KBRT - Dalam sistem ketatanegaraan Negara modern, pengadilan berada setara dengan presiden dan parlemen. Kesetaraan ini memberi penegasan pada khalayak pencari keadilan bahwa dibawah naungan pengadilan setiap warga Negara dianggap sama atau tidak perlu takut memperjuangkan keadilan.
Karena dianggap suci, pengadilan membutuhkan aparatur-aparatur yang yang menjunjung tinggi kesucian tersebut. Siapapun yang merusak kesucian tersebut harus dihukum.
Dilansir dari buku Contempt Of Court Dalam Pembaharuan Hukum Pidana karya Neisa Angrum Adisti, SH., MH, Alfiyan Mardiansyah, SH., MH, Adelia, SH, dan Rizka Nurliyantika, SH., LL.M, pengrusakan terhadap marwah pengadilan disebut Contempt Of Court yang selanjutnya disebut CoC.
Dijelaskan dalam Black’s Law Dictionary Contempt of Court adalah perbuatan menghina, menghambat, merusak pengadilan dalam melaksanakan fungsinya untuk menyelenggarakan keadilan atau juga perbuatan yang merendahkan kewenangan dan martabat pengadilan.
Apabila ditelaah dari perspektif historis, terminology dari Contempt of Court dikenal dalam Common Law System (Anglo Saxon) atau case law. Sejarah mencatat tentang kekuasaan absolut raja yang harus dibatasi ketika mereka berhadapan dengan keadilan.
Sejarah mencatatkan ada tempat dimana keadilan diutamakan dan diberlakukan kepada setiap orang. Tempat agung tersebut di sebut pengadilan/court/cour/mahkamah dan sebagainya.
Dikaji dari perspektif historis, terminology Contempt of Court dikenal dalam Common Law System atau case law. Dalam perkembangannya pengaturan CoC lebih dianut oleh Negara-Negara yang bersistem Common Law daripada Civil Law.
Contempt of court di masa sekarang, berada pada titik yang rendah dan tidak jelas makna dan pengertiannya. Konsep penghinaan yang sering dikaburkan dan dikonfrontasikan dengan prinsip atau asas transparansi, kontrol yudisial maupun kebebasan mengeluarkan pendapat yang diluar batas moral atas yang tidak jarang mengatasnamakan demokrasi dan reformasi.
Regulasi contempt of court yang pada mulanya merupakan konsep untuk mencegah dan tidak menghina lembaga pengadilan, mempengaruhi dan diintervensinya lembaga peradilan, semakin bergeser dan dimarginalkan oleh gagasan kontrol terhadap kekuasaan kehakiman yang menyangkut teknis judisial.
Kemudian baik yang terlembagakan secara formal, maupun oleh publik dan masyarakat umum secara langsung dengan memberikan pendapat yang seharusnya dan seyogyanya tidak boleh dikomentari karena sudah menyangkut teknis persidangan sampai pada tahap akhir yaitu pembacaan putusan hakim.
Kabar Trenggalek - Edukasi
Editor:Zamz