD disebut berlangsung setiap hari untuk memantau kondisi lapangan, khususnya pada titik-titik yang mulai menunjukkan potensi labil. Dengan pola tersebut, respons cepat dapat segera dilakukan ketika muncul tanda bahaya.
Efektivitas koordinasi tersebut, kata Hermawan, terlihat pada penanganan kasus tanah retak di Desa Ngrandu, Kecamatan Suruh. Perhutani dan BPBD turun langsung ke lokasi untuk memberikan edukasi dan mengamankan warga dari area berisiko.
“Alhamdulillah, 37 KK yang tinggal di lokasi rawan itu bisa selamat. Komunikasi yang baik dengan BPBD membuktikan bahwa antisipasi sangat penting,” tegasnya.
Ia menambahkan, sebaran zona merah tanah gerak di Trenggalek cukup luas sehingga mitigasi harus dilakukan secara berlapis dan proaktif, bukan menunggu bencana terjadi.
Hermawan juga mengimbau masyarakat agar mematuhi sistem peringatan dini yang telah disiapkan BPBD. Sejumlah desa, menurutnya, sudah memiliki jalur evakuasi dan titik kumpul aman, namun efektivitasnya sangat bergantung pada kesiapsiagaan warga.
“Jika alarm peringatan BPBD berbunyi, warga harus segera mengungsi ke tempat aman dan berkumpul di posko yang sudah ditentukan,” tuturnya.
Ia menekankan bahwa budaya tanggap bencana perlu dibangun sebagai kebiasaan sehari-hari, bukan hanya saat musim hujan. Perhutani, lanjut Hermawan, berkomitmen menjalankan mitigasi sejak dini demi melindungi masyarakat yang tinggal di kawasan rawan.
“Kami mengutamakan antisipasi mitigasi. Tujuannya agar potensi bencana tidak menimbulkan korban jiwa,” katanya.
Kabar Trenggalek - Peristiwa
Editor: Zamz















